Mengojek, bukan lagi profesi yang menguntungkan bagi Ayi (52). Pria paruh baya yang sehari-hari menjadi pengemudi ojek pangkalan di kawasan Cimincrang harus membanting stir menjadi juru parkir di Masjid Raya Al Jabbar. Hal itu dilakukan Ayi karena lalu lintas di Jalan Cimincrang kerap terjadi kemacetan sehingga tidak ada penumpang yang ingin menggunakan jasanya.
Ditemui detikJabar di kawasan masjid, Ayi mengatakan jika dirinya baru beberapa hari ini menjadi juru parkir di Masjid Al Jabbar karena penghasilannya dari mengojek menurun.
"Mau ngojek gimana, jalannya juga gitu (macet)," kata Ayi sambil mengarahkan telunjuknya ke antrean kendaraan di Jalan Cimincrang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayi menyebut tak hanya dirinya, pengemudi ojek lainnya juga ada yang banting stir jadi juru parkir sepertinya karena penghasilan mereka sama-sama menurun.
"Ada banyak, jaganya di beberapa titik," ujar Ayi.
Menurut Ayi, untuk tarif parkir di dalam kawasan Masjid Al Jabbar tidak dipatok, dikembalikan kepada keikhlasan pengunjung.
"Motor ada yang Rp 2 ribu, ada yang Rp 5 ribu, ada juga yang gak ngasih, ya gak kenapa-kenapa," ucap Ayi.
Tak hanya itu, Ayi menuturkan jika ada juga rekannya yang mendadak berjualanan makanan. Tapi karena ia tak memiliki modal, akhirnya memilih menjadi juru parkir.
"Jualan mau jualan apa gak punya modal, sedangkan yang jualan banyak," tuturnya.
Ayi menambahakan, dalam sehari ia dapat meraup cuan Rp 200 ribu. Bahkan penghasilannya saat ini bisa melebihi penghasilan rekan-rekannya.
"Alhamdulillah Rp 200 dapat. Kalau ngojek dapat Rp 100 ribu, ada Rp 150 ribu, bisa kurang dan bisa lebih, itu juga kalau enggak libur anak sekolah," tuturnya.
Baca juga: Liku Mencari Cuan Kuli Sindang di Cirebon |
Karena pengelola petugas parkir di kawasan tersebut belum sepenuhnya dikelola oleh DKM Masjid Al Jabbar, Ayu sanggup jika kedepannya ia direkrut.
"Sanggup, jadi ada penghasilan tetap," pungkasnya.
(wip/yum)