Bukti Nyata Resesi Seks, TK di China Kekurangan Siswa

Kabar Internasional

Bukti Nyata Resesi Seks, TK di China Kekurangan Siswa

Tim detikTravel - detikJabar
Minggu, 12 Feb 2023 23:30 WIB
Mother taking her daughter to school
Ilustrasi anak (Foto: iStock)
Jakarta -

Resesi seks yang terjadi di China benar-benar mulai menunjukkan dampaknya. Akibat hal itu, saat ini banyak TK di China yang kekurangan murid karena menurunnya angka kelahiran.

Dilansir dari detikTravel pada Minggu (12/2/2023), menurut data statistik yang dirilis Kementerian Pendidikan China, jumlah TK swasta serta pendaftaran muridnya turun selama dua tahun berturut-turut sejak 2021.

Hal itu seiring dengan anjloknya angka kelahiran di China. Tercatat pada tahun lalu angka kelahiran di China hanya 9,5 juta bayi. Angka itu turun hampir separuh jika dibandingkan 2016 yang bisa 18,8 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak ada anak yang mendaftar," kata Liu Dewei, yang membuka TK Beilei di Rongxian, kabupaten di Guangxi, China Selatan yang berpenduduk total 656 ribu jiwa seperti dikutip South China Morning Post.

5 Tahun lalu, jumlah anak-anak yang mendaftar di TK milik Liu sebanyak 140 orang. Namun pada 2020, jumlahnya amblas menjadi sekitar 30 siswa.

ADVERTISEMENT

Liu sempat mengira bahwa penurunan jumlah murid itu karena ketakutan anak akan pandemi covid-19. Namun, setelah Beijing mencabut aturan ketatnya, sekolah tetap sepi dan jumlah siswa yang mendaftar sedikit.

Melihat kondisi ini, Liu kini mempertimbangkan untuk menutup sekolah anak tersebut. "Ini terlalu sulit," ucapnya.

Krisis demografi China salah satunya memang paling berdampak terhadap sekolah anak. Apalagi, ditambah kurangnya dana negara dan sekolah yang kerap diawasi ketat oleh pemerintah.

Sekolah-sekolah anak ini kini berada dalam bahaya finansial karena penurunan pendapatan dari biaya sekolah.

Lucy Wang, seorang ibu dua anak yang tinggal di Shanghai, mengaku telah memperhatikan perbedaan jumlah pendaftaran di TK kedua anaknya.

"Ada tujuh kelas ketika anak saya di sana antara tahun 2015 dan 2018, dan saat giliran adik perempuannya masuk pada tahun 2021, hanya ada empat kelas dan ukuran kelasnya juga menyusut," katanya.

Laporan yang dirilis tahun lalu oleh Sunglory Education Research Institute juga memperkirakan jika 30 hingga 50 persen TK yang beroperasi sejak 2020 akan gulung tikar pada 2030.

Sementara itu Xiong Bingqi, Direktur 21st Century Education Institute, mewanti-wanti bahwa penutupan TK dalam skala besar tak bisa dihindarkan jika rasio guru dan murid tidak berubah.

Rasio guru dan murid di China saat ini adalah 1:15. Ini merupakan perbandingan yang lebih rendah dari negara maju yang biasanya berkisar antara 1:10 dan 1:5.

"Tetapi jika kita mengambil kesempatan ini untuk meningkatkan rasio tersebut, yang terlalu rendah di banyak bagian China, guru-guru tak perlu kehilangan pekerjaan dan kita bisa mendapat pendidikan prasekolah yang lebih berkualitas," kata Xiong.

"Begitu juga dengan perguruan tinggi. Kami melihat banyak universitas dengan kelas besar, 100 atau 200 siswa dalam satu kelas, yang merupakan salah satu masalah utama di balik rendahnya kualitas pengajaran yang kami keluhkan," ucap dia.

Guna memungkinkan perbaikan rasio ini, pemerintah menurut Xiong mesti meningkatkan dukungan keuangan untuk seluruh taman kanak-kanak.

Pemerintah pun dengan segala cara berupaya untuk meningkatkan jumlah populasi. Salah satunya meluncurkan sistem registrasi nasional bagi pasangan untuk mendaftarkan anak mereka ke otoritas lokal guna mendapat asuransi persalinan.

Perempuan yang sudah menikah juga kini bisa menyimpan pendapatan mereka selama cuti melahirkan. Bahkan, mereka yang memiliki anak kedua atau ketiga diberikan hadiah uang tunai oleh pemerintah setempat.

Artikel ini sudah tayang di detikTravel, baca selengkapnya di sini




(bba/dir)


Hide Ads