Pemprov Jawa Barat menunggak honor untuk para guru pamong SMA/SMK terbuka sepanjang 2022. Tercatat, total nilai honor yang tidak dibayarkan untuk seribuan guru pamong itu mencapai sekitar Rp 21 miliar.
Masalah ini pun mengemuka saat beberapa perwakilan dari 1.700 guru pamong sekolah terbuka mengadu ke Komisi V DPRD Jawa Barat beberapa hari lalu. Meski hanya berstatus guru pamong, namun mereka ini memiliki 31 ribuan siswa yang mendapat pendidikan formal.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya mengatakan, guru pamong ini awalnya mendapat honor Rp 935 ribu per bulan untuk mengajar pendidikan formal. Honor tersebut sebetulnya lancar dibayarkan pada 2020 hingga 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ketika memasuki tahun 2022, pos anggaran untuk para guru pamong sekolah terbuka ini belakangan diketahui dihilangkan Disdik Jabar. Praktis selama setahun itu, para guru pamong tidak mendapatkan haknya selama proses belajar mengajar.
"Tahun 2020 enggak ada masalah, karena (honor guru pamong) ini diambil dari alokasi belanja khusus, memang ada gaji guru pamong. Gaji berlangsung sampai 2021. Nah di 2022, ternyata pos belanja itu hilang, enggak ada dalam APBD. Akibatnya guru pamong itu kerja bakti, selama setahun yang harusnya mereka dapat Rp 935 ribu, itu nol," katanya saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (16/3/2023).
"Kemudian, ini tadinya mau dianggarkan di APBD Perubahan 2022 karena enggak ada di mata anggaran Disdik Jawa Barat. Tapi ternyata, di ujungnya tetep enggak ada," ungkap Abdul Hadi menambahkan.
Sekedar diketahui, sekolah terbuka merupakan tempat kegiatan belajar (TKB) yang tetap menginduk ke SMA/SMK negeri sekolah induk asalnya. Siswa yang belajarnya pun dititiktekankan pada pembelajaran mandiri dengan jam pelajaran hanya berlangsung selama 2-3 hari dalam sepekan.
Politikus PKS yang akrab disapa Gus Ahad ini menegaskan, Komisi V tidak mendapat laporan itu dari Disdik Jabar. Laporan ini baru mencuat pada awal 2023 setelah para guru pamong mengadu ke DPRD.
"Dprd tidak mendapat laporan itu sehingga kami tidak melakukan kroscek, laporan itu baru mengemuka pada awal 2023 ini. Setelah kami kroscek, alasannya tidak dimasukkan ke APBD itu karena pos anggarannya masuk ke BOPD (bantuan operasional pendidikan daerah). Nah ini jelas ada kekeliruan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah sehingga enggak keanggarkan khusus untuk guru pamong ini," ucapnya.
Masalahnya kemudian terungkap kembali jika anggaran untuk seribuan guru pamong sekolah terbuka di Jabar tidak dianggarkan lagi di APBD 2023. Gus Ahad lalu menyebut Disdik telah melakukan kesalahan dua kali yang membuat nasib para guru pamong menjadi terkatung-katung tidak jelas.
"Setelah dikoordinasikan begitu ini mencuat, maka dicari pos anggarannya untuk para guru pamong ini. Pos yang aca ternyata hanya untuk alokasi gaji tambahan. Tapi nilainya Rp 440 ribu, bukan Rp 935 seperti di awal. Nomenklatur anggarannya yang ada hanya begitu," tuturnya.
Praktis, para guru pamong ini pun kata Gus Ahad keberatan jika menerima honor hanya Rp 440 ribu selama sebulan. Maka, Komisi V memberikan sejumlah rekomendasi ke Pemprov Jabar untuk bisa memperhatikan nasib guru pamong tersebut.
"Jadi guru-gurunya enggak mau. Ya iya lah, biasanya dapat Rp 935 ribu, sekarang cuma Rp 440 ribu. Maka kami di forum kemarin, kami ambil kesimpulan. Di 2022 yang tunggakan itu, itu masuknya tunggakan, dibilang seperti apapun mereka (guru pamong) udah kerja, dan ini wajib dibayar sama pemprov. Lebih cepat lebih baik karena itu kelalaian dari mereka," katanya.
"Karena ini harus dibayarkan dan sifatnya mendesak, sementara kan tidak ada alokasinya. Maka, tidak perlu lagi menunggu anggaran perubahan. Terlalu jauh itu nantinya. Pemprov sedang mengkonsultasikan, mudah-mudahan di bulan ini kami dapat jawaban. Angkanya kan enggak terlalu besar yah, bisa lewat APBD. Maka rekomendasi kami ini bisa diambil dari pos belanja anggaran tak terduga 2023 untuk bayar tunggakan plus honor yang di tahun ini," imbuhnya.
Gus Ahad juga menekankan kepada Pemprov Jabar agar tidak teledor kembali mengenai urusan honor guru pamong. Komisi V telah merekomendasikan supaya anggaran honor guru pamong bisa dialokasikan pada 2024.
Merespons hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyu Mijaya memastikan sedang mencari solusi untuk membayar tunggakan honor para guru pamong. Polemik ini pun menjadi perhatian Disdik untuk bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
"Jadi untuk yang guru pamong, ini menjadi perhatian kami juga untuk mendapatkan solusinya. Kami sedang mencari solusi yang benar nanti kedepannya. Secara admin benar, agar nanti kami juga tidak salah," kata Wahyu kepada detikJabar.
Mengenai rekomendasi dari Komisi V DPRD Jabar untuk mengalokasikan honor guru pamong dari anggaran bantuan tak terduga, Wahyu sedang menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Jika memungkinkan, Disdik bakal menganggarkan honor 1.700 guru pamong dari pos anggaran ini. Namun jika tidak bisa dilakukan, maka pihaknya akan mencari solusi lainnya.
"Jadi tidak hanya cukup dari Disdik, kami juga harus koordinasi dengan BPKAD, TAPD karena kewenangannya bukan hanya di kami untuk solusinya. Tapi ini menjadi perhatian kami untuk mendapat solusinya," pungkasnya.
(ral/yum)