Pilu Nelayan Sukabumi, Tangkapan Ikan Berkurang-Ancaman Gelombang Tinggi

Pilu Nelayan Sukabumi, Tangkapan Ikan Berkurang-Ancaman Gelombang Tinggi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Kamis, 22 Des 2022 17:30 WIB
Perahu nelayan di Sukabumi.
Perahu nelayan di Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar).
Sukabumi -

Ratusan nelayan di Ujunggenteng, Kabupaten Sukabumi terpaksa menganggur. Selain adanya ancaman gelombang tinggi ikan di kawasan perairan Ujunggenteng juga mulai langka.

Asep Jeka, tokoh nelayan setempat mengatakan saat ini para nelayan dengan perahu kecil di wilayahnya menghadapi berbagai kesulitan. Mereka harus memperhitungkan biaya bahan bakar saat akan pergi melaut.

"Kalau nelayan sekarang pada libur sebagian itu faktor cuaca keduanya masalah tangkapannya kurang kalaupun melaut hasilnya malah jadi rugi bahan bakar," kata Asep kepada detikJabar, Kamis (22/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kata Asep kondisi ini tidak berlaku bagi mereka yang memiliki perahu berukuran besar. Selain mumpuni dalam permodalan, para nelayan ini juga tidak dihantui kondisi gelombang tinggi karena ukuran perahu yang besar.

"Yang bertahan nelayan yang benar-benar cukup modal jadi kalau sekarang nurunin dua atau tiga perahu nggak rugi BBM kalau mau turun lagi, rata-rata ukuran 30 Gt (gross ton). Kalau mereka aman, perahunya besar di kasih cuaca yang seperti ini nggak terlaku bahaya, operasi tangkap ikan juga bisa sampai dua minggu sampai satu bulan," ujar Asep.

ADVERTISEMENT

"Kalau nelayan rawe dan jaringan mereka sulit beli bahan bakar, kalau tiap mau melaut berhutang terus hasilnya malah bikin mereka nombok akhirnya utang numpuk. Perahu kecil juga rentan diterjang gelombang," ujar dia.

Asep menyebut kondisi ini sudah berlangsung selama 1 minggu, nelayan pilih berdiam di rumah. "Nelayan dengan perahu kecil itu ada sekitar 700-an di wilayah Ujunggenteng, kurang lebih setengahnya yang kesulitan seperti ini. Kalau nelayan perahu diesel ada puluhan dan mereka bisa tetap beroperasi karena tadi itu (ukuran perahu lebih besar)," jelasnya.

Kondisi ini sedikit terobati ketika sejumlah nelayan mendapatkan pembagian subsidi BBM-BLT untuk sekitar 400-an nelayan.

"Sekarang mulai hari ini ada pembagian BLT untuk nelayan kurang lebih hampir 400, pembagian BLT nelayan yang dari kabupaten sama provinsi itu. Dengan adanya bantuan itu sedikit terobati, minimal ada buat mengganjal perut," tuturnya.

Sementara itu, Radi Priadika Sekjen Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya di Desember ini kondisi lautan memasuki musim Barat yang berimbas kepada cuaca ekstrim.

"Memang pada saat ini Desember ini, kita memasuki musim barat, ini sudah setiap tahun seperti ini. Tetapi memang ada beberapa nelayan yang meluat, ada yang melaut tapi mereka tidak berani ke lokasi jauh karena gelombang tinggi," kata Radi.

Kemudian faktor kedua adalah langkanya ikan. Hasil tangkapan disebut tidak membuat penghasilan nelayan bertambah.

"Kedua (tangkapan) ikan di kita ini cukup menurun karena mungkin saya tidak tahu faktor iklim atau (faktor) alam jadi tangkapan laut ini berkurang. Nelayan sifatnya gambilng, ketika hasil kurang modal melaut tidak ada. Ditambah cuaca ekstrim, akhirnya mereka alih profesi, ojek, budidaya ikan dan lain-lain," jelas Radi.

HNSI sendiri terus memonitor kondisi para nelayan itu, meskipun sebagian ada yang memang bertahan dengan konsep alih profesi.

"Nelayan bisa mendapatkan penghasilan seperti di pesisir Ciletuh yang menjadi nelayan pariwisata, mereka mengangkut wisatawan ke laut, melihat situs Geopark. Lokasinya juga tidak sampai membahayakan, karena ombak cenderung tidak berbahaya," ujarnya.

"Termasuk di Cibangban, Cimembang, mereka alih profesi ke pariwisata tapi tidak semua hanya sebagian, kemudian budidaya ikan di darat ini sebenarnya bisa menjadi solusi sementara ketika tangkapan berkurang dan cuaca ekstrim terjadi," ujarnya.

(sya/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads