Bolehkah Puasa Qhada Setelah Nisfu Syaban? Ini Penjelasannya

Bolehkah Puasa Qhada Setelah Nisfu Syaban? Ini Penjelasannya

Tim detikHikmah - detikJabar
Jumat, 10 Mar 2023 15:53 WIB
Ilustrasi puasa hari syak atau 30 Syaban.
Ilustrasi puasa (Foto: Getty Images/iStockphoto/wing-wing)
Bandung -

Puasa Nisfu Syaban menjadi salah satu amalan yang dianjurkan Rasulullah SAW saat bulan Syaban. Anjuran mengerjakan ibadah ini termuat dari sejumlah hadist.

Dilansir detikHikmah, disebutkan Rasulullah SAW paling banyak puasa sunnah pada bulan Syaban. Puasa Nisfu Syaban adalah puasa yang dikerjakan pada pertengahan bulan Syaban. Dalam kalender Islam, puasa ini jatuh pada tanggal 15 Syaban atau bertepatan dengan puasa Ayyamul Bidh hari ketiga.

Salah satu dalil pelaksanaan puasa Nisfu Syaban adalah hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Mu'awiyah bin Abdillah bin Ja'far. Berikut bunyi penggalan haditsnya,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا

Artinya: "Jika masuk malam pertengahan bulan Syaban maka salatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. Karena Allah turun ke langit dunia ketika matahari terbenam..."

ADVERTISEMENT

Menurut penelusuran detikHikmah, dalil yang berkenaan dengan anjuran puasa Nisfu Syaban tersebut dinilai lemah. Hal ini turut disebutkan dalam Kitab Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq. Ulama Syafi'iyah tersebut menjelaskan, tidak ada dalil shahih yang menyebut bahwa mengerjakan puasa Nisfu Syaban dengan keyakinan ia memiliki keutamaan tertentu.

Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam Kumpulan Tanya-Jawab Bid'ah dalam Ibadah yang ditulis oleh Hammud bin Abdullah Al-Mathr, orang yang memiliki kebiasaan melakukan puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah), maka tidak masalah baginya mengerjakan puasa pada tanggal 15 Syaban (Nisfu Syaban).

Dijelaskan lebih lanjut, dalam hal ini, orang tersebut melakukan puasa tanggal 15 Syaban sebagaimana ia berpuasa pada bulan-bulan lain, atau tidak mengkhususkan hari itu.

Terlepas dari dalil puasa Nisfu Syaban, ada dalil shahih yang menyebut bahwa Rasulullah SAW paling banyak berpuasa pada bulan Syaban. Dari Aisyah RA, ia berkata,

وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان، وما رأيته أكثر صياما منه في شعبان

Artinya: "Tidaklah aku melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihatnya puasa paling banyak dalam sebulan, kecuali bulan Syaban." (HR Bukhari dan Muslim)

Sementara itu, ada sebuah hadits yang menyebut bahwa Rasulullah SAW melarang umatnya berpuasa setelah separuh bulan atau setelah Nisfu Syaban. Hadits ini terdapat dalam Kitab Sunan Ibnu Majah.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِىءَ رَمَضَانُ

Artinya: "Jika telah lewat setengah dari bulan Syaban maka janganlah berpuasa hingga datangnya bulan Ramadhan." (HR Ibnu Majah. Shahih: al-Misykaat, ar-Rawdh, dan Shahih Abu Dawud)

Hadits tersebut turut diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad, dan an-Nasa'i dengan redaksi serupa dan sedikit lebih pendek.

Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits tentang larangan berpuasa setelah berada di separuh pertama bulan Syaban adalah syaadz atau bertentangan dengan hadits lain. Ia bertentangan dengan hadits Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda,

"Janganlah kalian berpuasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari." (HR Bukhari dan Muslim)

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menerangkan dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin yang diterjemahkan oleh Asmuni, berdasarkan hadits tersebut boleh berpuasa tiga atau empat atau sepuluh hari sebelum bulan Ramadhan.

Menurutnya, larangan berpuasa setelah Nisfu Syaban pada hadits tersebut bukan untuk menunjukkan hukum haram, akan tetapi menunjukkan hukum makruh. Dalam hal ini, orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada hari itu, maka dia boleh tetap berpuasa sekalipun telah di separuh pertama bulan Syaban.

detikHikmah juga pernah membahas hal ini berdasarkan pandangan as-Sayyid al-Bakri. Setidaknya ada tiga ketentuan terkait pelaksanaan puasa setelah Nisfu Syaban, sebagai berikut:

1. Dilanjutkan dengan puasa pada hari-hari sebelumnya, meskipun dengan puasa tanggal 15 Syaban. Sebagai contoh, seseorang yang berpuasa pada tanggal 15 Syaban, lalu berpuasa pada hari berikutnya, maka tidak haram.

2. Bersamaan dengan kebiasaan puasanya. Misalnya saja orang biasa puasa Senin-Kamis atau puasa Daud, maka meskipun sudah terlewat separuh Syaban tidak haram berpuasa sesuai dengan kebiasaannya.

3. Melaksanakan puasa nazar atau mengqadha puasa, tidak haram dilakukan.

Sementara itu, Wahbah az-Zuhaili mengatakan dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu bahwa ulama mazhab Syafi'i berpendapat, puasa setelah Nisfu Syaban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu seperti orang yang sudah terbiasa puasa dahr, puasa daud, puasa Senin-Kamis, puasa nazar, puasa qadha, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah Nisfu Syaban dengan syarat telah puasa sebelumnya.

Artikel ini telah tayang di detikHikmah. Baca selengkapnya di sini.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads