Mata Hada (75) warga Kampung Gunung Sinagar, Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, langsung menerawang ketika mengenang peristiwa erupsi gunung Galunggung tahun 1982 silam.
"Getir sekali, habis semua tak ada yang tersisa," kata Hada, Kamis (3/11/2022).
Saat Galunggung meletus, Hada masih usia dua puluhan dan baru memiliki seorang anak usia 3 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seminggu sebelum meletus, suara gemuruh terdengar keras sekali. Pepohonan mengering, setiap malam kami ronda," kata Hada.
![]() |
Gempuran 'Bom' Vulkanik
Menurut catatan Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi erupsi pertama gunung Galunggung terjadi pada Selasa malam tanggal 4 April 1982.
"Malam itu saya kebetulan ronda, pas ada suara menggelegar keras sekali, terus hujan batu dan pasir semua warga bersiap mengungsi. Malam itu kami berkumpul dulu di masjid. Baru pada pagi harinya semua warga jalan kaki mengungsi ke Cisayong," kata Hada.
Warga berjalan sambil melindungi kepada dengan papan atau benda lain yang sekiranya bisa melindungi dari hujan batu.
"Meja atau kursi diangkut bersama-sama agar kepala terlindungi. Terus wajah dibungkus sarung seperti ninja, belum ada masker. Jarak pandang juga cuma 1 meter. Kita jalan terus ke Cisayong, ke lapang bola Lodaya yang sekarang rumputnya bagus, nah itu dulu tempat mengungsi," kata Hada.
![]() |
Karena sibuk melindungi kepala dari hujan batu itulah yang membuat Hada tak bisa membawa barang atau harta benda miliknya. "Boro-boro menyelamatkan ternak, kita hanya bawa baju saja. Rumah saya hangus terbakar," kata Hada.
Menurut Hada rumahnya terbakar akibat batu api yang disemburkan Galunggung ke segala arah. "Batu yang terbakar itu menimpa rumah, mungkin membakar kasur sehingga rumah saya habis kebakaran," kata Hada.
Batu api itu menurut dia menimpa secara acak sehingga tak semua rumah warga terbakar. "Mungkin itu mah sudah nasib keluarga saya saja, buktinya rumah tetangga saya tidak terbakar padahal atapnya ijuk. Tapi rumah saya yang beratap genting, malah terbakar," kata Hada.
Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Galunggung, Gradita Trihadi mengatakan batu api yang bisa membakar rumah itu memang kerap terjadi dalam musibah erupsi gunung api. "Itu sering dikenal dengan sebutan bom vulkanik. Itu adalah batuan yang terbakar," kata Gradita.
Menurut dokumen laporan dari Satkorlak Jawa Barat pada hari pertama letusan jumlah penduduk yang mengungsi sekitar 35.000 orang. Mereka adalah penduduk dari lebih 20 desa yang tersebar di kaki gunung Galunggung.
"Hampir setahun kami hidup di pengungsian, kami tak boleh kembali ke kampung. Karena dijaga tentara, mungkin itu dilakukan untuk menghindari penjarahan," kata Hada. Meski demikian dia tetap bisa masuk karena bisa membuktikan bahwa dia adalah penduduk kampung Sinagar.
"Harus izin dulu, itu juga tidak lama. Dari situlah kami tahu rumah kami terbakar, kemudian saya juga ingat sempat pulang ke kampung untuk membawa ayam," kata Hada.
Setelah itu warga pun terpaksa tinggal hampir setahun di pengungsian karena aktivitas Galunggung yang tak kunjung reda. Hingga akhirnya, pemerintah menyalurkan pengungsi ke program padat karya dan program transmigrasi.
(yum/yum)