Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu mencatat 18.818 warga terduga (suspek) penyakit menular Tuberkulosis (TBC). Hingga Oktober tahun 2022, dari 8.473 orang yang terperiksa, petugas mendapati 1.791 orang terpapar TBC.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Indramayu Dede Setiawan mengatakan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan pihaknya masih jauh dari target. Saat ini baru mencapai 51 persen dari target 3.485 orang terverifikasi terpapar TBC di tahun 2022.
Ada beberapa alasan kenapa jumlah warga terduga tertular TBS dengan jumlah masyarakat yang terverifikasi TBC sangat berbading jauh. Pertama, banyak pasien TB yang tidak ternotifikasi, terutama dari pelayanan swasta, dokter mandiri, maupun klinik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua dari sisi masyarakat sedikit kurang tapi kalau sudah mau bisa sampai rutin penyembuhan," kata Dede Setiawan saat ditemui detikJabar, Senin (21/11/2022).
Dede mengatakan, upaya mencari terduga atau suspek belum selesai. Perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti kontak yang dilakukan penderita TC. "Dari satu penderita TB, kita mencari minimal 20 orang kontak erat, seperti keluarga, kontak sosial dan pekerjaan. Sehingga terduga bisa mencapai 18 ribu itu," katanya.
Penanganan penyakit menular ini butuh kolaborasi berbagai pihak. Sehingga, bisa memudahkan pendataan yang kemudian untuk mencapai angka kesembuhan.
"Kita sudah membentuk distrik public private mix, yaitu koalisi profesi para pihak untuk menanggulangi TB. Diantara nya pendataan internal di rumah sakit dan fasyankes lainnya," ujarnya.
Dede juga sebutkan pendampingan terhadap penderita pun sangat perlu dilakukan. Sebab, proses pengobatan TB harus intensif. Karena bisa menimbulkan resisten obat pada penderita jika tidak teratur. Hal itu akan memperparah kondisi kesehatan.
"Kontrol terhadap penderita kita juga menggandeng para kader, biar pemulihan berjalan lancar minimal 6 bulan. Bahannya kalau sudah terkena RO (resisten obat) biaya pengobatan sangat mahal itu," katanya.
(iqk/iqk)