AS (36) warga Garut pernah terperangkap di lingkaran aliran sesat Negara Islam Indonesia (NII). Di antara salah satu doktrinnya, ialah menganggap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai musuh atau thogut.
Kemudian, aliran yang dibesarkan oleh Sensen Komara di Garut itu tak membolehkan pengikutnya untuk mengganti salat dengan membayar uang Rp 20 ribu yang dibayarkan setiap minggu dan sejumlah donasi lainnya.
Bahkan, kakak dari AS (36) yang juga pernah didoktrin di Bogor sampai habis-habisan menjual modal usaha dan meminjam ke rentenir demi berinfak kepada NII.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kakak saya punya roda (gerobak) empat habis, bahkan minjam ke rentenir dipakai buat infak. Saya infak ujung-ujungnya untuk jualan habis ya begitu saja," katanya kepada detikJabar.
Cerita ini bermula ketika ia mengikuti jejak sang kakak, yang merantau ke Bogor pada medio 2010 lalu.
Awalnya AS mendampingi sang kakak yang berjualan ayam di Kota Hujan. Namun, sesampainya di sana terjadi hal yang di luar dugaannya. Alih-alih bekerja, sang kakak malah mengajaknya berkumpul bersama sejumlah temannya dalam suatu majelis.
Keanehan tak berhenti di situ, AS mengaku, usai dia berjual, dia diminta untuk berinfak sebesar Rp 20 ribu per minggu.
Uang tersebut dikumpulkan di tempat dia dan kakaknya berkumpul. Tujuannya, kata AS, infak yang dikumpulkan itu sebagai pengganti salat yang tak harus mereka kerjakan.
"Katanya enggak perlu salat, karena sedang darurat, sedang mendirikan negara Islam. Jadi gantinya bayar infak," kata AS.
Perjalanan AS dan sang kakak bersama NII berakhir pada 2022 lalu. Ia akhirnya kembali mendeklarasikan diri untuk setia kepada NKRI. Mereka pun mengikuti kegiatan deklarasi para pengikut NII yang kembali ke pelukan NKRI.
AS menambahkan, sebelum proses deklarasi tersebut, dia sempat diberikan pemahaman oleh petugas dari Polri, TNI dan Kementerian Agama serta tokoh ulama mengenai aliran sesat. AS kemudian menyadari dan bersedia kembali berpindah.
"Pokoknya saya mengerti lah," ujar AS.
Surga Senilai Rp 25 Ribu
Kemenag Garut Cece Hidayat mengatakan, pihaknya mengaku khawatir dan prihatin. Sebagai tindakannya, Kemenag bersama pihak terkait lain rutin melakukan penyuluhan kepada para tokoh agama, atau orang-orang yang terindikasi terpapar paham radikal.
Selain itu, pihak Kemenag juga beberapa kali terlibat dalam proses deklarasi yang dijalani para mantan pengikut aliran radikal yang menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terselip banyak cerita menarik saat proses deradikalisasi itu. Cece mengatakan, salah satunya, ada cerita emak-emak yang percaya dengan hanya membayar Rp 25 ribu dan tanpa beribadah dia bisa masuk surga.
Cerita tersebut terungkap dalam kegiatan deklarasi yang digelar di Kecamatan Pameungpeuk, Garut beberapa waktu lalu. Saat itu, Cece mengaku sempat berbincang dengan sejumlah emak-emak peserta deklarasi.
Sang emak mengatakan, dia diajari oleh gurunya untuk tidak solat. Sebab, saat ini sang guru menyatakan keadaan sedang darurat karena sedang berjuang mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Sebagai gantinya, sang emak diminta untuk membayar infak Rp 25 ribu per bulan.
"Jadi gini, ketika kami ada deklarasi saya mendekati gerombolan ini, ibu-ibu. Saya tanya, ibu.... Ikutan deklarasi? Oh iya pak katanya. Ibu emang tinggal di mana? Saya lupa nama desanya. Ibu kenapa tidak mengakui Indonesia? Dia bilang bahwa dia memang gurunya mengajarkan bahwa sekarang ini kita lagi berjuang memperjuangkan Negara Islam Indonesia," katanya.
"Dan karena sekarang masih darurat, ya kita tidak usah ibadah, tidak usah solat, ibu cukup hanya dengan membayar infak Rp 25 ribu per bulan, kepada kiainya, kepada ajengannya, kepada tokoh agamanya, itu akan dijahit (diselamatkan) nanti oleh mereka ketika kita masuk neraka," ujar Cece menambahkan.
(yum/yum)