Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama Food and Agriculture Organization atau Badan Pangan dan Pertanian (FAO) sedang membidik Jawa Barat menjadi rumah untuk inovasi di bidang digitalitasi pertanian. Hal ini dilakukan karena Jabar merupakan wilayah yang prospek untuk mengembangkan inovasi tersebut.
Rektor IPB Arif Satria menyatakan, projek IPB sudah banyak yang dikembangkan di Jawa Barat. hasilnya pun memuaskan mulai dari pengembangan ekspor kopi, pengolahan kotoran kambing yang dinamai dengan brand GoatTai, hingga pengembangan sejumlah buah-buahan dan sayuran yang telah dilakukan IPB.
"Itu semua dari Jabar. Maka jabar menurut saya adalah wilayah yang sangat strategis karena tak jauh dengan ibu kota, jadi semoga sinergi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dapat lebih massif untuk dilakukan," kata Arif Satria kepada wartawan usai diskusi bertajuk Hasil Survei FAO Terhadap Digitalisasi Desa-desa di Indonesia, Bandung, Selasa (7/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Jabar sendiri, kata Arif, sejumlah inovasi pertanian sudah dilakukan terutama di bidang smart farming. Meskipun, ia mengakui masih ada kendala dalam penerapannya terutama ketertarikan anak muda dalam mengembangkan inovasi pertanian tanaman pangan.
Salah satunya adalah padi. IPB sudah punya teknologi dalam inovasi tersebut yang diujicoba di 500 hektar lahan di Subang. Namun, pada perjalannya, masih belum banyak anak muda yang tertarik untuk terlibat dalam hal itu.
"Kita ujicoba di lahan 500 hektar di Subang, moga-moga bisa menjadi motivasi juga bagi kaum muda untuk terjun di pengembangan pertanian tanaman pangan berbasis teknologi," ucapnya.
Menurutnya, potensi tersebut perlu didukung kebijakan dari pemerintah untuk kepentingan perluasan program bernama Inovasi Desa Digital (DVI) di Indonesia. Inovasi desa digital di Jabar saat ini telah dilakukan di bidang pertanian yang mengedepankan kecanggihan teknologi yang digagas IPB dalam penerapannya.
"Pembangunan Desa Digital dapat berlangsung sangat cepat, namun perlu didukung dengan regulasi yang baik dan infrastruktur yang baik. Saya berharap seluruh pemangku kepentingan terkait dapat bekerja sama dengan erat untuk pembangunan desa digital ini," ujarnya.
"Digital agriculture bagi anak muda memang sudah tidak asing, terlebih pada penerapan smart farming. Tapi untuk pertanian tanaman pangan memang sampai saat ini anak muda belum banyak yang tertarik, dan itu yang menjadi tantangan kita," katanya menambahkan.
Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal mengatakan, organisasinya telah mensurvei 132 desa di Indonesia untuk menilai tingkat inovasi digital termasuk perkembangan teknologi pertanian yang dipraktekan. Hasilnya menunjukkan Jawa Barat adalah provinsi yang menerapkan inovasi digital pertanian, termasuk perikanan dan peternakan di desa-desa.
"Beberapa desa di Jawa Barat dinilai menerapkan teknologi inovasi digital pada berbagai kegiatan, seperti smart farming, smart fishery, smart livestock, dan masih banyak lagi," katanya.
"Kami temukan tingkat kematangan digital di pedesaan bervariasi dari tahap percontohan hingga tahap komersial. Dengan baseline yang kami temukan ini, kami berharap ini dapat dikembangkan dengan dukungan teknis dari FAO. Kami berharap desa inovasi digital ini akan terus berlanjut dalam kerja sama yang erat dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Sangat penting untuk memanfaatkan potensi desa-desa ini," ungkapnya menambahkan.
Dalam paparannya, Aryal juga menyatakan inovasi digital di desa-desa Jabar mewakili berbagai sektor di bidang pertanian. Di antaranya pembangunan infrastruktur, layanan keuangan, layanan sosial, pemasaran pertanian pangan dan e-commerce, pertanian cerdas, peternakan cerdas, sistem informasi, e-government, dan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
E-fishery misalnya telah diterapkan di Desa Puntang, Soge dan Krimun di Indramayu. Demikian pula pertanian cerdas telah diterapkan di Habibie Garden di Desa Cibodas, Desa Alam Endah di Kabupaten Bandung, serta Desa Papayan di Tasikmalaya.
Survei tersebut menemukan bahwa e-governance adalah jenis inovasi yang paling banyak di desa, diikuti oleh digitalisasi dalam kegiatan komunitas dan ekonomi, smart farming, sistem informasi, pemasaran pangan pertanian, e-commerce, layanan sosial, layanan keuangan, dan infrastruktur lokal.
FAO DVI sendiri merupakan program yang mengikuti pendekatan ekosistem digital yang dipimpin oleh negara anggota, berpusat pada pengguna dan holistik untuk pengembangan desa digital dengan berlandaskan konteks lokal.
(ral/mso)