Senyum Yandi Pakai Sepatu Baru Hasil Patungan Teman Sekelas

Kota Tasikmalaya

Senyum Yandi Pakai Sepatu Baru Hasil Patungan Teman Sekelas

Faizal Amiruddin - detikJabar
Sabtu, 11 Mar 2023 07:52 WIB
Viral aksi pelajar kelas 8 B SMPN 3 Kota Tasikmalaya yang patungan membelikan sepatu untuk temannya yang tak mampu, ternyata sempat membuat bingung Yandi Maulana Ibrahim (14).
Yandi Maulana Ibrahim mendapatkan sepatu baru hasil patungan teman sekelas. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Viral aksi pelajar kelas 8 B SMPN 3 Kota Tasikmalaya yang patungan membelikan sepatu untuk temannya yang tak mampu, ternyata sempat membuat bingung Yandi Maulana Ibrahim (14).

Ya, dia adalah pelajar pemilik sepatu jebol sehingga mengundang solidaritas dari teman-teman sekelasnya. Yandi mengaku perasaannya tak menentu ketika video itu mulai viral.

Ditemui di rumahnya, Kampung Ampera RT 02 RW 07, Kelurahan Panglayungan, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, Yandi awalnya ragu untuk menerima wawancara wartawan. Dia mengaku khawatir, viralnya video itu membuat malu keluarga dan saudara-saudaranya. Bocah ini seakan paham, mengekspose keterbatasan ekonomi rentan dikatakan meminta belas kasihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Malu nggak ya?" kata Yandi kepada detikJabar, Jumat (10/3) malam.

Namun hal itu segera dibantah oleh Iros (66), nenek Yandi. Dia mengingatkan agar Yandi berbicara apa adanya dan tak malu oleh keterbatasan ekonomi yang dia alami.

ADVERTISEMENT

"Ceritakan saja apa adanya, ulah era ku dunya, kudu jujur hirup mah (jangan malu sama harta/urusan dunia. Hidup itu harus jujur)," ucap Iros.

Profil Yandi

Yandi selama ini memang tinggal bersama Iros neneknya, dia juga diurus oleh Hasanah, uwak atau kakak dari mendiang ibunya, yang dia panggil mamah. Di perkampungan padat penduduk, Yandi menjalani hari-harinya di sebuah rumah sederhana di pinggir sungai.

Yandi sudah tak punya ibu. Yayah Rokayah ibunya meninggal dunia di usia 35 tahun ketika melahirkan adik Yandi pada 2014 silam. Saat itu usia Yandi masih sekitar 5 tahun.

"Ibunya meninggal dunia ketika Yandi masih Balita. Meninggal ketika melahirkan adiknya. Jadi Yandi ini sulung dua bersaudara," kata Iros.

Siswa SMP urunan untuk membelikan sepatu temannya.Siswa SMP di Tasikmalaya patungan untuk membelikan sepatu temannya. (Foto: Istimewa)

Sementara ayah Yandi bernama Dadi Suryadi (47), seorang pedagang siomay keliling. Meski tak tinggal bersama Yandi, tapi selama ini Dadi tetap berusaha keras untuk membiayai sekolah anaknya.

"Ayahnya tidak tinggal di sini, dia dagang siomay. Rutin memberi uang kebutuhan Yandi dan adiknya, kadang Rp 10 ribu, kadang Rp 20 ribu, tidak tentu namanya pedagang kecil," ujar Iros.

Yandi mengaku tidak mempermasalahkan keterbatasan ekonomi yang dialaminya. Dia tetap bersemangat sekolah.

"Uang jajan Rp 10 ribu, ongkos naik Angkot Rp 4 ribu pulang pergi," kata Yandi.

Sisa Rp 6 ribu untuk jajan, tentu saja tak cukup bagi anak remaja seusia Yandi. Sehingga tak jarang dia memilih pulang ke rumah dengan berjalan kaki.

"Sering pulang sekolah jalan kaki, kalau kehabisan bekal atau sedang tak ada bekal. Tapi kalau perginya pasti naik Angkot, takut kesiangan," ucapnya.

Untuk menjangkau jalur angkot pun, dari rumahnya di daerah Ampera, Yandi harus berjalan kaki sekitar satu kilometer menjangkau Jalan Gunung Sabeulah Kota Tasikmalaya.

Sepatu Baru dari Teman Sekelas

Dia juga mengaku senang punya teman-teman sekelas yang baik dan peduli kepadanya. Dia sering ditraktir teman-temannya yang punya uang jajan lebih.

"Ya sering ditraktir, teman-teman saya baik semua. Banyak orang kaya. Biasanya kalau jajan, saya yang pergi membelinya terus kita makan bersama. Tidak apa-apa, tidak minder, biasa saja. Namanya ditraktir ya harus saling membantu, biar saya yang pergi membelikan jajanannya," tutur Yandi.

Selain itu kalau ada iuran atau keperluan pembayaran di sekolah tak jarang dia juga dibantu oleh orang tua temannya. Perilaku yang baik dan pembawaannya yang periang, membuat banyak teman senang bergaul dengannya.

"Ya kalau dibantu orang, jangan lupa terima kasih. Kadang ada malu tapi kan tidak boleh minder," ucap Yandi.

Dia mengaku beruntung bersekolah dengan lingkungan yang bersahabat. Tanpa ada perundungan atau membuatnya sakit hati.

"Nggak ada, baik-baik semua. Ketawa-ketawa saja, nggak pernah ada yang mengejek. Saya juga tidak meminta-minta, terus saya juga kan sering bantu teman juga walau pun bukan membantu uang, kita saling lah," kata Yandi.

Dia berkisah sewaktu hari pertama bersekolah dengan sepatu baru hasil patungan teman sekelasnya. Semuanya baik-baik saja kendati aksi urunan itu sudah viral.

"Tak ada yang mengejek saya pakai sepatu baru hasil urunan. Malah saya merasa bangga punya teman-teman yang baik. Memang sih, hampir satu sekolah rasanya ngeliatin sepatu yang saya pakai, mungkin karena keren," ujar Yandi sambil tersenyum.

(bbp/bbn)


Hide Ads