Mengulas sejarah Kabupaten Karawang yang hari ini memperingati hari jadinya ke-389, Karawang dikenal dengan berbagai budaya dan kesenian karena masa jayanya dari zaman kerajaan.
Ketua Paguyuban dan Seniman Jawa Barat Sekaligus Dewan Pakar DPRD Karawang Nace Permana menceritakan, wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu dibuktikan dengan peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang menunjukkan pemukiman pada awal masa modern yang mungkin mendahului masa Kerajaan Sunda hingga Kerajaan Tarumanagara.
"Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan Budha dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda, sebelum kedatangan Syekh Quro," kata Nace saat ditemui di Kantor Dewan Pakar DPRD Karawang, Rabu (14/9/2022).
Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas, terhampar di bagian pantai utara dan merupakan endapan batuan sedimen, sedangkan di bagian tengah kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian selatan yang merupakan wilayah limpahan dari Kawedanan Jonggol merupakan daerah perbukitan yang sejuk dengan daratan tertinggi adalah Gunung Sanggabuana dengan ketinggian 1.291 Mdpl.
Wilayah selatan ini secara iklim dan kondisi geografis berbeda dengan sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang yang didominasi oleh dataran rendah, datar dan beriklim panas, wilayah selatan secara geografis dan iklim, bahkan kultur, lebih mirip dengan wilayah Jonggol, Kabupaten Bogor.
"Pada masa Kerajaan Sunda, seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi yang datang dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan 'Syekh Quro', diutus mengikuti pelayaran ke Majapahit dan berdiam diri di Karawang pada tahun 1415, masyarakat Karawang kemudian memeluk agama Islam," papar Nace.
Syekh Quro kemudian meninggal di Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang, yang kini tempat tersebut menjadi kawasan wisata religi paling terkenal di Karawang.
"Syekh Quro punya murid namanya Nyi Subang Larang, yang kemudian dinikahi oleh Raden Pamanahrasa atau Prabu Siliwangi yang menjadi Raja Padjajaran, kediaman dan keturunannya juga berpusat di Karawang," kata dia.
Karawang menjadi daerah berpemerintahan sendiri dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632.
Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.
Karawang, kata Nace, menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini kemudian dinobatkan menjadi hari jadi Kabupaten Karawang.
Hari Jadi Karawang yang ke-389 kali ini memiliki tema Waluya, Tohaga, Raharja, yang mengartikan berbagai semboyan positif dari bahasa Sunda.
"Waluya ini, artinya adalah kesehatan, sedangkan Tohaga adalah kekuatan, dan raharja ini merupakan kesejahteraan. Dari dengan tema ini masyarakat diharapkan bisa lebih baik, sehat, kuat, serta sejahtera," imbuhnya.
Namun, Karawang yang dikenal sebagai lumbung seni dan budaya dari zaman kerajaan, kata Nace, di usia yang sudah matang menginjak tahun ke-389 ini, dinilai kurang bergema.
"Seharusnya ini menjadi hari yang sangat sakral, niali-nilai kebudayaan dan seni Karawang ini justru tidak muncul, hanya sebatas acara ceremonial biasa yang tidak bisa dikenang oleh anak cucu kita," kata dia.
Diketahui, selain rangkaian perlombaan, dari mulai memancing hingga konten video TikTok, rangkaian hari jadi Karawang yang ke-389 juga dimeriahkan dengan berbagai acara kesenian pertunjukan tarian, yang digelar di Lapangan Karang Pawitan sebagai pusat kota Karawang, dan digelar serentak di seluruh kecamatan di Karawang.
Selain itu acara inti hari jadi Karawang yang ke-389 juga dimeriahkan oleh sidang paripurna istimewa, upacara, serta rangkaian acara seremonial lainnya.
"Karawang ini dari mulai tata kota, infrastruktur, hingga pengembangan senin budaya semuanya masih dalam capaian kurang maksimal," ucap Nace.
Seperti dijelaskan Nace di Karawang memang minim identitas atau ciri khas yang bersifat mnomental. Nace menilai, pemimpin di Karawang tidak bisa membangun hasil karya yang bisa dikenang oleh masyarakat.
"Bahkan sebagai pusat sejarah dari zaman kerajaan dan kemerdekaan, Karawang justru sama sekali tak memiliki museum sebagai pusat penyimpanan benda purbakala yang bersejarah," pungkasnya.
(yum/yum)