Resesi Seks Hantui Jepang

Kabar Internasional

Resesi Seks Hantui Jepang

Tim detikTravel - detikJabar
Kamis, 26 Jan 2023 08:00 WIB
Kimono-clad women celebrating turning 20 years old take a video before participating in an official ceremony, used to be called a Coming-of-Age ceremony, Monday, Jan. 9, 2023, in Yokohama near Tokyo. Held annually on the second Monday of January, local municipalities celebrate Japans young adults. Japan lowered the age of adulthood from 20 years old to 18 years old in 2022. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Suka Cita Gadis-gadis di Jepang Rayakan Hari Kedewasaan (Foto: AP/Eugene Hoshiko)
Bandung -

Jepang saat ini tengah menghadapi tantangan berupa resesi seks. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, negaranya hampir tidak dapat berfungsi sebagai masyarakat karena tingkat kelahiran yang menurun drastis.

Dikutip dari detikTravel, Jepang kini berpopulasi 125 juta. Dari jumlah itu, diperkirakan memiliki kurang dari 800.000 kelahiran tahun lalu dan pada 1970-an, angkanya lebih dari dua juta.

Tingkat kelahiran melambat di banyak negara, termasuk tetangga Jepang. Tetapi masalah ini sangat akut di Jepang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu dikarenakan oleh harapan hidup yang meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Artinya semakin banyak orang tua dan semakin sedikit usia kerja yang mendukung mereka.

Jepang sekarang memiliki proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas tertinggi kedua di dunia. Jumlahnya sekitar 28% setelah Monaco, menurut data Bank Dunia.

ADVERTISEMENT

"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat," kata Kishida kepada anggota parlemen, melansir BBC, Rabu (25/1/2023).

"Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," katanya.

Ia ingin pemerintah menggandakan pengeluaran untuk program-program terkait anak. Sebuah badan pemerintah baru yang berfokus pada masalah ini akan dibentuk pada bulan April.

Pemerintah Jepang telah mencoba mempromosikan strategi serupa sebelumnya, namun tidak berhasil.

Pada tahun 2020, para peneliti memproyeksikan populasi Jepang turun dari puncak 128 juta pada tahun 2017 menjadi kurang dari 53 juta pada akhir abad ini. Populasi saat ini hanya di bawah 125 juta, menurut data resmi.

Jepang masih menerapkan undang-undang imigrasi yang ketat meski ada beberapa relaksasi. Beberapa ahli mengatakan aturan tersebut harus dilonggarkan untuk membantu mengatasi masyarakat yang menua.

Turunnya tingkat kelahiran didorong oleh berbagai faktor, termasuk kenaikan biaya hidup, lebih banyak perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan, serta akses yang lebih besar terhadap kontrasepsi, yang menyebabkan perempuan memilih untuk memiliki anak lebih sedikit.

Namun permusuhan Jepang dengan imigrasi belum selesai. Hanya sekitar 3% penduduk Jepang yang lahir di luar negeri. Pekan lalu, China melaporkan penurunan populasi pertamanya selama 60 tahun.

Artikel ini telah tayang di detikTravel dengan judul Resesi Seks, Jepang pun Menua

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads