Persoalan Sampah yang Membelit Kota Bandung

Persoalan Sampah yang Membelit Kota Bandung

Oris Riswan Budiana - detikJabar
Sabtu, 29 Okt 2022 21:36 WIB
Sampah menumpuk di kawasan Karapitan, Kota Bandung.
Sampah di kawasan Karapitan, Kota Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Sampah masih menjadi isu yang perlu diselesaikan bersama, mulai dari sektor pemerintah, akademisi, hingga komunitas. Sebanyak 1.500 ton sampah dihasilkan setiap harinya di Kota Bandung atau 0,63 kg tiap orang per hari.

Menurut Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mindset atua pandangan terhadap sampah perlu diubah dari 'permasalahan' menjadi 'potensi'.

Ia memaparkan, mayoritas jenis sampah yang dihasilkan Kota Bandung adalah sisa makanan sebanyak 44,5 persen, sampah plastik 16,7 persen, karton 13,2 persen dan sampah kain 4,75 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau masih dilakukan penanganan dengan cara konvensional, tahun 2023 sampah Kota Bandung bisa sampai 1.700 ton per hari," ujar Ema dalam rilis yang diterima detikJabar, Sabtu (29/10/2022).

Hal ini jadi masalah tersendiri. Sebab Kota Bandung tidak memiliki TPA sendiri. Saat ini Kota Bandung masih bergabung dengan wilayah lain di Sarimukti Kabupaten Bandung Barat dalam membuang sampah. Belum lagi infrastruktur dan kendala lainnya yang masih menjadi tantangan tersendiri.

ADVERTISEMENT

"Perlu ada pergeseran paradigma. Jangan jadikan sampah sebagai masalah, tapi benar-benar harus jadi potensi, meski memang ini tidak mudah," ucapnya.

Demi mengoptimalkan penanganan sampah, Pemkot Bandung bersama ITB berkolaborasi dalam program Smart with Living Lab (SWLL). Program ini diusulkan Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB (PIKKC ITB).

SWLL merupakan program laboratorium hidup yang dibuat sebagai bentuk dalam mendukung upaya mewujudkan smart and sustainibility city/campus dalam berbagai bidang, salah satu di antaranya adalah bidang lingkungan.

"Kemarin sudah menentukan tiga kawasan DDG (Dago DU Ganesha), sekarang ditambah Braga. Kita terus berdiskusi, tak hanya untuk membenahi masalah sampah, tapi juga menangani masalah PKL, parkir liar, dan titik kemacetan yang sering terjadi di empat kawasan ini," ungkapnya.

Bahkan, Kota Bandung telah mendapatkan bantuan dari PUPR berupa Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Refused Derived Fuel (RDF) di Holis.

"Ini bisa menjadi potensi ekonomi dan peluang lapangan kerja yang baru. Ini menjadi salah satu strategi yang sangat efektif jila bisa kita terapkan di seluruh kecamatan," imbuhnya.

Head of Smart City & Community Innovation Center ITB, Prof. Suhono Harso Supangkat menjelaskan, SWLL mulai dikembangkan tahun ini dan diusulkan di G20 pada November di Bali.

"Agar kehidupan lebih baik, kita minimalisasi sampah, menyirkularsikannya agar bisa lebih diberdayakan," ungkap Suhono.

Suhono sendiri berharap Kota Bandung dan ITB dapat menjadi pilot project atau percontohan untuk mengelola sampah menjadi hal yang bermanfaat.

"Program ini dilakukan untuk mempersiapkan kota/kampus dalam mengelola sampah baik makanan/ sampah kemasan menjadi maksimal dan bisa dipakai. Ini merupakan bagian dalam meningkatkan kualitas hidup dan mencapai sustainable goals" ungkap Prof Suhono.

Namun agar pengelolaan sampah menjadi lebih baik, hal itu perlu peran banyak pihak. "Ini kita bahas bersama pemerintah, akademisi, dan komunitss sehingga perspektifnya bisa lebih luas dan bisa bersinergi dengan baik untuk menyelesaikan beragam persoalan di Kota Bandung," lanjutnya. (din)

(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads