Bulan Agustus menjadi bulan bersejarah bagi masyarakat Karangresik Kota Tasikmalaya. Karangresik adalah wilayah perbatasan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis yang masuk wilayah Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya.
Di perbatasan yang dibelah oleh sungai Citanduy ini menyimpan cerita heroik tentang perlawanan tentara dan masyarakat Tasikmalaya melawan penjajah Belanda.
Kala Indonesia telah merdeka dan tentara Jepang meninggalkan negeri ini pada 1947, ternyata Belanda berniat kembali menduduki Indonesia dengan melakukan agresi militer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanggal 7 Agustus 1947 iring-iringan pasukan Belanda bergerak dari arah timur atau dari wilayah Ciamis hendak masuk ke Tasikmalaya.
Aksi itu rupanya sudah terpantau oleh tentara dari Detasemen Kodongan Divisi Siliwangi. Akhirnya tentara bersama masyarakat sepakat untuk mengadang laju iring-iringan tentara Belanda di jembatan Karangresik.
Tentara Siliwangi dan masyarakat bersembunyi di bukit, lereng sungai dan di antara bebatuan sungai.
Saat tentara Belanda melalui jembatan Karangresik pada malam hari, tentara dan masyarakat langsung menyerang dari segala penjuru. Untuk memblokir akses ke Tasikmalaya, jembatan itu dibakar.
Laskar rakyat dan tentara Indonesia akhirnya sukses membuat tentara Belanda mundur. Bahkan sebuah kendaraan tempur atau tank jenis Bingo berhasil dirampas dari Belanda.
Tank berukuran kecil itu sempat dijadikan monumen di Karangresik. Tapi karena tidak terawat, akhirnya tank tersebut dibawa ke Bandung oleh pihak TNI AD.
Dalam satu kesempatan beberapa waktu lalu, Wali Kota Tasikmalaya M Yusuf membenarkan kendaraan tempur jenis Bingo itu sempat disimpan di Karangresik sebelum akhirnya dibawa ke Bandung karena tak terawat.
"Sekarang kendaraan tempur Belanda itu disimpan di museum. Di Bandung," kata Yusuf. Dia menambahkan kendaraan tempur itu saksi bisu kegigihan tentara dan masyarakat Tasikmalaya melawan penjajah Belanda.
Dikutip dari buku 'Galuh Dari Masa ke Masa' yang ditulis oleh Prof Nina Herlina, setelah pasukan Belanda dipukul mundur dari jembatan Karangresik. Mereka sempat bertahan di pertigaan Sindangkasih Kabupaten Ciamis sambil menunggu bantuan.
Tapi tak lama berselang, tanpa diduga mereka kembali diserang oleh laskar rakyat dan tentara yang turun dari Gunung Cupu Ciamis. Akhirnya mereka kembali kocar-kacir.
Keesok harinya, tulis Prof Nina, bala bantuan dari Belanda datang. Menggunakan pesawat tempur, Belanda melakukan pengeboman di Karangresik.
Mereka hendak membalas dengan memburu tentara dan rakyat yang semalam telah membuat pasukannya kocar-kacir. Namun tak berhasil, karena laskar rakyat dan tentara Indonesia sudah berpindah ke lokasi lain.
Kini kawasan Karangresik sudah menjadi objek wisata yang dikelola swasta. Tapi dua tiang beton pondasi bekas jembatan yang menjadi lokasi pertempuran masih ada. Posisinya di sebelah selatan jembatan yang ada saat ini.
Di bukit kecil kawasan wisata ini juga terdapat tugu atau prasasti yang dibangun untuk mengenang pertempuran tersebut.
(mso/mso)