Jejak Perburuan Emas di Sukabumi yang Lahirkan Gurandil

Lorong Waktu

Jejak Perburuan Emas di Sukabumi yang Lahirkan Gurandil

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 05 Mar 2023 08:00 WIB
Ilustrasi perburuan emas di Indonesia pada masa silam (Dok Repro Yayasan Dapuran Kipahare)
Ilustrasi perburuan emas di Indonesia pada masa silam (Dok Repro Yayasan Dapuran Kipahare)
Sukabumi -

Emas, sebagai logam mulia dengan harga jual tinggi dan paling populer di masyarakat. Tidak heran pertambangan emas diincar berbagai pihak salah satunya di era kolonial penjajahan Belanda, termasuk salah satunya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Catatan Yayasan Dapuran Kipahare, Kabupaten Sukabumi penelitian tentang keberadaan emas sudah lama terjadi di Priangan, diantaranya di Gunung Parang Karawang tahun 1723 meskipun akhirnya dianggap tidak menguntungkan dan dihentikan.

"Sementara itu Sukabumi Pemerintah masih memfokuskan diri terhadap pengembangan perkebunan kopi dan teh. Meskipun begitu banyak orang Belanda penasaran dengan Sukabumi mengingat dalam naskah kuno seperti epik Hindu Ramayana," kata Irman Firmansyah, Ketua Yayasan Dapuran Kipahare kepada detikJabar, Selasa (28/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irman mengatakan, naskah kuno itu berbunyi:

"Dengan hati-hati menembus Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, pulau emas dan perak, kaya akan tambang emas,"

ADVERTISEMENT

Jawa Dwipa artinya pulau padi dimana saat itu salah satu sentra padi huma di zaman Sri Jayabuphati adalah Sukabumi. Selain itu menurut Ptolomeus diceritakan pada waktu itu bahwa pulau ini sangat subur dan menghasilkan banyak emas.

"Sebuah prasasti tahun 732 M, ditemukan di Kedu juga mengatakan tentang Jawa yang "kaya akan tambang emas," (PJ. Veth).

"Belanda kemudian melakukan penelitian di Sukabumi selatan sejak tahun 1888 terutama di daerah Jampang yang dicurigai kuat sumber emasnya. Hal ini juga berdasarkan laporan masyarakat yang juga sempat menambangnya secara tradisional terutama di wilayah Jampang Tengah, Jampang Kulon dan Pelabuhanratu," ujar Irman.

Namun, penelitian tersebut tidak berjalan mulus, karena kadar emas ditengarai kurang bagus. Dalam laporan bulan Juli 1923 penelitian dihentikan dan dialihkan ke penelitian timah di Riau.

"Dalam beberapa bulan kemudian muncul banyak laporan tentang keberadaan emas di wilayah Jampang meskipun kemudian dipertanyakan oleh Volksraad (Dewan Rakyat) dan dibantah oleh pemerintah," imbuh Irman.

"Pada bulan April 1924 muncul laporan ilmiah mengenai urat emas Jampang yang menyebutkan bahwa emas Jampang sama jenisnya dengan emas di Rejang dan Tambang Sawah. Hal ini akhirnya menimbulkan semangat baru sehingga beberapa perusahaan swasta mendaftar untuk melakukan eksplorasi," sambung dia.

Wacana terus berkembang dimana laporan-laporan menyebutkan pula temuan bijih perak, sulfida dan seng serta bahan logam lain yang menguatkan kualitas emas Jampang yang layak untuk ditambang.

"Akhirnya pemerintah mengumumkan untuk melakukan eksplorasi di area seluas 900 hektar di wilayah Jampang Kulon. Itu dilakukan pada tanggal 16 September 1924 Pemerintah mengeluarkan keputusan No. 10 (Staatsblad 418) dan dijelaskan lebih lanjut di bagian no. 16 dari "Laporan dan Komunikasi tentang Mineral India dan Aplikasinya" berjudul: Hasil Investigasi Geologi Pertambangan di Jampang," papar Irman.

Kemudian pemerintah meminta pihak yang ingin melakukan eksplorasi untuk melakukan Penawaran sebelum 1 Juni 1925 di kantor Kepala Dinas Pertambangan di Departemen Perusahaan Pemerintah di Bandung.

Ditetapkan pula bahwa pertambangan emas, perak, timah, seng, tembaga, besi dan belerang akan dilakukan oleh Pemerintah dengan luas 900 hektar dan berlokasi di Jampang Kulon dan Pelabuhan.

"Menindaklanjuti keputusan ini, Sekretaris Gubernur I mengirimkan surat edaran berikut pada hari yang sama dengan nomor 2068a/111.8. Disebutkan bahwa tanah di divisi Soekaboemi van Landswege, eksplorasi emas, perak, timah, seng, tembaga, besi dan belerang akan dilakukan, sedangkan cadangan untuk eksplorasi dan reklamasi oleh Pemerintah mengenai mineral-mineral tersebut di atas belum ditentukan kecuali untuk wilayah tersebut," jelas Irman.

Sehubungan dengan itu, Gubernur Jenderal telah menginstruksikan bahwa beliau juga dapat menyetujui keputusan tersebut dan akan melakukan tender. Dalam Pasal 1 dari situs yang disebutkan setelah publikasi panggilan untuk tender.

Panggilan untuk tender dikeluarkan, dan misi ditunjuk untuk membuka tender pencarian dan eksploitasi mineral di Djampang. Pembukaan tender berlangsung pada tanggal 2 Juni 1925.

"Bulan Desember 1925 terpilihlah satu satunya kandidat yaitu Industri Umum, Mjjnboaw dan Eksploitasi Mjj. Perjanjian yang akan disimpulkan akan dilakukan berdasarkan kontrak penerimaan yang diketahui, dimana negara dijamin dengan bagian minimal 10 % dari hasil bersih, yang dapat meningkat menjadi 20 % jika sudah beroperasi," tutur Irman.

Sayangnya, hampir 10 tahun perusahaan tersebut melakukan penambangan namun hasilnya tidak memuaskan. Sehingga pada Juli 1935 izin dikembalikan ke pemerintah dan penambangan resmi pun dihentikan.

"Namun masyarakat masih ada yang menambangnya secara tradisional yang disebut gurandil. Pemerintah akhirnya lebih fokus kepada tambang emas yang dikelola perusahaan Jerman di Cikotok yang aksesnya bisa dilakukan melalui Sukabumi," pungkas Irman.

Catatan detikJabar pada 28 Oktober 2021, gurandil atau penambang emas liar sempat muncul menjadi persoalan, seorang penambang emas bernama Dede Rukmana (52) tewas akibat tertimbun tanah di lahan PT Jaya Sindo Agung, Kampung Pasir Banban, Kecamatan Lengkong.

Sebelumnya, penambang asal Kampung Cikanteh, Desa Mekarkarya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi tewas di dalam lubang bekas galian emas. Korban diketahui bernama Surya (30) diduga tewas setelah terpapar gas beracun di dalam lubang pada Selasa 24 Agustus 2021.

(yum/yum)


Hide Ads