Kilau mentari bersinar keemasan dari ufuk timur Kabupaten Garut. Selepas kajian Subuh, santri-santri Ponpes Ath-Thaariq segera bergegas ke ladang. Mereka berbagi tugas, mulai dari menyiram beragam tanaman hingga menyiapkan pakan ternak.
Di atas lahan kurang lebih 1 hektare, santri-santri itu cekatan menjalankan tata produksi berbasis agro teknologi. Berpegang teguh pada visi Rahmatan lil alamin, mereka mampu menuai pangan dari lahan garapan untuk kebutuhan santri atau pun dijual di gerai organik dan jejaring pesantren.
Geliat santri-santri dalam menjaga ketahanan pangan dan penyelamatan lingkungan di pusat pemerintahan Kota Intan itu, menjadikan Ath-Thaariq sebagai representatif Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB untuk kategori family farming decade di Indonesia untuk tahun 2018-2028.
Sementara itu di wilayah perkotaan, Pesantren Miftahul Khoir yang memiliki lahan yang terbatas di Kota Bandung, tetap mampu bergeliat di bidang industri kreatif, yakni fesyen.
Lewat brand Alifba Family Wears yang berfokus pada baju anak-anak, unit bisnis pesantren Miftahul Khoir yang dirintis sejak tahun 2018 itu bisa meraup omzet dari puluhan hingga ratusan juta Rupiah per bulannya.
Setiap pundi-pundi yang dihasilkan, digunakan untuk pengembangan pesantren dan juga pemberdayaan santri-santri, khususnya bagi santri yang tidak mampu.
Begitu pun Pesantren Darul Hidayah memiliki cara yang berbeda untuk berdaya. Pesantren yang berada di kawasan padat penduduk Bandung itu, memiliki unit usaha yang bergerak di sektor teknologi, yakni dengan menciptakan Lampu Limar (lampu mandiri rakyat) bertenaga surya.
Ribuan lampu dengan tenaga terbarukan yang diproduksi di pesantren Darul Hidayah setiap bulannya ditebarkan ke berbagai pelosok negeri yang belum tersentuh aliran listrik.
Berdasarkan Pangkalan Data Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) RI pada 2021, di Jabar terdapat 8.343 pesantren. Lebih banyak dibandingkan Banten (4.579 pesantren), Jawa Timur (4.452 pesantren) maupun Jawa Tengah (3.787 pesantren).
Pesantren di Jabar menyimpan potensi 'emas' yang besar untuk memperkuat ketahanan pangan dan menggerakkan roda ekonomi di masa yang akan datang. Di pesantren jua lah terdapat sumber daya manusia pada usia produktif berhimpun.
Laman Open Data Jabar pada 2021, mengungkapkan jumlah santri di Jabar tercatat hampir mencapai 1 juta jiwa, tepatnya 907.515 jiwa. Tak heran jika Pemerintah Provinsi dan Bank Indonesia Jawa Barat berinvestasi di pesantren lewat berbagai program unggulan.
Komisioner KPAI Ai Maryati Solihat dalam kolom 'Hari Santri dan Bonus Demografi di Indonesia' yang terbit di detikcom pada 21 Oktober 2022, menyebut Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dari kalangan santri.
Indonesia akan mencapai manusia produktif di atas usia 15 tahun dan di bawah 64 tahun di tahun 2030-2040. Sehingga anak-anak yang saat ini menjadi bagian santri, akan menjadi populasi yang menjadi target sosial lapis generasi emas yang membawa kemajuan bangsa menuju kesejahteraan ekonomi.
"Menurut Bappenas pada tahun tersebut penduduk usia produktif Indonesia mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan berjumlah 270 juta jiwa. Secara sederhana dengan meningkatnya usia produktif akan meningkatkan modalitas sosial dan pertumbuhan dalam berbagai lini," tulis Ai seperti dikutip detikJabar.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengungkapkan, berbagai program dan inovasi dalam rangka mendorong ketangguhan dan pemerataan perekonomian di seluruh lapisan masyarakat di wilayah Jawa Barat.
Adapun Inovasi yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu One Pesantren One Product (OPOP). Untuk OPOP, Pemprov Jabar telah menginvestasikan dana hingga ratusan miliar Rupiah untuk memantik ketahanan pangan dan pusat ekonomi pesantren-pesantren di wilayah Jabar.
"Kalau pesantren ekonominya hebat, mungkin ada efek domino kepada tetangga dalam bidang ekonomi," ujar Ruzhanul dalam West Java Investment Summit 2022 Day 2, Kamis (6/10/2022).
Pakar ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi melihat pesantren sebagai roda penggerak ekonomi berkelanjutan di Jabar. Sebab, ia melihat pesantren merupakan sebuah institusi yang memiliki sumber daya manusia yang mumpuni.
"Jelas pesantren itu tidak hanya berbasis pendidikan, tapi juga merupakan roda penggerak ekonomi. Tidak ada keraguan bahwa pesantren sebagai suatu penggerak ekonomi, karena memiliki SDM yang bagus dan organisasi yang bagus," kata Acuviarta kepada detikJabar, Kamis (17/11).
Lalu bagaimana geliat pesantren-pesantren di bidang ketahanan pangan dan ekonomi di Jabar ? Simak di halaman selanjutnya.
(yum/yum)