Sejumlah orang tua murid di salah satu SMA negeri di Kota Bandung, Jawa Barat, mengeluhkan uang sumbangan yang wajib dibayar ke pihak sekolah. Pasalnya selain bersifat wajib, mereka juga mengaku mendapatkan perlakuan tak mengenakkan saat ditagih iuran tersebut oleh pihak yang disebut berasal dari komite sekolah.
Curhatan para orang tua ini pun diceritakan secara eksklusif kepada detikJabar, Selasa (13/9/2022). Salah satu orang tua siswa yang meminta namanya agar dirahasiakan mengungkapkan peristiwa itu terjadi pada Selasa (6/9) lalu. Semuanya bermula saat ia diminta datang ke sekolah melalui undangan untuk menghadiri sosialisasi dari pihak sekolah tersebut.
Ketika sudah tiba di sekolah, ia awalnya dikumpulkan bersama ratusan orang tua lain di dalam satu kelas. Setelah itu, muncul seorang pria yang disebut oleh sumber berstatus sebagai kepala sekolah, lalu memaparkan program-program sekolahnya di hadapan para orang tua siswa. Belakangan, ia lalu menyebut peristiwa itu terjadi di SMA Negeri 24 Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Undangannya resmi, bilangnya mau sosialisasi. Saya awalnya nanya, ini mau sosialisasi apa. Oh mungkin kita ini diundang karena anak-anaknya berprestasi di sekolah," kata sumber tersebut mengawali curhatannya kepada detikJabar.
Sebelum pria yang disebut kepala sekolah memaparkan programnya, sumber ini mulai menaruh rasa curiga. Pasalnya, dia dan puluhan orang tua siswa lain lantas di absen satu persatu, lalu dipersilakan berpindah duduk ke barisan depan dengan alasan ketua komite sekolah ingin melihat wajah para orang tua siswa itu lebih jelas.
"Ternyata dipanggil ke depan. 'Orang tua ini, silakan ibu', duduknya suruh pindah. Pokoknya orang-orang yang dipanggil itu dibariskan di depan, dipindahkan tempat duduknya. Setelah itu 'silakan ke depan, ketua komite ingin melihat wajahnya secara jelas'," tutur sumber tersebut menirukan percakapan sang kepala sekolah.
Setelah itu, sang kepala sekolah mulai membicarakan tentang program-program sekolahnya kepada para orang tua murid. Ada banyak topik yang dibahas, yang menurut sumber tersebut intinya tentang pengembangan kualitas sekolah.
Usai kepala sekolah memberikan penjelasan, sumber itu menyebut sang kepala sekolah dan guru-guru lain diminta untuk keluar dari ruangan forum tersebut. Pada momen inilah, kemudian keluar kata-kata yang kurang mengenakkan didengar oleh para orang tua siswa, apalagi yang belum membayar uang sumbangan ke sekolah.
"Setelah ngomong, guru sama kepsek diminta untuk keluar. Ketua komite yang ambil alih karena mau membicarakan soal keuangan. Nah pada saat itu, si bapakkomitenya langsung ngomongin orang-orang yang dipanggil tadi. Jadi kata dia, 'nih orang-orang yang dipanggil adalah orang-orang yang belum membayar sekalipun uang sumbangan untuk sekolah',"tuturnya yang kembali menirukan ucapan ketua komite sekolah itu.
"Dan itu teh di depan forum, di hadapan satu angkatan yang kurang lebih ada 300 orang. Istilahnya orang tua dipermalukan, termasuk saya. Karena saya memang termasuk orang yang belum membayar uang sumbangan," ucapnya.
Sumber ini juga masih ingat betul bagaimana kalimat bernada sindiran kembali meluncur dari mulut sang ketua komite sekolah. Sang ketua komite mengibaratkan memberi jajan anak mereka Rp 10 ribu sehari dengan menyamakan membayar harga toilet Rp 2 ribu untuk 5 kali dalam sehari, yang intinya menyindir para orang tua tersebut.
"Karena kemarin itu kata-katanya sangat kasar, banyak menyinggung orang tua pada saat pemaparan. Makanya kita sampe kaget, kok begini banget. Misalnya dia bilang gini, 'ibu dia datang ke sini dengan kerudung harga Rp 100-200 ribu, ibu emang nggak mampu ngasih uang jajan ke anak ibu Rp 10 ribu sehari? Hitung-hitung kencing di sekolah aja bu sehari 5 kali'," katanya.
"Kayak gitu kan nggak pantes yah, apalagi di forum. Jadi itu yang bikin kami sebagai orang tua merasa direndahkan," tambahnya.
Yang semakin membuat hati sumber ini tambah kesal, sang ketua komite malah membandingkan para orang tua siswa yang belum membayar sumbangan dengan orang tua lain yang sudah membayar uang sumbangan. Nominal uang sumbangan yang sudah dibayarkan bahkan turut disebut yang mencapai puluhan juta.
"Yang udah bayar sumbangannya besar mah diperlakuinnya juga beda. Kayak ada yang Rp 10 juta, dia bilang terima kasih. Terus katanya 'kami sangat mengapresiasi bantuan dari bapak yang sudah membantu orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang belum membayar. Seperti itu lah pokoknya, penuh dengan kata-kata yang menyinggung buat kami sebagai orang tua," tuturnya.
Pada satu kesempatan, di forum itu, ada orang tua yang menanyakan besaran uang sumbangan itu apakah berlaku untuk satu tahun. Namun tak disangka, menurut sumber tersebut, sang ketua komite malah mengeluarkan nada bicara yang tinggi, seraya membentang orang tua siswa yang bertanya tentang hal itu.
