6 Fakta Sesar Cugenang Pemicu Gempa 5,6 Magnitudo di Cianjur

6 Fakta Sesar Cugenang Pemicu Gempa 5,6 Magnitudo di Cianjur

Ikbal Selamet - detikJabar
Jumat, 09 Des 2022 13:00 WIB
Foto Udara Zona Bahaya Patahan Aktif Cugenang
Foto Udara Zona Bahaya Patahan Aktif Cugenang. (Foto: Dok. BMKG)
Cianjur -

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan gempa berkekuatan magnitudo (M) 5,6 yang membuat Cianjur porak-poranda disebabkan pergeseran Sesar Cugenang.

Panjang sesar yang baru teridentifikasi ini mencapai 9 kilometer yang melintasi sembilan desa di dua kecamatan.

Berikut fakta-fakta Sesar Cugenang yang guncangannya mengakibatkan ratusan orang di Kota Santri tewas :

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Baru Ditemukan BMKG

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan patahan atau sesar tersebut baru teridentifikasi dan tidak dalam bagian sesar aktif lain di Jawa Barat. "Dari hasil penelusuran, ditemukan ada patahan yang baru teridentifikasi, karena patahan ini melintasi kecamatan Cugenang maka ditetapkan (namanya) Patahan Cugenang," kata Dwikorita, Kamis (8/12).

2. Panjang Patahan 9 Kilometer

Panjang sesar tersebut mencapai 9 kilometer dengan melintasi dua kecamatan, mulai Kecamatan Cugenang dan Kecamatan Cianjur. Bahkan radius berbahaya kiri-kanannya 300-500 meter.

ADVERTISEMENT

Panjangan bentangan sesar itu dihitung berdasarkan kajian strike patahan aktif Cugenang didasarkan pada focal mechanism dan sebaran gempa susulan, pelamparan kemenerusan surface rupture atau retakan permukaan, sebaran kerusakan bangunan, dan kelurusan morfologi.

"Kita juga menggunakan pemantauan udara, termasuk melihat sebaran titik kerusakan dan menyusuri garis diantaranya, sehingga didapatkan sesar yang baru teridentifikasi ini membentang sepanjang 9 kilometer," jelas Dwikorita.

3. Melintasi 9 Desa

Berdasarkan hari hasil survei dan kajian BMKG, diketahui jika patahan aktif atau Sesar Cugenang melintasi delapan desa di Kecamatan Cugenang dan satu desa di Kecamatan Cianjur.

Desa-desa yang dilintasi yankni Desa Ciherang, Desa Ciputri, Desa Cibeureum, Desa Nyalindung, Desa Mangunkerta, Desa Sarampad, Desa Benjot, dan Desa Cibulakan Kecamatan Cugenang. Sementara itu ada satu desa di Kecamatan Cianjur yang dilintasi sesar tersebut, yakni Desa Nagrak.

4. Picu Gempa Cianjur

BMKG menyebut gempa bumi berkekuatan magnitudo (M) 5,6 yang mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022) lalu disebabkan patahan atau sesar baru yang dinamai Sesar Cugenang.

Sesar ini membentang sepanjang 9 kilometer dengan melintasi 9 desa di dua kecamatan di Kota Santri. Bahkan pergerakan sesar ini memicu gempa susulan yang kini sudah terjadi sebanyak 402 kali dengan kekuatan guncangan paling besar 4,3 magnitudo dan paling kecil 1.0 magnitudo.

5. Guncangan Akibatkan Korban Jiwa-Rumah Rusak

Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 yang disebabkan aktivitas Sesar Cugenang mengakibatkan banyak korban jiwa dan rumah rusak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur tercatat ada 334 orang meninggal dunia dengan delapan orang masih hilang.

Korban luka berat mencapai 593 orang dengan 41 orang di antaranya masih dirawat di rumah sakit. Bahkan tercatat juga ada 114 ribu warga mengungsi.

Gempa juga mengakibatkan 55.391 rumah rusak, dimana 13 ribu di antaranya rusak berat hingga ambruk, 26 ribu rumah rusak ringan, dan 15 ribu rumah rusak sedang.

6. Area Patahan Harus Disterilkan

BMKG merekomendasikan agar 9 desa yang dilintasi patahan itu disterilkan atau dikosongkan dari bangunan pemukiman. Sebab dikhawatirkan sesar kembali aktif sehingga menimbulkan gempa.

Namun, dia menjelaskan jika tidak seluruh bagian desa yang dikosongkan, melainkan di titk patahan dan kawasan disekitarnya dengan radius 300-500 meter.

"Panjang patahan ini sekitar 9 kilometer, dengan radius berbahaya kiri-kanannya 300-500 meter. Jadi maksudnya bukan berarti seluruh desa dikosongkan, tapi di jalur utama patahan serta zona berbahaya di radius 300-500 meter," jelas Dwikorita.

Dia menambahkan kawasan di zona berbahaya bisa dialihkan menjadi lahan pesawahan, resapan, hingga konservasi.

"Lahan tersebut tetap bisa dimanfaatkan untuk kawasan nonstruktural. Bisa untuk lahan pesawahan, dihijaukan, serapan, konservasi, atau bahkan wisata tanpa adanya hotel. Konsepnya ruang terbuka tanpa ada bangunan sehingga jika terjadi gempa agar tidak ada runtuhan bangunan dan korban jiwa," ucap dia.

Halaman 2 dari 2
(mso/orb)


Hide Ads