Merehabilitasi lahan tentu bukan proses mudah. Butuh bertahun-tahun agar bibit pohon yang ditanam tumbuh dan memberi manfaat untuk lingkungan. Jika dilihat dari kacamata bisnis, sektor perkebunan ini adalah jenis investasi jangka panjang.
Seperti yang dilakukan Eti Sulastri (46) pegiat lingkungan warga Desa Pasirsalam Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam upayanya merehabilitasi Pasir Goong. Butuh waktu 19 tahun bagi dirinya untuk membuat bukit seluas 12 hektare itu menjadi rimbun pepohonan.
Di sisi lain Eti bukan pengusaha pemilik lahan atau investor besar yang mampu menyewa bukit. Eti sekadar perempuan petani yang peduli terhadap kondisi bukit gundul di lingkungannya. Lalu bagaimana dia bisa konsisten merawat apa yang ditanamnya dan tak tergiur untuk menebang dan menikmati hasilnya di tahun kelima atau tahun kesepuluh?.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa menafikan sisi idealisme atau kepuasan batin yang dirasakan Eti atas perjuangannya itu, mengulik keuntungan yang dia dapat tentu menjadi hal menarik. "Lebih kepada kepuasan batin, tapi memang ada hasil yang saya dapat walau hanya sekedar tambahan penghasilan. Yaitu dari agroforestry," kata Eti.
Agroforestry adalah pemanfaatan bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian.
"Diantara pepohonan besar itu saya tanam cabe, kacang tanah, jagung atau apa saja yang menghasilkan. Bahkan sekedar rumput pun ada manfaatnya untuk pakan kambing. Jadi dari situ saya bisa dapat hasil," kata Eti.
Eti mulai menanam pohon di Bukit Goong sejak 2003 lalu dengan beragam pepohonan. Eti memang tak sendiri, saat melakukan penanaman dia dibantu oleh Isur Suryana, suaminya. Awalnya Eti menyewa sepetak lahan di Pasir Goong untuk kandang ayam pedaging. Saat itulah muncul inisiatif dirinya untuk menanami bukit itu dengan pepohonan. "Saya ikut membersihkan dan mencangkul lahan. Tuh suami saya sampai cedera otot pinggangnya, gara-gara mencongkel akar waktu membersihkan lahan sebelum dicangkul," kata Eti.
Awal merehabilitasi bukit, Eti melakukannya sendiri dengan modal mandiri. "Untuk pupuknya manfaatkan kotoran ayam. Sebetulnya kalau dijual itu kotoran hasilnya lumayan, tapi karena ingin merehab lahan, dipakai saja yang ada," kata Eti.
Sejak saat itu hari-hari Eti disibukkan dengan mengurus lahan seluas 12 hektare tersebut. Setelah itu dia mulai mendapatkan bantuan bibit tanaman dari pemerintah. "Ketika itu suami saya mulai ikut jadi PKSM (penyuluh kehutanan swadaya masyarakat). Jadi mungkin lebih mudah untuk mengakses bantuan bibit," kata Eti.
Bibit tanamannya dia dapatkan dengan mengakses bantuan pemerintah. Setelah hampir 20 tahun, pohon yang ditanam Eti membesar, hasilnya bukit yang gundul itu kini menjadi hijau.
Sumber Mata Air Semakin Melimpah
Kepala Desa Pasirsalam Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya bersyukur punya warga seperti Eti Sulastri. Sosok perempuan yang peduli lingkungan, khususnya gigih dalam melakukan upaya rehabilitasi bukit Pasir Goong. "Saya tahu kiprah Bu Eti dan Pak Isur suaminya, saya kan tahun 1997 mulai jadi anggota BPD di desa ini. Pasir Goong memang dulu gundul, lahan kritis," kata Darman, Selasa (20/12/2022).
Darman mengatakan salah satu manfaat yang didapat oleh masyarakat adalah berubahnya sumber air tanah. Sebelum Pasir Goong ditanami pepohonan, warga sekitar Pasir Goong yang membuat sumur, kedalamannya mesti lebih dari 20 meter. Sekarang cukup 8 meter, sumur sudah ada airnya.
"Manfaatnya besar, dulu kalau gali sumur harus 20 meter baru dapat air. Sekarang 8 meter juga sudah ada. Mungkin karena Pasir Goong berubah jadi daerah resapan air," kata Darman.
Sebagai pihak yang berkuasa atas kepemilikan bukit Pasir Goong, Darman mengatakan pihaknya juga ikut berkomitmen untuk menjaga kelestarian tegakan pohon di area itu. Dia memaparkan, tanah carik desa itu kini digarap oleh sejumlah masyarakat, termasuk Eti. "Misalnya ada warga penggarap yang butuh uang dan berniat menebang. Maka oleh desa ditampung (dibeli), tapi oleh kami tidak ditebang. Dibiarkan saja, paling kalau butuh untuk kegiatan sosial atau Rutilahu baru kami tebang," kata Darman.