Namanya M Wenno Guna Utama (28). Pria yang akrab disapa Wenno tersebut merupakan seorang edukator di Museum Gedung Sate, museum yang didirikan Pemprov Jawa Barat untuk memotret perjalanan sejarah Bangsa Indonesia di Tanah Priangan.
Wenno telah menjalani profesi sebagai edukator museum sejak 2017, tepat saat pertama kali Museum Gedung Sate dibuka untuk publik. Menariknya, ia tidak punya latar belakang soal keilmuan di bidang sejarah sama sekali, karena merupakan alumnus jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung.
Meski begitu, Wenno punya komitmen untuk terus belajar sejarah perjuangan Bangsa Indonesia di Tanah Priangan. Meski kenyataannya, dia punya cita-cita ingin menjadi diplomat ketika lulus dari kuliah hubungan internasionalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cita-cita mah pengen jadi diplomat, sudah pernah nyoba daftar ke Kemenlu. Cuman emang belum rejeki kayaknya, akhirnya jadi edukator museum lah sekarang," kata Wenno saat mengawali perbincangannya dengan detikJabar belum lama ini.
Saat diterima, Wenno tercatat merupakan 5 edukator pertama di Museum Gedung Sate. Minimnya pengalaman membuatnya termotivasi untuk terus belajar sejarah. Memang, butuh waktu penyesuaian bagi Wenno selama beberapa bulan. Namun, semua itu berhasil ia lalui tanpa adanya kendala yang besar.
Kepada detikJabar, Wenno mengaku pada saat awal-awal bertugas ia sempat grogi. Tak hanya soal keilmuan di bidang sejarah, ia juga minim pengalaman dalam hal public speaking. Praktis saat menjalankan tugas perdananya, Wenno hanya diminta untuk mengantar para pengunjung dari kalangan pelajar.
"Adaptasinya untung enggak lama, sebulan dua bulan cukup untuk mencoba pertama kali ngeguide. Pertama kali mencoba itu ke rombongan sekolah, Alhamdulliah enggak ada kendala," ucapnya.
Lambat waktu, Wenno mulai terbiasa dengan tugas barunya. Ditambah bekal ilmu di jurusan HI Unikom, membuatnya dipercaya pengelola Museum Gedung Sate untuk mendampingi pengunjung yang berstatus sebagai wisatawan mancanegara.
Berkah bagi Wenno makin bertambah. Sebab, ia juga dipercaya untuk mendampingi delegasi negara asing mulai dari pejabat setingkat diplomat hingga yang berasal dari kedutaan besar (Kedubes) suatu negara.
"Awal itu saya jadi 5 edukator pertama di sini, tapi baru berani megang (mendampingi) anak sekolah. Kalau yang lain udah langsung guide pejabat kayak bupati, walikota sampai gubernur. Saya waktu itu belum berani," katanya
"Tapi berjalannya waktu, sekarang udah dipercaya mendampingi diplomat-diplomat dari luar negeri, kedubes, itu udah biasa sekarang," ucapnya menambahkan.
Wenno pun sadar betul profesinya sebagai edukator museum harus terus diisi dengan pengetahuan sejarah. Menariknya, seiring dia terus membaca sejarah-sejarah itu, kecintaan Wenno terhadap perjalanan Bangsa Indonesia pun makin tinggi.
Ia bercerita, dulu saat kuliah, dia tidak terlalu tertarik dengan hal yang berbau sejarah. Lebih baik diisi dengan nongkrong dan berkumpul bersama teman katanya.
Namun setelah menyelami dunia sejarah, kecintaannya makin bertambah. Terlebih ia bertugas di Gedung Sate, dan dengan beberapa literatur yang ia baca, pengetahuannya terbuka mengenai salah satu gedung bersejarah di Indonesia tersebut.
"Selain ada pelatihan dari tim kurator, membaca dan memahami sejarah juga penting. Karena kita harus mencoba masuk, merasakan, dan menjadi bagian dari sejarah itu. Karena jujur kang, sebelum jadi edukator, knowledge saya tentang sejarah sejarah rakyat Indonesia teh minim, dibanding dengan sejarah bangsa luar. Setelah masuk jadi edukator, rasa memiliki saya jadi makin tinggi," tuturnya.
"Saya punya rasa memiliki bahwa ini Gedung Sate teh bukan cuma bangunan, gedung tempat kerja. Lebih dari itu ternyata ada cerita dan makna yang panjang tentang sejarahnya. Itu yang menumbuhkan kesadaran saya bahwa ternyata memahami sejarah tentang Gedung Sate itu ada kisah heroiknya, sejarahnya panjang. Dibanding dulu saya sebagai anak muda sukanya cuma main," kata dia.
Tak hanya itu, Wenno kini ikut senang karena anak muda kekinian sudah mulai mau berkunjung ke museum. Meski ada faktor sekedar ikut-ikutan tren ataupun hanya untuk unggahan konten di media sosial, namun menurutnya, anak-anak muda bisa mendapat edukasi sejarah dengan datang ke museum.
"Dan Alhamdulilah ada perbedaan jauh sebelum pandemi. Mayoritas yang datang ke museum, bukan cuma Gedung Sate, tapi Museum Geologi, Sribaduga, KAA itu mayoritas anak sekolah. Itu bagi saya enggak apa-apa walaupun cuma foto-foto, posting di medsos, setidaknya mereka datang ke museum dan membaca sejarah di museum, sekaligus mendapatkan edukasi," katanya.
(ral/iqk)