Gempa susulan yang terjadi di Cianjur disebut terus melanda. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan jika melandainya gempa susulan terjadi sejak Selasa (22/11/2022) kemarin.
Dalam catatannya, BMKG merilis jika hingga hari ini pukul 08.00 WIB, gempa susulan di Cianjur terjadi sebanyak 162 kali dengan magnitudo terbesar M 4,2 dan terkecil M 1,2.
"Gempa-gempa susulan itu sebagian besar tidak dirasakan, dan yang bisa dicatat adalah alat, dan ada beberapa yang bisa dirasakan. Insya Allah, dalam kurun waku empat hari ke depan, gempa-gempa susulan tersebut sudah reda dan stabil," ungkap Dwikorita dalam keterangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, gempa susulan terus terjadi di Cianjur pasca gempa bumi berkekuatan M 5,6 yang terjadi Senin (21/11) kemarin.
Pasca rentetan gempa yang terjadi, Dwikorita juga mengimbau kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk tetap mewaspadai potensi terjadinya bencana alam lainnya mengingat saat ini Indonesia mulai memasuki musim penghujan.
Ia menuturkan, khawatir bencana alam seperti banjir dan tanah longsor akan membawa material-material reruntuhan bangunan yang disebabkan karena gempa M 5,6.
"Saat ini curah hujan sedang meningkat menuju puncaknya di bulan Desember hingga Januari nanti, jadi harus diwaspadai kemungkinan terjadinya bencana mengikuti usai gempa kemarin. Lereng material yang runtuh seperti tanah, batu, pohon, kerikil, dan lainnya harus dibersihkan agar tidak terbawa air dan menjadi banjir bandang. Hal ini pernah terjadi saat gempa Palu dan Pasaman Barat," ujarnya.
![]() |
Masih kata Dwikorita, pasca gempa Cianjur itu warga diminta untuk mulai menggunakan struktur bangunan tahan gempa. Sebab, banyaknya korban jiwa akibat gempa di Cianjur disebabkan karena struktur bangunan di wilayah yang diminta tidak memenuhi standar tahan gempa.
"Mayoritas bangunan yang rusak karena dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa yang menggunakan besi tulangan dengan standar semen. Akibatnya, bangunan tersebut tidak mampu menahan guncangan gempa," jelasnya.
"Perlu dipahami, bahwa banyaknya korban jiwa dan luka-luka dalam gempa bumi Cianjur bukanlah menimbulkan guncangan gempabumi, melainkan karena tertimpa bangunan yang tidak sesuai dengan struktur tahan gempa bumi," tambah dia.
Dwikorita mengatakan, untuk pemukiman warga di daerah lereng-lereng dan perbukitan, pemerintah harus mulai mempertimbangkan opsi relokasi. Itu karena berdasarkan analisa BMKG, gempa Cianjur merupakan gempa yang berulang.
"Setiap 20 tahun dan kemungkinan dapat terjadi kembali. Sementara, topografi di wilayah lereng dan perbukitan tersebut tidak stabil dengan kondisi tanah yg rapuh atau lunak dan sering jenuh air akibat curah hujan yg cukup tinggi," katanya.
(bba/yum)