Selain menjadi tujuan wisata spiritual dan hutan lindung bagi habitat di dalamnya, kawasan Gunung Tangkil, Sukawayana, Kabupaten Sukabumi juga menyimpan jejak kehidupan manusia di masa lampau. Sejumlah peneliti bahkan pernah mendatangi lokasi itu dan menerbitkannya melalui Jurnal Internasional.
Hal itu diungkap Eldi Khairul, staf Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sukabumi. Ia menceritakan sekitar tahun 2020 sudah mendatangi lokasi tersebut.
"Waktu itu 2020, saya coba ke lokasi Gunung Tangkil di cek pertama kali survei untuk skripsi menemukan jalan batu dan punden berundak di tahun 2020. Posisinya itu diapit dua pohon besar," kata Eldi kepada detikJabar, Rabu (19/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa lama setelah survei itu, alumnus Arkeologi Universitas Udayana, Bali itu kemudian berkonsultasi dengan salah seorang dosen Universitas Indonesia, Ali Akbar yang pernah melakukan penelitian di Gunung Tangkil.
"Beberapa bulan setelah survei saya berdiskusi dengan Pak Ali Akbar (Dosen UI) mengenai tinggalan di Gunung Tangkil, cuma ada punden dan jalan batu itu adalah akses menuju punden tersebut. Situs ini telah dipublikasikan dalam jurnal internasional (oleh Ali Akbar), bahwa memang di sini ditemukan tinggalan berbentuk tradisi megalitik," ujarnya.
![]() |
Eldi lalu terpantik rasa penasaran saat membaca beberapa narasi yang menceritakan penemuan arca yang diduga ditemukan di kawasan Gunung Tangkil. Arca berbagai bentuk itu ditemukan Kyai Fajar Laksana yang kini mengelola Museum Prabu Siliwangi di Kota Sukabumi.
"Beberapa bulan lalu, setelah saya melaksanakan sidang skripsi mencoba memahami peninggalan arca tersebut dan meragukan keasliannya. Sekarang (disimpan) ada di museum Prabu Siliwangi, penemuan arca ada 5 yang saya tahu. Arca Ganesha, Semar dan arca megalitik perwujudan nenek moyang," papar Eldi.
"Kenapa diragukan? Karena dari metode penemuan, setelah dilakukan wawancara mendalam, kan ditemukan oleh komunitas Pak Fajar. Setelah didalami, tidak sesuai kaidah, sehingga diragukan keasliannya. Dilihat dari bahannya yang seperti baru, serta pahatan yang terlalu tipis mengindikasikan bahwa arca-arca ini berasal dari masa yang sekarang, bukan dari masa lalu" sambungnya.
"Penemuan antara tahun 2000-2006, di 2016 publikasi. Bahkan pernah dicek Balar Bandung (kini BRIN), kemudian didata. Untuk penemuan arcanya itu, di Gunung Tangkil permasalahannya adalah tidak ada yang menyebut di koordinat berapa, karena yang saya tahu (metode pencariannya) lebih ke spiritual, bukan metode ilmiah yang biasa dipakai kita di arkeologi," pungkasnya.
(sya/orb)