Pekerja keras dan tak pantang menyerah. Mungkin begitulah kepribadian Aki Mukrim. Sosok pria berusia 77 tahun ini tetap semangat mengais rezeki di usianya yang sudah senja.
Aki begitu dia sering disapa, merupakan seorang penjual kerupuk. Setiap hari, Aki berjalan kaki dari Kiaracondong menuju Pasar Kosambi, Kota Bandung.
Dengan memikul kaleng kerupuk berukuran besar, Aki pun menjajakan kerupuk jadulnya kepada pembeli di sepanjang jalan hingga pelataran pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aki sudah puluhan tahun berjualan kerupuk jadul. Hingga sekarang, Aki masih tetap mempertahankan profesinya itu meski makin banyak kerupuk-kerupuk yang dijual di pasaran. "Jualan dari tahun 1996, sampai sekarang," ucap Aki saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (20/10/2022).
Aki mengatakan, sejak dulu ia hanya menjual kerupuk jadul yang pabriknya berada di kawasan Kiaracondong. Setiap hari, Aki berangkat pukul 6 pagi menyusuri jalanan Kota Bandung menuju Pasar Kosambi.
Kaleng kerupuk berwarna biru jadi temannya sehari-hari. Kaleng tersebut biasanya berisikan 600 hingga 1000 kerupuk jadul. "Jualan dari pagi sampai jam 11, tapi kadang sampai jam 2 siang. Sehari bawa 600 kerupuk," ujarnya.
Kerupuk jadul dijual Aki seharga Rp 15 ribu per bungkus. Meski jadul, namun kerupuk tersebut masih eksis dan banyak digemari pembeli. Bahkan, Aki punya pelanggan tetap yang selalu membeli kerupuk jadul hampir tiap hari. "Banyak langganan," ucapnya
Aki menceritakan, kerupuk jadul dulunya bernama kerupuk Palembang. Namun makin banyaknya jenis kerupuk yang berasal dari Palembang, nama kerupuk diganti menjadi jaman dulu alias jadul. "Dulu namanya kerupuk Palembang, sebelum ada kerupuk di warung-warung ini udah ada," kata dia.
Aki menuturkan, yang membedakan kerupuk jadul dari kerupuk lainnya adalah proses pembuatan dan bahan yang digunakan. Kerupuk jadul dibuat secara manual tanpa bantuan mesin.
"Ini emang alami buatnya, kalau di warung-warung gitu pake mesin. Kalau ini enggak, harus dijemur dulu nggak pake mesin, masih full alami manual," ucap Aki.
Aki rupanya bukan warga Kota Bandung. Rumahnya berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di Bandung, Aki tinggal di pabrik kerupuk yang ia jual bersama beberapa karyawan lainnya.
![]() |
Di usianya yang tak muda lagi, Aki harus terus bersemangat untuk mendapat pundi-pundi rupiah. Tujuannya tidak lain adalah untuk menafkahi istrinya di kampung.
Aki menyatakan enggan menetap di Garut karena sulitnya mencari pekerjaan. Ia masih ingin bertahan sebagai penjual kerupuk jadul entah sampai kapan. "Rumah di Garut. Kalau pulang ke Garut nggak tentu sih, seminggu sekali dua minggu sekali. Keluarga di sana semua," ujar Aki.
"Nggak mau di sana (Garut) nggak ada kerjaan, macul, kuli bangunan ga kuat. Kalau ini udah banyak langganan jadi sayang ninggalin," imbuhnya.
"Mau lagi gimana lagi, kalau anak-anak udah pada sukses ya mungkin pensiun," ucap Aki.
Jauh sebelum menjadi penjual kerupuk jadul, Aki pernah ditawari untuk menjadi seorang guru. Namun tawaran tersebut ia tolak. "Waktu dulu ditawarin jadi guru, tapi saya nggak mau masih tetap jualan kerupuk," ujarnya.
Tidak hanya guru, ia juga sempat ditawari menjadi tentara. Namun kakak Aki melarangnya. "Tahun 63 ditawari masuk tentara, gampang asal datang. Tahun 66 coba, tapi saya nggak boleh sama kakak saya," ungkapnya.
(bba/iqk)