Konflik perkebunan kakao milik PT Bumiloka Swakarya di Desa Sindangsari, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi masih berlanjut. Eks karyawan perkebunan penghasil coklat itu membantah klaim pihak perusahaan.
Jajang, warga Desa Sindangsari mengatakan pernyataan dari pihak perusahaan tentang masa kejayaan kakao dan adanya perambahan oleh warga dan petani, tidak semuanya berdasar. Ia meminta perusahaan juga mengungkap penyakit yang membuat tanaman kering dan menjadi faktor PT Bumiloka Swakarya tidak lagi intens melakukan produksi.
"Saya mantan karyawan PT Bumiloka Swakarya perkebunan Panumbangan, status mantan juga tidak jelas karena saya tidak pernah di-PHK. Perlu diketahui saya bekerja di sana dari Mei 2005. Pada tahun 2019 saya tidak digaji, akhirnya statusnya tidak jelas sampai hari ini," kata Jajang saat menghubungi detikJabar, Selasa (9/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jajang mengatakan kejayaan coklat pada 2017-2018 yang diungkap pihak PT Bumiloka Swakarya beberapa waktu lalu menurutnya sebuah kebohongan. Karena di tahun sebelumnya perusahaan itu mulai kolaps, bahkan penggajian karyawan tersendat.
"Statement yang mengatakan Bumiloka penghasil coklat terbaik ketiga sedunia itu bohong. Karena di tahun 2016-2017 Bumiloka mulai kolaps, pembayaran gaji juga tersendat. Karena hasil kurang dari 25 persen dari biasanya," ujar Jajang.
"Kalau di tahun 2007 memang pernah memasuki kejayaan pernah panen. Karyawan mendapat bonus setengah bulan gaji saat itu. Kenapa saya bilang memasuki kejayaan, karena penggunaan pupuk saat itu masih memakai pupuk kimia hasilnya bagus," ungkapnya.
"Nah 2007 ke sini pakai pupuk organik. Hanya pupuknya nggak bener karena itu cuma kotoran sapi, kotoran hewan ditumpahkan di bawah pohon. Menurut teori pakar pertanian, itu tidak baik bagi tanaman, malah merusak," sambungnya.
Soal kerusakan perkebunan yang diklaim perusahaan akibat penjarahan dan penebangan, Jajang membantah. Karena menurutnya ada varian virus bernama PSD yang membuat tanaman penghasil coklat itu rusak.
"PSD yang merusak lebih parah dari penggerek batang dan buah. Itulah dimanapun perkebunan coklat dimanapun, di Sulawesi (contohnya) rusak karena PSD yang menimbulkan tanaman kering. Jadi oke lah misalnya karena dijarah, ditebang, dan dibakar sama masyarakat, itu tidak dominan dan itu hanya sebagian kecil saja," jelas Jajang.
Bahkan, Jajang mengungkap pada 2016 kebun mulai tidak terpelihara. Karyawan seminggu hanya bekerja sehari atau tiga hari di lahan kebun seluas 1.600 hektare.
"Yang bekerja hanya sekian puluh orang, jadi kebun tidak terpelihara, akhirnya garung (kering). Jadi mungkin orang buang puntung rokok saja bisa terbakar kalau musim kemarau. Jadi tidak sepenuhnya karena pembakaran dan penjarahan, masih ada keterlibatan kesalahan pemeliharaan kebun juga," paparnya.
Tanggapan dari pihak perusahaan. Simak di halaman selanjutnya.
"Kemudian kalau misalnya dinyatakan SPI menyuruh membakar, mungkin Pak Kakan juga punya dosa. Karena Pak Kakan itu masuk kebun 2019 akhir Oktober. Berarti sebelumnya dia mungkin masih orang pergerakan yang bergabung dengan SPI," tuturnya.
"Perlu diketahui, dia mau masuk perusahaan itu membelot. Dia itu izin dulu (ke SPI) mau masuk ke Bumiloka, katanya mau membereskan buruh, tapi sampai saat ini buruh masih belum dibayar, saya sendiri korbannya," pungkas dia.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Direksi PT Bumiloka Swakarya, Kakan Rusmawan mengaku tidak mau menanggapi pernyataan di atas. Sebab menurutnya hal itu tidai berdasar kepada fakta-fakta.
"Saya tidak bisa menanggapi tanpa fakta, karena kan faktanya seperti itu (statemen) tahun 2017 bapak bisa konfirmasi ke (menyebut nama aktivis pertanian). Dari 2017 ke sana masyarakat hanya menduduki di area yang tidak tidak ditanami dikelola perusahaan," kata Kakan.
Menurut Kakan, masyarakat menempati area tersebut karena sebagian area itu memang tidak ditanami pihak perkebunan kakao.
"Karena mungkin sebagian area bebatuan atau apa hanya 2018 ke sini karena ada informasi bahwa seluruh lahan ini akan dikuasai masyarakat, akhirnya yang lain pada ikut ditebangin. Bukti-buktinya kan seperti itu," jawabnya.
Soal aktivitasnya di SPI juga dibantah Kakan. Menurutnya hubungan saat itu hanya karena kedekatan. "Nggak ada, tidak benar. Saya kenal dekat dengan aktivis di sana, sebelum dipekerjakan sama direksi saya tahun sebelumnya kenal dekat dengan SPI, kemudian dianggap bagian dari SPI," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah petani yang tergabung dalam SPI PAC Jampang Tengah meminta Kementerian ATR/BPN menolak permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang diajukan PT Bumiloka Swakarya. Diketahui perusahaan tersebut mengelola perkebunan kakao seluas 1.600 hektare di Jampang Tengah.
Mereka sempat mendatangi Kantor Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Sukabumi untuk menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat dari partai tersebut.
Di sisi lain, pihak perkebunan menyebut di atas lahan seluas 1.600 hektare sebanyak 20 persennya sudah diserahkan kepada pihak BPN (ATR/BPN) untuk memenuhi PP Nomor 86 Tahun 2018. Sedangkan masyarakat ngotot meminta 100 persen lahan diserahkan.