Jurit Malam: Bertahan Hidup di Tengah Gelapnya Taman Maluku Bandung

Jurit Malam: Bertahan Hidup di Tengah Gelapnya Taman Maluku Bandung

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 11 Agu 2022 23:45 WIB
Patung Pastor Verbraak.
Foto: Patung Pastor Verbraak di Taman Maluku, Bandung (Wisma Putra/detikJabar).
Bandung -

Di tengah padatnya permukiman Kota Bandung yang terus berdiri tiada henti, ada fenomena manusia gerobak yang ditemukan di tengah kota metropolitan ini.

Kemampuan ekonomi yang terbatas jadi alasan mereka rela hidup di dalam sebuah gerobak dan berpindah-pindah tempat dari satu jalan ke jalan lainnya.

Kehidupan yang tidak diinginkan oleh siapapun itu dialami pasangan suami istri Fathullah (49) dan Habibbah (41). Keduanya merupakan satu dari sekian banyak manusia gerobak yang ada di Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka tinggal di sebuah gerobak berukuran 2x1,6 meter. Di gerobak itulah, pasangan suami istri ini berlindung dari teriknya sinar matahari dan dinginnya malam. Kawasan Taman Maluku jadi tempat langganan mereka untuk merehatkan badan.

Suasana sepi dengan cerita urban legend soal patung Pastor Verbraak di Taman Maluku yang menyeramkan tak membuat mereka takut. Keduanya sudah terbiasa dengan gelapnya malam di sana.

ADVERTISEMENT

Sehari-hari, Fathullah dan Habibbah berkerja memulung barang rongsokan berupa kardus hingga botol bekas. Keduanya diketahui bukan warga asli Bandung. Fathullah berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, dan Habibbah dari Makassar, Sulawesi Selatan.

Manusia gerobak di Kota Bandung.Manusia gerobak di Kota Bandung. Foto: Wisma Putra

Menjadi manusia gerobak, kehidupan Fathullah dan Habibbah tak menentu. Penghasilan dari memulung tidak bisa mereka andalkan. Jangankan untuk mencari tempat tinggal yang layak, untuk makan saja mereka masih kebingungan.

Tidak pastinya penghasilan dari memulung itu membuat keduanya pasrah tinggal di jalanan dengan harapan ada orang-orang baik yang membantu mereka.

Dalam sehari, keduanya mampu memulung 5 hingga 7 kilogram rongsokan. Namun mereka tak bisa langsung menjual barang-barang itu. Rongsokan harus dikumpulkan lebih banyak lagi agar bisa mendapat uang yang lumayan.

"Biasanya dijual seminggu sekali, lima karung baru dijual. Lumayan dapat Rp 50 ribu, kan satu kilonya itu Rp 2 ribuan," kata Fathullah saat berbincang dengan detikJabar.

Menjadi manusia gerobak bukanlah pilihan hidupFathullah danistrinya. Mereka awalnya datang dari Jakarta ke Bandung karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Sebelum menjadi manusia gerobak, Fathullah dulu bekerja sebagai nelayan. Mencari ikan Tuna jadi kesibukannya sehari-hari. Namun sakit yang menjangkit Fathullah membuatnya tak bisa lagi menjadi nelayan.

"Tadinya nelayan di Jakarta, nelayan ikan tuna. Kemudian sakit saya jadi gak bisa nelayan lagi," ungkapnya.

Entah apa yang membuatnya kemudian datang ke Bandung. Yang pasti sejak 2019 Fathullah sudah ada di Kota Bandung tanpa saudara dan juga tempat tinggal. Memulung kemudian jadi pilihan untuk menyambung hidup.

"Awalnya gak punya gerobak, cuma mulung biasa. Terus pelan-pelan beli gerobak dari hasil mulung," ujar Fathullah.

Gerobak yang ia miliki kemudian dimodifikasi. Fathullah memberi gerobak itu atap dan menambahkan selembar kasur tipis untuk dijadikan alas mereka beristirahat.

Dari gerobak itulah, mereka menghabiskan sisa hidupnya. Fathullah juga ternyata memiliki dua orang anak yang saat ini tinggal di kampung halamannya di Cilacap. Keterbatasan biaya membuatnya tak bisa rutin mengirim uang untuk anaknya itu.

"Punya anak dua di cilacap tapi satunya ikut saudara. Kalau ngirim uang ya kalau ada aja, tapi seenggaknya beberapa bulan sekali ngirim walaupun nggak banyak," ucap Fathullah.

Hidup di jalanan, berbagai hal telah dirasakan pasangan ini. Yang paling sering tentunya berurusan dengan petugas Satpol PP yang melakukan penertiban. Fathullah mengaku sudah puluhan kali ditangkap.

"Ketangkap Satpol PP sudah sering sudah ada puluhan kali lebih. Tapi ya mau gimana lagi, cuma bisa begini tinggal di gerobak," ujarnya.

Kepada detikJabar, Fathullah mengungkap pasrah dengan kehidupannya sekarang. Ia menyatakan hanya bisa berusaha dengan kondisinya saat ini sembari berharap hidupnya bisa lebih layak dengan memiliki tempat tinggal.

"Iyah begini aja udah, mau apa lagi. Kalau ditanya maunya apa ya mau punya rumah tetap. Atau minimal ngontrak lah, tapi kan bayarnya mahal. Jadi yausudah," ujar Fathullah mengakhiri perbincangan.

Halaman 2 dari 2
(bba/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads