Beda Penanganan Trauma Healing Anak dan Dewasa

Beda Penanganan Trauma Healing Anak dan Dewasa

Bima Bagaskara - detikJabar
Sabtu, 26 Nov 2022 18:30 WIB
TNI Angkatan Laut (TNI AL) memberangkatkan Tim Psikologi. Mereka melakukan trauma healing untuk membantu korban gempa Cianjur.
Tim Psikologi TNI AL Berikan Trauma Healing Korban Gempa Cianjur. (Foto: dok. TNI AL)
Bandung -

Penanganan pascabencana jadi hal penting dilakukan untuk para korban. Mereka yang menjadi korban perlu diberi trauma healing karena melihat langsung bagaimana bencana terjadi. Pemberian trauma healing pun harus dilakukan dengan tepat, tergantung siapa korbannya. Anak-anak dan orang dewasa punya cara berbeda saat mendapat trauma healing.

Direktur Rumah Sakit Unggul Karsa Medika Bandung Dr Theresia Monica Rahardjo mengungkapkan, trauma healing bagi anak-anak lebih mudah dan fleksibel untuk dilakukan. "Orang tua beda dengan anak, anak lebih fleksibel karena meski terdampak trauma, kalau melakukan perlakuan dengan benar recoverynya cepat," kata Monica, Sabtu (26/11/2022).

Monica mengatakan, trauma healing bagi anak bisa dilakukan dengan mengajak main si anak yang jadi korban bencana. Menurutnya anak-anak mudah teralihkan jika diberi perlakuan yang tepat. "Salah satunya sukanya main, dia (anak-anak) itu mudah teralihkan. Anak di daerah bencana bisa diajak main, diajak ngobrol segala macam lah," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan untuk orang dewasa, pemberian trauma healing harus dilakukan dengan cara yang tepat dan tentunya berbeda dengan anak-anak. Monica menuturkan, orang dewasa cenderung menyimpan segala sesuatu di dalam hati. "Kalau orang dewasa tentu beda, orang dewasa cenderung menyimpan di dalam hati. Kalau anak nangis, ketawa ya dilakukan," ungkap perempuan yang akrab disapa Dokmo ini.

"Kalau orang dewasa kita ajak untuk menerima, suami meninggal, rumah hancur ,istri meninggal tapi hidup perlu berlanjut," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Orang dewasa yang jadi korban bencana bisa dikumpulkan untuk diajak berdialog dan mengungkapkan apa yang dirasakan. Manusia sebagai makhluk sosial kata dia harus punya kedekatan psikologis dengan sesama.

"Kalau (trauma healing) untuk orang dewasa harus ada komunitas sehingga bisa berbagi, di dapur darurat ajaklah ibu-ibu mengerjakan itu (makanan). Jangan biarkan mereka melamun, ajaklah walaupun mereka kehilangan keluarga tapi juga bisa bermanfaat," ujar Dokmo.

Meskipun trauma healing sebenarnya tidak bisa membuat seseorang benar-benar bisa melupakan kejadian bencana. "Walaupun kita tidak bisa melupakan apa yang sudah mereka alami, tapi setidaknya mereka bisa bangkit," tutup dia.

(bba/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads