HIV/AIDS tentu merupakan virus atau penyakit yang sudah banyak dikenal di masyarakat. Tapi, apakah sebenarnya masyarakat benar-benar tahu dan paham mengenai HIV/AIDS ini?
Berdasarkan temuan detikJabar, tiga orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengaku kurang mendapatkan edukasi dan sosialisasi terkait HIV/AIDS. Terlebih lagi tiga ODHA yang ditemui termasuk dan berkaitan dengan Populasi Kunci (Ponci) yang sangat rentan terpapar HIV/AIDS.
Dua dari tiga ODHA yang ditemui detikJabar sebelumnya berprofesi sebagai pekerja seks di Bandung. Dua ODHA tersebut adalah E (usia sekitar 20 an) dan AS (33) yang masing-masing berstatus ODHA sejak tahun 2015 dan 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama aktif menjadi pekerja seks, E mengaku tidak mendapatkan informasi ataupun edukasi terkait HIV/AIDS. Baik dari pihak pemerintah ataupun dari LSM. Ia mengaku banyak tahu soal HIV/AIDS dari internet.
"Dulu sih nggak ada yang namanya LSM kayak gini ya, ada temen-temen yang sekarang kayak gini (Female Plus). Jadi tahunya ya cari-cari di internet dan cari cara tes HIV/AIDS sendiri," ucap E saat ditemui di Female Plus, Jalan Awigombong No. 19, Bandung, belum lama ini.
E juga mengaku sebelumnya belum banyak mengetahui soal gejala-gejala dari infeksi virus HIV/AIDS. Ia baru mengetahui gejala tersebut saat melakukan pemeriksaan ke dokter di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan dinyatakan mengidap infeksi menular seksual (IMS) di bagian anusnya. Hal tersebut juga ia akui karena ada beberapa pelanggannya yang enggan menggunakan pengaman alat kontrasepsi.
"Pas dicek ada kuman papiloma, terus ditanya mau sekalian cek HIV, akhirnya dirujuk dan dinyatakan positif," jelas E yang merupakan pekerja seks laki-laki seks dengan laki-laki (LSL).
E sendiri mengaku terinfeksi virus HIV/AIDS dari salah satu pelanggannya, namun ia tidak mengingat yang mana orang tepatnya. Kini, E sudah berhenti bergelut di dunia malam sejak tahun lalu dan sedang berjuang melakukan pengobatan.
Sementara itu, AS yang juga sempat aktif menjadi Wanita Pekerja Seks (WPS) di Bandung selama empat tahun mengaku kurang mendapatkan edukasi terkait HIV/AIDS. Berbeda dengan E, AS menjadi pekerja seks di bawah suatu pengelola yang mana juga tidak memberikan banyak informasi terkait HIV/AIDS.
"Dari pemerintah (juga) nggak ada edukasi, ada juga kerja sama antara pihak 'bos' dan polisi kalo ada razia aja, bukan soal kesehatan," ujar AS yang juga ditemui di Female Plus pada waktu yang sama.
AS mengaku sebelum berstatus ODHA ia tidak tahu menahu mengenai gejala HIV/AIDS. Hal tersebut baru ia ketahui saat mengalami muntaber dan diperiksakan ke dokter selama tiga kali. Saat pemeriksaan ketiga kalinya, dokter menyarankan agar AS melakukan tes HIV/AIDS dan akhirnya dinyatakan positif.
"Awalnya sakit muntaber terus diperiksa sembuh, drop lagi, sampai tiga kali baru dokternya inisiatif cek (HIV/AIDS). Saya terpapar dari suami yang gejalanya sama dan sudah meninggal duluan," ucap AS juga mengaku sempat dinyatakan negatif HIV/AIDS sebelum berhenti menjadi pekerja seks.
Selain kurang mendapatkan edukasi, AS juga mengaku bahwa pihak 'bos' nya dulu juga bersikap lepas tanggung jawab terkait protokol kesehatan. Padahal sebelumnya AS diberitahu bahwa ada protokol kesehatan alat pengaman saat sedang melayani pelanggan.
"Kadang pake pengaman kadang nggak, tergantung tamu, pelanggan bilangnya beli ya pengen enak. Dari pengelola juga emang ada prokes untuk pengaman, tapi kalau cerita (pelanggan tidak pakai pengaman) bilangnya risiko, jadi kayak lepas tanggung jawab," jelas AS.
Kini, AS beserta anak pertamanya yang juga positif HIV/AIDS sedang berjuang melakukan pengobatan. AS juga sudah memiliki suami dan anak baru yang dua-duanya negatif HIV/AIDS.
Kemudian, ODHA ketiga yang ditemui detikJabar adalah Tia (39) yang juga aktif sebagai pendamping ODHA dari Female Plus sejak tiga tahun terakhir. ODHA yang tertular dari suaminya yang termasuk pengguna napza suntik (Penasun) ini bercerita juga mengenai kurangnya edukasi terkait HIV/AIDS.
"Karena mungkin sudah takdirnya juga (suami meninggal karena HIV/AIDS) dan edukasi aku sebelum tahu ini HIV bener-bener nol besar. Jadi gejala-gejala yang dialami almarhum suami sebelum sakit parah pun aku nggak tahu," ucap Tia yang juga ditemui di Female Plus pada waktu yang sama.
Tia mengaku baru tahu banyak mengenai HIV/AIDS setelah ditetapkan sebagai ODHA pada bulan Juli 2018. Saat itu, Tia langsung menggali informasi terkait HIV/AIDS dari internet, LSM, dan juga dari pihak rumah sakit tempat ia melakukan pengobatan
Berangkat dari pengalamannya yang kurang mendapatkan edukasi, Tia kini bertugas sebagai pendamping ODHA untuk memberikan informasi dan edukasi terkait HIV/AIDS. Menurut Tia penting bagi seorang ODHA untuk belajar dan mengenal lebih jauh mengenai HIV/AIDS agar dapat terbuka pada pihak keluarga dan kerabat.
Selain itu, Tia juga berpendapat bahwa masyarakat juga perlu menerima edukasi dan informasi terkait HIV/AIDS. Selain untuk pencegahan, edukasi tersebut juga dapat membuat masyarakat tidak memberikan stigma buruk terhadap para ODHA.
Adalah tugas pemerintah untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat terkait salah satu virus paling mematikan ini. Mulai dari informasi bahayanya virus ini, cara pencegahan, penularan, cara tes, sampai dengan cara pengobatan.
(yum/yum)