Harga BBM Naik, Nelayan Kian Terhimpit

Harga BBM Naik, Nelayan Kian Terhimpit

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Selasa, 06 Sep 2022 09:27 WIB
Hasil riset ITB yang mengatakan potensi terjadinya tsunami di sepanjang pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur mendapat tanggapan dari sejumlah nelayan di pesisir Pantai Cikembang, Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Mereka mengaku tidak panik dan lebih mengedepankan kewaspadaan.
Nelayan di Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah)
Sukabumi -

Suara sumbang pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) muncul dari kalangan nelayan. Berbeda dengan sektor usaha lain, nelayan memiliki perbedaan soal cara kerja mereka mendulang Rupiah saat mencari ikan.

Hal itu diungkap Badri Suhendi, anggota DPRD Kabupaten Sukabumi yang mengaku banyak dicurhati nelayan selepas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Menurut pria yang berlatar belakang dari salah satu organisasi nelayan itu, pergerakan kapal nelayan ditentukan dengan ada dan tidaknya ikan yang akan ditangkap. Sementara untuk pergerakan kapal mencari ikan itu membutuhkan BBM yang tidak sedikit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya banyak sekali mendapat masukan, berawal dari komunitas nelayan jadi saya paham betul tentang nelayan. Banyak yang disampaikan nelayan, dimana dengan kenaikan BBM ini sungguh-sungguh sangat luar biasa dampak dari kenaikan tersebut," kata Badri kepada detikJabar, Senin (5/9/2022).

"Apa yang dirasa memberatkan oleh nelayan, sektor perikanan terutama berbeda dengan sektor lain terutama perikanan yang menggunakan media kapal penangkap ikan, ketika biaya operasional ini full misalkan sekian Rupiah kemudian berangkat dari dermaga ke tempat tujuan atau tempat adanya ikan belum tentu di situ ada ikannya, kan tidak tahu di tempat itu ada ikannya atau tidak. Jadi biaya operasional sudah keluar seiring dengan jalannya mesin kapal," kata Badri menjelaskan.

ADVERTISEMENT

Badri mengatakan nelayan harus benar-benar pasti ketika mendatangi satu tujuan atau wilayah tangkap. Ketika sampai di sasaran atau di lokasi yang biasanya disebut banyak ikan ternyata kosong maka nelayan akan menanggung biaya operasional dan bahan bakar.

"Kadang tidak sebanding, ikan yang dihasilkan dengan biaya operasional. Kalau sudah begini maka hidup nelayan akan terjepit mereka makin sulit, berat biaya operasionalnya yang cukup tinggi, belum lagi beragam persoalan yang dirasakan oleh nelayan pasca kenaikan tersebut. Ini harus dipikirkan matang-matang oleh pemerintah," ujarnya.

Soal kompensasi yang akan diberikan seiring naiknya harga BBM, Badri menyebut hal itu belum tentu menyelesaikan masalah. Karena menurutnya data itu masih tergantung pada data yang ada di pemerintah pusat, padahal menurutnya banyak yang seharusnya mendapatkan bantuan malah terlewat.

"Okelah ada bentuk kompensasi BBM. Namun itu tidak menyeluruh merata ke masyarakat, hanya mereka yang tercatat sebagai penerima bansos di pemerintah pusat. Tapi yang tidak tercatat juga banyak untuk ini kan bukan dari kalangan nelayan saja, nah perlu diketahui dampak BBM dirasakan oleh semua kalangan masyarakat, tidak hanya kalangan kecil tapi juga menengah dan besar," ungkap dia.

"Jangan melihat dari salah satu sisi atau kalangan saja, mereka yang berstatus orang besar misalnya mereka menjalankan roda usaha membuka lapangan pekerjaan nah BBM melonjak mereka juga akan terdampak bukan tidak mungkin mereka juga melakukan kebijakan untuk memepertahan roda usahanya misalnya penyusutan pekerja," tambah dia.

(sya/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads