Polemik uang sumbangan sekolah SMA maupun SMK negeri di Jawa Barat akhir-akhir ini mencuat usai dikeluhkan sejumlah orang tua siswa. Polemik itu pun diminta segera diselesaikan supaya tidak mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
Pemerhati pendidikan dari Komunitas Peduli Pendidikan Jawa Barat (KPPJB) Erwienn Permadhie mengatakan, polemik ini jangan sampai bergulir tanpa ada penyelesaian. Sebab menurutnya, Pemprov Jabar sudah memiliki regulasi khusus mengenai penyelesaian polemik itu melalui Pergub No 44 Tahun 2022 tentang Komite Sekolah.
"Jangan biarkan berlarut-larut, harus segera selesaikan. Ini supaya tidak ada keraguan dan kegiatan pendidikan menengah di Jabar bisa berlangsung sebagaimana harusnya," kata Erwienn dalam keterangan resmi yang diterima detikJabar, Selasa (20/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disamping itu, ia menilai Pergub tentang Komite Sekolah belum secara tegas mengatur soal pendanaan dan biaya pendidikan di sekolah. Yang paling disorot yaitu soal uang sumbangan yang malah ditentukan nominal besarannya oleh komite sekolah.
"Bagaimana mungkin sebuah bentuk sumbangan namun ditentukan besarannya atas dasar kesepakatan kemudian dibuatkan kategori. Karena sumbangan itu bersifat sukarela," terangnya.
Meski begitu, ia menilai sekolah dan komite tidak selalu menjadi pihak yang disalahkan setelah polemik ini mencuat. Sebab menurutnya, Disdik Jabar sudah melakukan langkah dengan menginstruksikan komite supaya memberhentikan terlebih dahulu rapat dengan orang tua siswa yang membahas uang sumbangan tersebut.
"Seharusnya jangan. Kecuali, setelah Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat memerintahkan untuk menghentikan terlebih dahulu seluruh kegiatan rapat dengan orang tua peserta didik baru, ternyata masih ada kepala sekolah serta komite yang melaksanakannya, itu baru menjadi masalah," ungkapnya.
Baca juga: Mahalnya Pendidikan di Jabar |
Mengenai Pergub Komite Sekolah, Erwienn pun meminta supaya ada upaya peninjauan ulang atas regulasi tersebut. Sebab ia menilai, banyak pasal yang tak sejalan dengan keinginan semboyan sekolah gratis dari pemerintah.
"Sebaiknya terbitkan aturan yang tegas. Setelah ditinjau ulang dan di evaluasi, Dinas Pendidikan harus kembali melakukan sosialisasi secara cermat untuk menghindari terjadinya gagal paham atau salah tafsir," katanya.
(ral/iqk)