Lorong Waktu: Pesona Braga yang Tetap Eksis sejak Hindia Belanda

Lorong Waktu: Pesona Braga yang Tetap Eksis sejak Hindia Belanda

Sudirman Wamad - detikJabar
Minggu, 18 Sep 2022 07:30 WIB
Jalan Braga Bandung.
Jalan Braga Bandung (Foto: Sudirman Wamad/detikJabar)
Bandung -

Braga adalah wajah Kota Bandung. Jalan bersejarah yang menjadi primadona wisata para pelancong yang menghabiskan waktu di Kota Kembang.

Suasana di Jalan Braga ini seperti di Eropa karena bangunan di sepanjang jalan adalah warisan para arsitek zaman kolonial. Menurut laman resmi Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMTR) Provinsi Jabar, gaya bangunan di sepanjang Jalan Braga mengikuti perkembangan Kota Bandung pada periode 1920-1940.

Jalan Braga memang istimewa. Material jalannya pun dari batu andesit. Sejak era Hinda Belanda, Braga memang menjadi tempat nongkrong, saat ini pun masih sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Braga memang tak pernah sepi dengan selalu dipenuhi pejalan kaki. Selan itu deretan pengendara yang menepi untuk berswafoto saat berada di Braga menjadi pemandangan biasa.

Zaman dulu, Braga menjadi tempat kongkow para kaum The Have, tempat para nyonya dan tuan berbelanja. Tak sedikit gedung di Braga yang masih mempertahankan desain lama seperti bangunan Bioskop Majestic hal tersebut memang menyimpan banyak kenangan.

ADVERTISEMENT

Masih dalam catatan DBMTR Jabar, pembangunan Jalan Braga masih erat kainnya dengan Jalan Raya Pos atau yang dikenal Jalan Anyer Panarukan. Jalan yang dibangun Gubernur Jendral Hindia Belanda Herman Willem Deandels pada periode 1808-1811.

Sejarah lainnya adalah Jalan Braga ini juga berkaitan dengan peristiwa tanam paksa pada 1831-1870 yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda. Saat itu, kondisi keuangan pemerintah merosot setelah terjadi Perang Diponegoro periode 1825-1830. Kopi menjadi komoditas utama sat itu.

Awalnya, Braga adalah jalan yang sunyi rawan kriminalitas. Bahkan, julukan Jalan Culik sempat melekat pada Braga. Masa ke masa, Braga tetap punya cerita. Hingga akhirnya perumahan orang Eropa dibangun dan menjadi pusat wisata belanja.

Asal Nama Braga

Jalan Braga Bandung tempo dulu.Jalan Braga Bandung tempo dulu. Foto: Istimewa/Koleksi digital University Leiden

Nama Braga sendiri masih tidak jelas hingga sekarang. Kata Braga, menurut sastrawan Sunda MA Salmoen dalam buku "Baruang Kanu Ngora", berasal dari kata "ngabaraga". Artinya, berjalan menyusuri sepanjang sungai. Letak Pedatiweg saat ini Braga memang berdampingan dengan Sungai Cikapundung. Jalan yang menyusuri sungai disebut Braga. Sebagaimana halnya jalan yang menjorok ke laut dinamakan dermaga. Sedangkan sinonim kata jalan adalah marga.

Ngabaraga juga bisa diterjemahkan ke dalam bahasa 'kirata' alias dikira-kira tapi nyata menjadi ngabar raga, yang berarti bergaya memamerkan tubuh, nampang, atau mejeng. Braga waktu di bawah penjajahan Belanda maupun setelah Indonesia merdeka menjadi the place to see and to be seen. Braga memang dikenal sejak dulu hingga sekarang sebagai pusat kota yang mempunyai banyak pertokoan dan hiburan untuk bergaya. Tempat rendezvous sambil jalan-jalan dan belanja.

Perubahan nama Pedatiweg menjadi Bragaweg mungkin pula akibat ketenaran Toneelvereeniging Braga (Perkumpulan Tonil Braga), yang didirikan di Pedatiweg pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Asisten Residen Priangan, Pieter F. Sijthoff. Selain itu, ada juga versi yang menyebutkan, Braga diambil dari nama sebuah minuman khas Rumania yang biasa disajikan di Societeit Concordia yang berada di ujung selatan Bragaweg.

Terkait hal itu, Sudarsono Katam dalam buku "Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950" mengungkapkan, Mungkin perubahan nama Karrenweg menjadi Bragaweg diawali melalui bahasa lisan masyarakat Bandung pengagum ketenaran Toneel Braga. Mereka menyebut Karrenweg dengan Bragaweg dalam pembicaraan sehari-hari, hingga ditetapkan sebagai nama resmi oleh Gementee Bandoeng.

Toneelvereeniging Braga banyak mendapat kesempatan untuk unjuk kebolehan di Gedung Societeit Concordia (kini digunakan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika Bandung) guna menghibur golongan elit Eropa yang tinggal di Bandung. Kaum elit tersebut di antaranya para juragan perkebunan (Preangerplanters) serta pejabat pemerintah kolonial Belanda.

Yang jelas, menurut J.P. Verhoek, Ketua terakhir Perkumpulan Tonil Braga, seperti ditulis Haryoto Kunto dalam buku "Wajah Bandoeng Tempo Doeloe", nama Jalan Braga tidak ada hubungannya dengan penulis drama dari Portugis, Theofilo Braga (1843-1924), atau nama Dewa Puisi Bragi dalam cerita mitologi Jerman. Pun tidak terkait sama sekali dengan Braga, pahlawan bangsa Viking atau nama sebuah kota di utara Portugal.

(sud/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads