103 Ribu Warga Jabar Tertular TBC

103 Ribu Warga Jabar Tertular TBC

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 09 Nov 2022 22:30 WIB
Lungs made of white and black pills on pink background. World Tuberculosis Day concept
Ilustrasi Tuberkulosis (Foto: Getty Images/iStockphoto/Liliia Lysenko)
Bandung -

Dinas Kesehatan Jawa Barat mengungkap kesadaran masyarakat akan ancaman penyakit tuberkulosis (TBC) masih rendah. Padahal, jumlah kasus dari virus yang menyerang paru-paru ini di Jabar angkanya begitu tinggi.

Kadinkes Jabar Nina Susana Dewi merinci, kasus TBC di Jawa Barat berkisar dialami 128 ribu warga. Angka ini menjadi paling besar se Indonesia, yang menempati urutan kedua jumlah penderita TBC di dunia. "Yang ditemukan baru 103 ribu," kata Nina saat rakor upaya untuk menekan penyebaran TBC dan mencegah penambahan stunting, di Bandung, Rabu (9/11/2022).

Menurut Nina, rendahnya kesadaran warga terhadap TBC akibat proses pengobatannya yang lama dengan memakan waktu 6 bulan. Tidak sedikit pasien yang menghentikan pengobatan meski terbilang baru menjalani pengobatan tersebut. Akhirnya, banyak pasien yang tak kunjung sembuh dari TBC. "Orang tak tahan terus menerus berobat setiap hari. Jadi ini yang menyebabkan tak tercapainya pengobatan," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyebab lainnya, tambah Nina, banyaknya orang yang masih merasa malu ketika ada keluarganya yang terkena TBC. Sehingga masih banyak warga yang punya kontak erat dengan pengidap TBC namun tidak melakukan pengobatan. Padahal, penularan penyakit tersebut relatif mudah karena bisa melalui udara.

"Padahal harusnya yang kontak erat menjalani terapi pencegahan TBC (TPT), diberi obat juga. Tapi banyak yang kontak erat tidak mau periksa, sehingga tidak menjalani TPT, ujungnya terkena dan menularkan," paparnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, penyebaran TBC pun diperburuk dengan tidak terdeteksinya penyakit tersebut saat pengobatan. Menurut Nina, banyak warga yang merasa terkena flu dan batuk biasa sehingga hanya menjalani pengobatan biasa. "Mungkin dianggap flu biasa, batuk biasa, padahal sudah sering, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, sehingga (saat berobat) tidak diperiksa dahak, tidak dirontgen," jelasnya.

Di samping itu, menurut Nina masih tingginya penyebaran TBC terjadi karena minimnya pendataan terutama dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Dia menilai, banyak klinik maupun rumah sakit swasta yang tidak melaporkan jika sedang mengobati pasien TBC. "Kepatuhan untuk melapor juga kecil. Ini menambah beban untuk menurunkan TBC," katanya.

Ketua Tim Pencegahan, Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinas Kesehatan Jawa Barat M Yudi Koharudin menjelaskan, terdapat tiga indikator jika ingin menurunkan bahkan menghilangkan penularan TBC. Pertama, penemuan kasus harus mencapai target sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengetahui jika mengidap TBC.

"Kedua, pengobatannya harus dilakukan sampai tuntas sedikitnya selama enam bulan. Dan ketiga yaitu pemberian terapi pencegahan. Diberikan ke orang-orang yang punya kontak erat dengan pengidap TBC," katanya.

Sama dengan penderita TBC, menurutnya orang-orang yang punya riwayat kontak erat pun harus mendapat penanganan. Mereka yang punya riwayat kontak erat ini harus diberi obat untuk menekan penyebaran. "Ada yang obatnya diberikan selama tiga bulan, tiap minggu. Ada yang diberikan tiap hari," ujarnya.

Lebih lanjut Yudi katakan, pihaknya menargetkan penemuan kasus pada 2022 ini mencapai 90 persen. Namun, dia mengakui tingkat kesembuhan pengobatan TBC di Jawa Barat baru mencapai 73 persen. "Alhamdulillah sudah 92 persen. Yang jadi masalah, target TPT masih sangat kecil. Masyarakat belum sadar pentingnya pengobatan (pencegahan) saat sudah kontak erat dengan pasien TBC. Tidak hanya keluarganya, petugas yang mengecek pasien pun harus dicek yang diobati," ujarnya.

Kepala Labkesda Jawa Barat Ema Rahmawati mengatakan, pihaknya siap melakukan pemeriksaan terhadap sampel TBC. Bahkan, Labkesda Jawa Barat menjadi rujukan nasional pemeriksaan mikroskopis TBC. "Bahkan sampai saat ini petugas kami selalu hadir untuk membina provinsi lain," katanya.

Dia menyebut, dalam setahun pihaknya memeriksa 300-400 ribu sampel TBC rutin dari Jawa Barat dan provinsi lain. "Lalu ada 8 ribu per tahun sampe TB resisten obat," pungkasnya.

(ral/iqk)


Hide Ads