Bandung zaman dulu, tak hanya dikenal sebagai kota yang indah dengan bangunan yang memiliki arsitek bergaya Eropa. Jauh sebelum itu, Bandung juga punya cerita-cerita mitos yang diturunkan para leluhur kepada generasinya secara lisan dan tradisional.
Salah satu cerita yang begitu melegenda adalah mitos tentang keberadaan raksasa bernama Kala Paksa. Ia dipercaya para leluhur yang sudah menetap di Bandung pada zaman prasejarah sebagai sosok yang mendiami Gunung Kendang yang lokasinya kini berada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Dalam buku karya M Ryzki Wiryawan berjudul Pesona Sejarah Bandung: Bandung Hingga Awal Abad ke-20, disebutkan bahwa Bandung pada zaman prasejarah memiliki pertahanan alami berupa bentangan pegunungan yang mengelilinginya. Sebelum banyak berdiri gedung-gedung tinggi dan udaranya masih asri, pegunungan tersebut bisa dilihat langsung oleh masyarakat Bandung pada zaman itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya di sebelah utara, saat itu bisa terlihat jelas Gunung Burangrang, Tangkubanparahu, Bukitnunggal, Gunung Palasari, Gunung Luhur dan Gunung Manglayang. Sementara di sebelah selatan, bisa terlihat Gunung Patuha, Gunung Tilu, Haruman, Gunung Malabar, Gunung Kendang dan Gunung Papandayan.
Di Papandayan, Ryzki menulis bahwa di gunung itu selama beberapa abad sebelumnya sudah ditempati oleh orang-orang Hindu. Mereka kemudian meninggalkan nama-nama tempat yang diambil dari bahasa Sanskerta, termasuk turut meninggalkan mitos-mitos yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Alkisah kemudian, Ryzki menuliskan dalam bukunya bahwa di Gunung Guha (2.314 mdpl) konon hidup seorang petapa bersama anak perempuannya bernama Dewi Rara. Kecantikannya lalu memikat makhluk raksasa bernama Kala Paksa.
Berulang kali, Kala Paksa lalu meminta Dewi Rara untuk mau menikah dengannya. Namun sang ayah yang merupakan petapa di Gunung Guha itu tidak menginginkan putrinya disunting oleh Kala Paksa. Hingga suatu ketika, sang petapa mendatangi Kala Paksa dan memperingatinya supaya tidak mendekati Dewi Rara lagi.
Namun karena sudah terlanjur jatuh cinta dengan kecantikan Dewi Rara, Kala Paksa tidak mengindahkan permintaan sang petapa sekaligus ayah dari pujaan hatinya tersebut. Sang petapa lalu meminta bantuan ke seseorang yang sakti namun tak kasat mata bernama Jaya untuk bisa menjauhkan Kala Paksa dari putrinya ini.
Dalam buku itu, Ryzki menulis bahwa sosok Jaya yang sakti mandraguna namun tak kasat mata ini berasal dari Gunung Jaya (2.416 mdpl). Jaya kemudian menyanggupi permintaan sang petapa hingga akhirnya bisa menangkap Kala Paksa agar tidak bisa mengganggu Dewi Rara kembali.
Dikisahkan juga, saat pertarungan antara Jaya dan Kala Paksa terjadi, darah yang berceceran saat pertarungan itu membentuk Ci Beureum (air merah) yang bersumber dari Gunung Jaya. Namun sekuat apapun perlawanan Kala Paksa, ia akhirnya harus menyerah di tangan Jaya hingga harus dikurung di sebuah kandang raksasa. Dalam cerita mitos tersebut, kandang raksasa itu kemudian dipercaya menjadi sebuah gunung yang bernama Gunung Kendang, tempat Kala Paksa dikurung.
Setelah dikurung di Gunung Kendang, Kala Paksa yang merupakan sosok raksasa tersebut terus-terusan menangisi pujaan hatinya Dewi Rara. Ia tidak bisa lagi bertemu wanita yang membuatnya jatuh hati, bahkan untuk sekedar melihat kecantikan paras dari Dewi Rara.
"... Kala Paksa yang terkurung dalam Gunung Kendang, terus menangisi pujaannya, Dewi Rara, sementara burung-burung gagak dari Gunung Gagak secara rutin membawakannya makanan," tulis Ryzki dalam bukunya Pesona Sejarah Bandung: Bandung Hingga Awal Abad ke-20 pada halaman 36 sebagaimana dilihat detikJabar belum lama ini.
Meski berhasil mengalahkan Kala Paksa dan mengurungnya di Gunung Kendang, Jaya masih sesekali mengunjungi sang raksasa itu dalam 'masa tahananya'. Tapi konon, bukannya simpati yang Jaya tunjukkan kepada 'tahanannya' tersebut. Jaya acap kali menggoda (mengejek) Kala Paksa lantaran tidak bisa lagi bertemu dengan pujaan hatinya, Dewi Rara.
Tak ayal, karena hal itu, tangisan Kala Paksa makin menjadi-jadi. Kala Paksa yang selalu mendambakan bisa mempersunting Dewi Rara, hanya bisa menangisi keadaannya lantaran harus dikurung di Gunung Kendang.
Alkisah, dari tangisan Kala Paksa ini membuat volume air di Sungai Ci Tarum menjadi tak terbendung. Orang-orang zaman dulu yang menetap di lembah Ci Tarum pun memiliki mitos jika Sungai Ci Tarum banjir, itu disebabkan oleh tangisan Kala Paksa yang selalu meratapi nasibnya lantaran tidak bisa lagi bertemu dengan Dewi Rara sang pujaan hatinya.
"... Pada masa lalu, warga yang tinggal di lembah Ci Tarum tersebut seringkali menyebut peristiwa banjir dengan "Kala Paksa lagi bersedih dan menangis".," ungkap Ryzki dalam tulisannya.
Kini diketahui, Gunung Kendang yang terletak di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut menjadikannya sebagai gunung tertinggi di Bandung Raya. Walau bisa disebut sebagai puncak 'Everest'-nya Bandung, tetapi nama Gunung Kendang ini tak sepopuler gunung-gunung lainnya di Bandung Raya, seperti Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Puntang atau Gunung Burangrang.
Kendati demikian, daya tarik dari gunung ini, adalah savana di sekitar puncaknya dan memiliki jalur pendakian yang cukup menantang. Apalagi di atas puncak, pendaki bisa melihat hamparan perkebunan teh Pangalengan.
(tey/tey)