Perdebatan Pihak SLBN A Pajajaran dan Risma yang Berakhir Buntu

Perdebatan Pihak SLBN A Pajajaran dan Risma yang Berakhir Buntu

Wisma Putra - detikJabar
Selasa, 21 Feb 2023 11:50 WIB
Bandung - Menteri Sosial Tri Rismaharini berdebat dengan pihak SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung. Itu terjadi kala Risma mengunjungi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDN) ke Wiyata Guna, Kota Bandung, Selasa (21/2/2023).

Hibah tanah menjadi topik yang diperdebatkan antara keduanya. Seperti diketahui, sekolah itu berdiri di tanah Kementerian Sosial, sedangkan bangunannya milik Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Kepala Sekolah SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung Gun Gun Guntara mengatakan jajarannya menagih janji Risma. Sebab sebelumnya Risma pernah menjanjikan bakal menghibahkan tanah milik Kementerian Sosial itu.

"Sebetulnya teman-teman kami perjuangan sudah lama terkait status lahan, yang kita tuntut terakhir janji Bu Risma akan menghibahkan ada 1.600 meter persegi sekian. Lokasi di sini," kata Gun Gun, Selasa (21/3/2023).

Disingung terkait apakah hibah itu sudah terealisasi, Gun Gun menegaskan belum. Ia pun tidak mengerti apa alasannya.

"Kurang paham, Bu Menteri kan sudah ber-statement. Belum ada," ujarnya.

Menurut Gun Gun, bangunan SLB itu sudah seluruhnya mengalami kerusakan. Sehingga bangunan harus segera diperbaiki.

"Kita kan ingin tingkatkan layanan, di infrastruktur, ini dari tahun 1901 belum terjadi pembangunan, hampir semua kelas (rusak). PUPR sudah jelaskan ini sudah tidak layak untuk digunakan, akhirnya saya berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, tapi nggak bisa karena status lahan," jelasnya.

Disinggung, soal pernyataan Risma yang berjanji akan memperbaiki sekolah, pihaknya menyambut baik dan berharap segera terealisasi. "Saya harapkan bisa terealisasikan, harus sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal, baru dilaksanakan," tuturnya.

Gun Gun menjelaskan, hibah harus segera dilakukan. Tujuannya agar standar pelayanan terhadap para siswa bisa terpenuhi.

"Harus sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dilaksanakan, apakah beliau paham bahwa minimal lahan yang kita butuhkan misalkan 10 ribu meter persegi, sedang kita 1.600 meter persegi, gimana mau layak untuk menuju mutu pendidikan yang layak," pungkasnya.

Tanggapan Risma

Risma sendiri sempat memberi penjelasan. Risma bahkan sempat sujud di kaki seorang pengajar. Risma tak menampik pernah menjanjikan hibah tanah, namun ia memikirkan penghuni di sana dan membuka lapangan pekerjaan di kawasan Wiyata Guna.

"Awalnya ada permohonan memang untuk penghibahan, awalnya saya setuju, untuk apa sih, orang ini untuk pendidikan, tapi ternyata perkembangannya anak-anak disabilitas (selain siswa) di sini butuh pekerjaan. Akhirnya kita buatkan kafe untuk mereka dilatih barista, ada disabilitas fisik juga," kata Risma.

Risma menyebut, di Wiyata Guna sendiri saat ini tak hanya penyandang tunanetra saja yang diberdayakan, melainkan penyandang disabilitas lainnya, termasuk ODGJ.

"Dulunya hanya tampung tunanetra, sementara disabilitas lengkap, ada ODGJ, ada disabilitas fisik, mental, down syndrome, ada tunawicara, bukan hanya tunanetra. Kalau di Bandung dan sekitarnya nggak ada, terus mereka ke mana?" ungkap Risma.

Apalagi menurutnya ada ODGJ yang kerap dipasung dan saat ini dibebaskan. Mereka perlu direhabilitasi tanpa harus jauh-jauh dibawa ke daerah Pati yang selama ini jadi tempat rehabilitasi ODGJ.

"Kita punya (tempat rehabilitasi ODGJ) ada di Pati, gak mungkin orang Bandung sini dibawa ke Pati, bagaimana komunikasinya dengan keluarga," tururnya.

Risma menyebut, dia harus melakukan terobosan dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Hal itu yang membuat proses hibah belum terealisasi hingga kini.

"Kalau itu saya hibahkan, anak-anak untuk akses usah akan tertutup, biar saja mereka gabung, kita perbaiki sekolahnya. Aku nggak bicara yang dulu-dulu ya, kemudian bicara yang kemarin-kemarin, itu nggak etis. Sudah sekarang saya perintahkan perbaikan ruang kelas," tuturnya.

Dalam perbincangan dengan pihak sekolah, Risma sebetulnya ingin berbicara panjang lebar, namun kondisinya tak memungkinkan. Sehingga langkah yang dinilai ideal adalah pengembangan yang tak merugikan. Namun hal itu tak mendapatkan titik temu.

"Sebenarnya saya mau ngomong apa potensinya apa yang bisa dikembangkan kaya di Bekasi untuk tangani tunanetra. Aku ngomong, musik kok dipake ekstrakurikuler, kalau mereka bisa cari uang dari musik kenapa nggak, kita bantu walaupun belum sempurna betul. Ini anak-anak sudah bisa cari uang, mereka bisa cari uang. Memang harus dilatih menjadi profesional, itu yang sedang kita siapkan," tuturnya.

Risma menyebut, penyandang disabilitas ini harus dipikirkan sampai mereka mandiri. Sehingga mereka tidak terus 'diasuh' orang tua.

"Sebetulnya saya tadi mau bicara itu. Oke gedung diperbaiki, ruangan ditambah, ruang rusak diperbaiki, selesaikan," pungkasnya. (wip/orb)



Hide Ads