Ikan arapaima (Arapaima gigas) tengah menjadi sorotan. Pasalnya, ikan ini mendadak muncul usai banjir bandang luapan Sungai Cipeujeuh, Kabupaten Garut surut.
Setelah ditelusuri ternyata hewan tersebut merupakan peliharaan warga yang terlepas karena kolam milik pemelihara ikan asal benua Amerika itu jebol akibat banjir bandang. Lurah Paminggir, Asep Ridwan mengatakan kurang lebih di kolam milik pemelihara ikan itu ada lebih dari 10 ekor arapaima.
"Jadi ada warga yang pelihara. Saya enggak tahu jumlahnya berapa, cuman lebih dari 10. Nah saat banjir, kolamnya jebol dan ikannya kabur semua," kata Ridwan kepada detikJabar belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilarang Masuk RI
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia pun mengkategorikan ikan ini sebagai jenis ikan berbahaya yang berasal dari luar negeri yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian, sumber daya ikan, lingkungan dan manusia. Seperti diketahui, ikan ini berasal dari Benua Amerika.
KKP pun memberikan penjelasan, arapaima ini memiliki sikap yang invasif. Ikan arapaima ini bersifat kompetitor, sehingga mengancam eksistensi dari organisme dalam rantai ekosistem lokal.
"Mereka bersaing dengan jenis ikan lain untuk mendapatkan makanan terutama memangsa ikan yang lebih kecil. Secara ruang, Arapaima gigas dapat mendominasi secara ruang, karena ukuran tubuhnya yang besar, bahkan raksasa. Arapaima gigas dewasa mencapai ukuran panjang berkisar 145-154 cm, bahkan panjang mencapai ukuran 2 m sampai 4,5 m (jantan) dengan berat tubuh 200 kg," tulis KKP.
Arapaima pun disematkan sebagai ikan yang masuk dalam kategori invasif sesuai Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 94 Tahun 2016 tentang Jenis Invasif, yaitu spesies asli atau bukan yang mengkolonisasi suatu habitat secara masif sehingga dapat menimbulkan kerugian terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi.
Di dalam Permen itu ada dua jenis arapaima yang masuk dalam kategori invasif dan sudah ada di Indonesia, yakni Arapaima gigas dan Arapaima leptosome.
Penetapan risiko invasif ini memiliki langkah yang bertahap untuk menghadapi penyebarannya, mulai dari eradikasi, pemusnahan investasi atau pencegahan penyebaran melalui kontrol populasi. Terkait tindakan untuk jenis invasif ini, di dalam Permen disebutkan masih perlu dilakukan analisis risiko.
Selain Permen Nomor 94 Tahun 2016, Arapaima juga diatur dalam Permen KP Nomor 41 Tahun 2014 tentang larangan pemasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia. Ikan ini ditetapkan sebagai jenis ikan berbahaya dari luar negeri.
Di dalam Permen KP Nomor 41, termuat dalam Pasal 2 ayat (1), tercantum bahwa setiap orang baik individu atau korporasi dilarang memasukkan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke Indonesia. Ikan arapaima baru boleh didatangkan ke Indonesia dengan pengecualian, untuk kepentingan ilmu pengetahuan, baik penelitian atau pameran.
Meski mendapatkan pengecualian, tetap mendatangkan arapaima ke Indonesia perlu mendapatkan pertimbangan teknis dari Direktur Jenderal.
Sedianya, Susi Pudjiastusi kala menjabat sebagai Menteri KKP pernah meminta pemerintah untuk menindak tegas para pembudidaya ikan Arapaima gigas tersebut. Karena, masuknya ikan ini bisa mengacaukan rantai makanan di ekosistem lokal.
"Jadi semestinya penegakan hukum harus dilakukan. Tolong apa aturan yang bisa dipakai untuk menjerat karena kalau tidak, ikan lokal bisa habis gara-gara ikan Arapaima," ujar Menteri Susi dalam keterangan di laman resmi KKP, 2018.
"Kalau masih ada barang-barang bukti, lebih baik dimasak saja. Lalu dibagikan ke pesantren-pesantren, atau ke masyarakat," katanya.
(yum/yum)