Namanya Sahroni Febrianto (16). Di luar kesibukannya sebagai pedagang batagor, remaja asal Pacet, Kabupaten Bandung ini banyak menuai sorotan setelah aksinya yang bisa meniru berbagai suara hewan. Belakangan ini ia ramai diperbincangkan di media sosial.
Sahroni bisa meniru suara-suara hewan itu sejak masih SD. Itu merupakan bakat alami yang ia miliki. Mulai dari suara sapi, domba, monyet hingga kuda, bisa ia tirukan bunyinya hingga menjadi hiburan tersendiri bagi warga Kampung Maruyung Al Zamzam, Desa Maruyung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung ketika Sahroni mulai mempertunjukkan kemampuannya itu.
Saat ditemui detikJabar, Sahroni mengaku tak mengetahui bakat itu dari mana dia dapatkan. Dia tiba-tiba saja bisa menirukan berbagai jenis suara hewan. Namun yang ia ingat, bakat alami tersebut sudah mulai ia kuasai sejak kecil.
"Sudah bisa suara-suara itu dari masih kecil, saya lagi sekolah sudah bisa kayak gitu. Kalau suaranya ada suara sapi, domba, monyet, kuda," ujar Sahroni sambil menirukan suara-suara tersebut saat ditemui di kontrakannya, Minggu (25/12/2022).
Sebetulnya, Sahroni adalah penjual batagor di pasar. Jika ingin mendapatkan penghasilan lebih, Sahroni tak segan mengambil kerja serabutan. Salah satunya menjadi tukang parkir yang membuatnya ramai diperbincangkan di media sosial karena bertugas sambil menirukan suara hewan.
Selama berjualan batagor, Sahroni mengaku pendapatannya tak tentu. Jika ramai, ia bisa menjual 40 bungkus batagor dalam sehari. Namun biasanya, hanya bisa menjual 20 bungkus saat berjualan.
"Sekarang mah jualan di pasar, seringnya jualan batagor. Kalau pendapatannya tergantung jualan, kadang 20 bungkus, kadang 40 bungkus. Paling saya cuma dapat Rp 500 per bungkusnya, ya alhamdulillah kadang dapat Rp 20 ribu, kadang Rp 30 ribu," jelasnya.
Kisah Pilu Masa Lalu
Di balik kepiawaiannya menirukan ragam suara hewan, ada kisah pilu yang dialami Sahroni. Dia punya pengalaman buruk di dunia pendidikan.
Sahroni putus sekolah saat dia duduk di bangku SD. Ayah Sahroni, Dadang Abdul Hamid (50) menceritakan bila anaknya mengalami tindakan bullying di sekolah hingga tak mau melanjutkan pendidikan. Menurutnya, Sahroni terakhir duduk di bangku kelas 3 SD.
"Kelas 3 SD, karena di-bully, nggak mau lagi sekolah. Setelah itu keluar aja sekolah. Dia jadi korban bully juga. Soalnya dia punya sakalor atau epilepsi gitu," ujar Dadang.
"Bapak pindah rumah dari Cibangoak ke Desa Cikoneng, terus SD-nya pindah ke Agus Salim. Pas di Agus Salim di-bully, dijauhi anak-anak yang lain," tambahnya.
(ral/orb)