Heboh Jenazah Tak Bisa Dibawa Pulang dari RS di Sukabumi

Round-Up

Heboh Jenazah Tak Bisa Dibawa Pulang dari RS di Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Jumat, 26 Agu 2022 10:00 WIB
Tangkapan layar video jenazah ditahan di RSUD Jampangkulon
Tangkapan layar video jenazah ditahan di RSUD Jampangkulon. (Foto: Istimewa)
Sukabumi -

STNK Mobil Ambulans milik Desa Caringinnunggal, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi dijaminkan hanya demi kepulangan jenazah pasien yang meninggal dunia di RSUD Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi. Kabar tersebut bermula dari sebuah video viral yang dinarasikan anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai PPP Andri Hidayana

Dalam videonya Andri menceritakan adanya jenazah yang ditahan di RSUD Jampang Kulon. Saat dihubungi, Andri mengizinkan detikJabar mengutip statemennya di dalam video tersebut. Berikut narasi yang diucapkan Andri dalam video tersebut.

"Teruntuk Bapak Gubernur Jawa Barat yang saya hormati. Saya Andri Hidayana anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari dapil (Daerah Pemilihan) Pajampangan, sangat menyayangkan dan sangat ironis sekali bagi saya dengan adanya penahanan jenazah pasien rumah sakit Jampang Kulon yang tidak bisa di ambil atau tidak bisa dibawa oleh keluarganya hanya karena masalah belum selesainya administrasi.Tolong pak pubernur dimana rasa keadilan dimana rasa kemanusiaan agar masyarakat bisa tercipta keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia, tolong benahi. Terimakasih," ucap Andri dalam video tersebut, Kamis (25/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepada detikJabar, Andri mengatakan pasien yang meninggal dunia tersebut bernama Reni, warga Kampung Rancamadun RT 04 RW 09, Desa Caringinnunggal, Kecamatan Waluran. Andri mengaku mendapat laporan soal jenazah Reni dari kades setempat.

"Saya ditelepon Kades Caringinnunggal, Kecamatan Waluran, malam tadi ada pasien masyarakat miskin dibawa oleh pihak desa ke RSUD Jampang Kulon. Masuk malam tadi, administrasikan kita mengedepankan masalah nyawa administrasi baru diurus pagi ini. Oleh keluarga dan desa dengan proses dengan tentunya tidak bisa bimsalabim," kata Andri.

ADVERTISEMENT

Andri kemudian mengatakan pasien tersebut akhirnya meninggal dunia. Pihak keluarga kemudian meminta agar jenazah pasien bisa dibawa pulang. Namun keinginan itu dikatakan Andri ditolak pihak rumah sakit.

"Ketika tadi mau dibawa oleh desa dan keluarga pihak rumah sakit nahan atau menolak tidak bisa dibawa pulang sebelum administrasi selesai. Pasien yang maot meninggal masa mau ditendeun (disimpan) di rumah sakit. Saya nelepon ke Direktur tidak direspons, saya nelepon ke Dinas Kesehatan, sampai saya nelepon ke ruang jenazah. Informasi dari ruang jenazah juga sama, tidak bisa dibawa, harus selesai administrasi," papar dia.

"Saya desak dan desak sampai muncul katanya hal itu sesuai SOP bisa dibawa pulang asal simpan jaminan, mau uang atau barang berharga atau surat berharga baru pasien bisa dibawa pulang ," sambung Andri.

Setelah negoisasi ke sejumlah pihak, Andri tidak membuahkan hasil. Akhirnya jenazah bisa pulang setelah diberi jaminan STNK ambulans desa dan kartu identitas keluarga pasien.

"Setelah negoisasi saya kontak ke RS saya koordinasi dengan Dinkes lalu mereka koordinasi ke RS, saya kontak bagian jenazah tetap tidak bisa dibawa pulang. Harus ada jaminan katanya itu SOP, namun akhirnya bisa dibawa pulang dengan jaminan STNK Mobil Ambulans desa bersama KTP KK Keluarga pasien," jelas Andri.

Dibantah Pihak RSUD

Kabid Pelayanan RSUD Jampang Kulon, Lusi membantah adanya narasi yang mengatakan soal penahanan jenazah di RSUD Jampang Kulon seperti yang ada dalam video viral yang dinarasikan anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai PPP Andri Hidayana.

Menurutnya apa yang dinarasikan Andri hanya sekadar asumsi. Lebih jauh Lusi mengatakan bahwa hal itu mencuat karena adanya kesalahpahaman antara pihak keluarga dengan RSUD Jampang Kulon.

"Tidak juga (soal penahanan) itu kan asumsi, itu juga yang bilang keluarganya, mungkin nelpon Kepala Desa, Kepala Desa itu nelpon ke dewan kan jadi viral," ucap Lusi kepada detikJabar, Kamis (25/8/2022).

"Ini kan cuma mungkin ada miskomunikasi karena mungkin, entahlah apa yang terjadim yang pasti kalau secara SOP kita memang itu kan pasien HCU jadi agak ada alat yang dipasangm jadi kita keluar dari ruangan itu prosesnya kalau secara prosedur dari ruangan terus ke ruang jenazah itu sekitar dua jam sebetulnya," jelasnya.

Menurut Lusi, proses itu memakan waktu, sementara keluarga pasien ingin segera pulang. Tapi di saat bersamaan ada proses yang harus dilalui sebelum jenazah pulang.

"Tapi masyarakat ini asumsinya ingin segera pulang, padahal kita lakukan dulu pelepasan alat terus dipulasara sebelum transit ke jenazah, jenazah pun di transit sebentar baru dikeluarkan. Tidak ada menahan-nahan walupun dia disitu keterangan almarhum itu BPJSnya belum jadi , kita nggak ada niat kesitu sebetulnya," jelas Lusi.

Menurut Lusi, merupakan sesuatu yang wajar ketika bagian admin di rumah sakit menanyakan soal pembiayaan. Karena pihak admin punya tanggung jawab pasien.

"Tidak ada nahan-nahan karena itu cuma memang, kalau kita wajar kan bagian admin menanyakan karena dia punya tanggung jawab, pasien mungkin dengan jaminan apa. Mungkin itu komunikaai yang salah mungkin dianggapnya terlalu lama di ruangan ke jenazah kemudian dikeluarkan.

Mungkin pikirannya kita menahan nahan, padahal tidak ada kita menahan nahan buat apa kita juga," jelasnya.

Dijelaskan Lusi proses kepulangan juga memiliki tenggat waktu tidak terlalu lama sejak pasien meninggal dunia hingga proses kepulangan.

"Ya waktu itu juga pulang kita jam berapa udah pulang pasien juga gak dilama lama juga. Jenazah meninggal jam 12.00 WIB kurang. Bahkan 13.30 WIB apa jam 13.00 WIB gitu (proses kepulangan). Jadi kita ngak ada niat nahan juga. Buat apa kita nahan-nahan juga ya. Secara logika, menahan orang meninggal begitu, tidak ada. Selama ini kita baik-baik saja di masyarakat Jampang kulon juga, pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sya/orb)


Hide Ads