Cara Sekolah Inklusi di Bandung Mengikis Istilah 'Normal'

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Jumat, 29 Jul 2022 05:30 WIB
Aktivitas siswa di SDN 206 Putraco Indah. (Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar)
Bandung -

"Ayo, lari dulu! Tiga putaran, ya!" Sahut Septian Mulyadi, guru olahraga, kepada murid-murid kelas 6 SD yang baru saja memulai pelajaran olahraga pagi itu. Sembari melesat, tawa ceria dan candaan pun kerap terlontar.

Matahari yang bersinar cerah, hembusan angin yang sejuk, dan berbagai sahutan penyemangat dari sang guru olahraga tersebut ampuh menghadirkan atmosfer positif dalam pembelajaran di luar ruang kelas tersebut.

Nyaris satu jam lamanya berbagai siswa tersebut dengan aktif menggerakkan tubuhnya, dari kepala hingga kaki. Setelah selesai beraktivitas di lapangan tengah sekolah tersebut, para murid melepas alas kakinya dan berjalan di atas lintasan batu terapi sepanjang sekitar 20 meter.

"Memang selalu begini, kang. Setelah olahraga, pendinginannya sambil terapi di sini," ujar Septian pada detikJabar, Kamis (28/7/2022).

Beralamat di Jalan Rajamantri Kaler No. 25, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, SDN 206 Putraco Indah dikenal sebagai sekolah inklusi. Artinya, sekolah ini menekankan pembelajaran bersama antara siswa reguler dengan yang berkebutuhan khusus.

Salah satu teknik yang diterapkan di sekolah ini adalah tutor sebaya yang berarti Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) tidak hanya dibimbing oleh gurunya, tetapi juga oleh temannya yang reguler. Teknik ini dinilai efektif dan ampuh bagi perkembangan sosial murid sekolah tersebut.

Sambil memantau para murid, Septian bercerita tentang kegiatan berolahraga dan terapi di SDN tersebut. Ia kemudian memperkenalkan berbagai orang tua yang turut menanti anaknya di kantin sehat yang terletak di samping lapangan tengah sekolah. Salah satunya adalah Sinta Devianti, ibunda Muhammad Akbar Nurulfitra yang duduk di kelas 6 SD.

Dokter menyebut buah hati Sinta didiagnosa mengidap PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder - Not Otherwise Specified). Meski tidak tergolong parah, kondisi tersebut dapat memengaruhi perkembangan anak. Sinta mengetahuinya kala Akbar masih berumur 1,5 tahun.

Enam tahun bersekolah di SDN 206 Putranco Indah memberikan banyak perubahan pada Akbar. Selain akibat bertambah dewasa, Sinta menyatakan lingkungan sekolah yang mendukung juga membuat Akbar semakin fokus dan bisa diarahkan.

Sinta merasa sekolah inklusi memang menjadi wadah yang baik bagi tumbuh kembang Akbar. Perundungan pun tidak pernah menjadi isu di sini.

"Di sini juga nggak ada bullying. Kalau di luar suka ada yang iseng, di sini nggak ada," kata Sinta.

Muhammad Akbar Nurul Fitra (kiri) dengan ibunya, Sinta Devianti (kanan). Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar

Ibunda dari dua bersaudara ini memaparkan Akbar sepulang sekolah suka menceritakan jika ada yang menangis atau mengamuk di sekolah. Meski belum terlalu fasih merangkai kata, peningkatan yang signifikan perlahan terlihat sedikit demi sedikit.

Di luar bidang akademik, ternyata Akbar sangat mencintai musik. Bahkan, ia bercita-cita menjadi anggota grup vokal lelaki.

"Akbar cita-citanya pengen jadi Smash (nama grup vokal lelaki di Indonesia), pengen jadi boyband Indonesia," ujarnya dengan mata yang berbinar.

Sinta juga menyatakan Akbar memiliki ketertarikan di bidang musik, terutama bernyanyi dan bermain drum. Siswa kelas 6 SD tersebut sering melantunkan nada sambil berpura-pura menabuh drum ketika berada di rumah.

Pihak sekolah juga menyadari bakat dan ketertarikan Akbar tersebut. Lomba menyanyi se-Kecamatan Lengkong pun sempat Akbar lakoni. Pasalnya, setiap ada panggung, Akbar pasti ingin naik dan ikut bernyanyi.

Selain itu, bahasa Inggris juga sangat menarik minat Akbar. Setiap ada kata atau kalimat yang berbahasa Inggris, berbagai kalimat pertanyaan terlontar dari mulut Akbar.

"Bu, ini apa bu artinya? Bu, bahasa inggrisnya ini apa, bu?" ucap Sinta yang menirukan gelagat Akbar.




(ors/ors)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork