SLBN A Pajajaran, Kota Bandung mengalami kondisi yang begitu memprihatinkan. Rupanya, Pemprov tak tinggal diam dan sudah berulang kali mengusahakan supaya SLB tertua di Indonesia itu bisa mendapat bantuan rehab kelas yang telah rusak.
Namun, menurut Inspektur Jawa Barat Eni Rohiyani, upaya pemprov selalu mendapat penolakan dari Kementerian Sosial (Kemensos). Eni mengaku, saat ia masih menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Setda Jabar, sudah ada 4 kali permohonan pertemuan dengan Kemensos yang selalu gagal dilaksanakan.
"Bahkan kami (Pemprov Jabar) datang juga ke Jakarta, tapi sepertinya ruang diskusinya ditutup," kata Eni kepada wartawan saat ditemui di SLBN A Pajajaran Kota Bandung, Senin (22/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, akar permasalahan yang membuat kondisi SLB kini terlantar bermuara dari alih status lahan negara. Saat itu, tepatnya pada 1986, negara mensertifikatkan lahan seluas kurang lebih 4,5 hektare itu untuk dimiliki Kementerian Sosial.
Kemudian pada 2019, Kemensos membangun Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDSN) sebagai perubahan nomenklatur dari Panti Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional.
Karena status kepemilikan tersebut, sekolah khusus untuk difabel ini selama puluhan tahun tidak bisa mengusulkan rehab hingga revitalisasi bangunan sekolah. Padahal, ada 3 sertifikat sekitar 1.648 meter persegi di Komplek Wyata Guna yang mencantumkan secara gamblang bahwa penggunaan lahan itu untuk SLBN A Pajajaran, Kota Bandung.
"Jadi, kami ingin supaya segeralah kita berdiskusi secara bermartabat. Karena sebetulnya tidak harus diperdebatkan yah, baik Kemensos maupun pemprov itu sama-sama plat merah, sama pemerintah dan negara," tutur Eni.
Eni juga mengakui selalu menghadapi jalan buntu saat ingin mencoba berdiskusi dengan Kemensos mengenai nasib SLBN A Pajajaran, Kota Bandung. Kata dia, jangankan bicara soal bantuan anggaran, Kemensos sendiri tak pernah membuka ruang diskusi bagi Pemprov Jabar mengenai polemik tersebut.
"Nah ini yang bagi kami serba sulit. Karena pada saat kita bicara masalah pelayanan disabilitas di SLB ini, tetap tidak bisa dipisahkan dari status tanah. Jadi kami sudah beberapa tahun anggaran mengalokasikan anggaran untuk rehabilitasi, tidak bisa dilakukan karena terbentur status tanah," ungkapnya.
"Demikian juga pada saat Kementerian Pendidikan mengalokasikan bantuan pemugaran, tetep tidak bisa dilakukan. Lagi-lagi karena status tanah, dua hal itu tidak bisa dipisahkan. Harusnya kan kita berangkat dari semangat yang sama," tambahnya.
Bagi Eni, sebetulnya masalah ini tidak bisa dibiarkan terus menggulir. Sebab, ada kepentingan lebih besar yang menurutnya harus diperjuangkan yaitu kelangsungan pendidikan bagi siswa di SLBN A Pajajaran, Kota Bandung.
"Dan di atas segala-galanya yang harus lebih diperjuangkan dan difasilitasi dulu untuk pelayanan yang layak itu justruk anak-anak disabilitas yang harus bersekolah," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, polemik berkepanjangan SLBN A Pajajaran, Kota Bandung kembali mencuat. SLB tertua di Indonesia itu kini mengalami kondisi yang memprihatinkan untuk menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi kaum disabilitas.
Pantauan detikJabar, sejumlah ruang belajar di SLB tersebut sudah tak layak lagi digunakan untuk KBM. Ada beberapa ruang yang atapnya runtuh, bocor, hingga beberapa ruangan harus disangga menggunakan batang kayu dan bambu untuk mencegah terjadinya keruntuhan bangunan yang lebih parah.
Berdasarkan catatan detikcom, polemik berkepanjangan SLB ini muncul setelah ada perubahan status Wyata Guna dari panti menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDSN). Perubahan itu akhirnya berdampak terhadap keberadaan SLBN A Kota Bandung.
Pembangunan itu merupakan rencana Kementrian Sosial setelah mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut nomenklatur Wyataguna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.
Ditambah, surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang saat itu. Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.
(ral/mso)