"Kan kemarin juga ada beberapa orang yang menanyakan, uang segitu kira-kira dipergunakan untuk apa. Mungkin itu wajar orang nanyain seperti itu, kalau misalnya pihak sekolah memaparkan dengan jelas uang ini akan digunakan untuk ini itu, kita juga mungkin enggak akan tidak terima. Yang jadi masalah, pada saat kita bertanya, itu omongannya itu dengan dibentak-bentak. Suaranya keras," katanya.
"Misalnya gini, ada orang tua yang nanya, bukannya uang segitu untuk 3 tahun, pak? Terus dia (ketua komite)-nya bilang 'Bapak berapa kali saya ngomong, ini untuk per tahun. Makanya kalau saya ngomong didenger, jangan ngobrol aja', kayak gitu. Itu sambil ditunjuk-tunjuk, itu kan kurang etis yah," imbuhnya.
Sebetulnya, sumber ini menyatakan tidak keberatan jika harus membayar sumbangan ke sekolah. Asalkan, dia meminta pihak sekolah transparan dengan menjelaskan rincian sumbangan uang dari para orang tua akan digunakan untuk keperluan apa saja selama anak-anaknya bersekolah.
Namun menurut sumber tersebut, sudah satu tahun pihak sekolah tak pernah merespons keinginan dari para orang tua murid. Pihak sekolah maupun komite selalu bergeming, hingga akhirnya forum itu digelar yang berujung pada ajang seperti cerita di atas.
"Karena kami itu menunggu surat resmi dari sekolah, kira-kira berapa yang harus kami bayarkan dan rinciannya buat apa aja. Tapi surat resmi itu nggak pernah ada, dan ini tidak pernah dinegosiasikan dengan orang tua sampai pertemuan yang kemarin. Malah diminta wajib harus bayar segitu," ucapnya.
Dalam forum itu, para orang tua juga diwajibkan menandatangani kesediaan pembayaran sumbangan ke sekolah. Adapun besarannya mulai dari Rp 3 juta s/d Rp 4 juta, Rp 4,1 juta s/d Rp 5 juta dan lebih dari Rp 5 juta.
Kewajiban pembayaran sumbangan ini lah yang diprotes para orang tua siswa. Selain tidak transparan, orang tua siswa tak pernah diberi penjelasan uang tersebut mau digunakan untuk keperluan apa di sekolah anak-anaknya nanti belajar.
"Karena yang menentukan itu ketua komite, kita nggak pernah diajak berunding. Jadi pada saat pemaparan ke kita, sekolah itu katanya operasionalnya butuh Rp 9 miliar. Dana dari bos dapatnya cuma Rp 2 miliar, sisanya ditanggung oleh kami orang tua murid. Bukannya sekolah sekarang gratis yah, kok ini buat uang sampe segitu gede buat apa?" katanya.
Akibat hal ini, sumber tersebut pun mengaku kecewa. Ia lebih memilih sistem pendidikan di sekolah kembali lagi ke zaman dulu yang mewajibkan orang tua siswa membayar sejumlah uang, meskipun anaknya bersekolah di sekolah negeri. Sebab menurutnya, daripada mengusung sistem pendidikan gratis, namun pada kenyataannya orang tua tetap dibebankan bayaran saat anaknya bersekolah.
"Daripada sekarang judulnya gratis, tapi ada yang harus kami wajib bayarkan, mending kayak dulu lagi ada SPP atau uang pembangunan. Kita-nya juga jadi lebih ikhlas bayarnya, karena itu kewajiban," ucapnya.
"Mungkin sistemnya yang harus diperbaiki. Kalau memang kami harus membayar, sistemnya tidak seperti ini, karena kalau misalnya orang tua akan bisa berkoordinasi dengan sekolah, karena kita juga menitipkan anak-anak kita di sana. Kalau sekolahnya maju, baik, berprestasi, tentu kami juga sebagai bangga,"tuturnya.
"Jadi diminta komitmen, di situ aja jumlah minimal, Rp 3 juta dan bisa dicicil. Mereka ada pemaparan, buat bikin perpus, buat renovasi toilet, AC, tapi kan nilainya besar yah. Terus, kita enggak nyaman sama cara pemaparannya. Etika merekanya kurang sopan terus penyampaiannya juga kurang enak didengar," katanya.
detikJabar sudah berusaha mengkonfirmasi ke pihak SMA Negeri 24 Bandung mengenai hal ini. Namun hingga berita ini diturunkan, wartawan masih berusaha meminta keterangan dari pihak sekolah tersebut.
Berdasarkan penelusuran, Kepala Sekolah SMAN 24 Bandung saat ini dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) yang merangkap sebagai Kepsek SMAN 9 Bandung Andang Segara. Saat wartawan mencoba menemuinya di SMAN 24, Andang diketahui tak berada di tempat. Begitu juga saat wartawan berusaha menemuinya di SMAN 9, Andang kembali tak ada di ruangannya karena belakangan diketahui sedang ada urusan di luar sekolah.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dedi Supandi mengatakan akan menindaklanjuti terkait laporan ini. Ia memastikan bakal memerintahkan kepala cabang dinas (KCD) Disdik supaya turun ke lapangan dan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait.
"Kita baru mendengar ini dari salah satu pihak, ini jadi bahan untuk ditindaklanjuti. Setelah ini akan saya sampaikan ke KCD supaya ditindaklanjuti. KCD akan diperintahkan untuk melakukan pemantauan ke lapangan atas laporan ini," ujarnya.