Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi panen bawang merah varietas batu ijo bersama para petani milenial di Desa Cikeris, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta hari ini. Adapun varietas ini merupakan inisiasi Dedi untuk meningkatkan produktivitas dan perekonomian para petani milenial di wilayah tersebut. Selain bibit, para petani juga mendapat bantuan berupa pupuk dan kebutuhan bertani lainnya.
"Ini adalah kedua kalinya kita panen. Ternyata terbukti bawang merah varietas ini bisa berhasil ditanam di dataran tinggi seperti di sini," ujar Dedi dalam keterangan tertulis, Kamis (1/9/2022).
Dedi menjelaskan bawang yang ditanam selama dua bulan empat hari tersebut dapat tumbuh subur di lahan seluas 10 hektare. Dari jumlah lahan tersebut, petani dapat panen hingga 30 ton bawang merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai dipanen, bawang akan dikeringkan dan mengalami penyusutan sekitar 60 persen. Selanjutnya, bawang pun siap untuk dijual ke pasaran.
"Artinya jika 1 kg bawang harganya Rp 15 ribu, maka setelah ada penyusutan petani masih mendapat untung Rp 180 juta. Nantinya uang itu akan menjadi keuntungan modal mereka kembali," jelasnya.
Lewat kegiatan panen ini, Dedi berharap para petani dapat semakin berinovasi menciptakan produk hasil pertanian. Dengan demikian, bawang hasil panen tidak hanya dijual mentah, namun dapat diolah sehingga harga jualnya lebih bernilai.
"Bawangnya nanti bisa jadi oleh-oleh khas Cikeris, misal jadi bawang goreng atau produk lainnya. Nanti kan bisa ada keuntungan lebih dari hasil panen dan perekonomian itu terus berputar," katanya.
Tak hanya itu, Dedi pun meminta kepada kepala desa dan Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta untuk mengendalikan sistem pertanian bawang. Hal ini guna menghindari seluruh petani beralih menanam bawang lantaran varietas ini berhasil tumbuh di wilayah tersebut.
"Program ini memang berhasil tapi tetap harus diatur karena kalau semua ikut-ikutan tanam bawang juga harga di pasaran bisa anjlok tajam. Hitung produksi agar sesuai dengan kebutuhan," pungkas Dedi.
(ncm/ega)