ACT Potong Donasi 13,7% untuk Operasional, Negara Atur Maksimal 10%

ACT Potong Donasi 13,7% untuk Operasional, Negara Atur Maksimal 10%

Tim detikcom - detikJabar
Selasa, 05 Jul 2022 13:10 WIB
Logo ACT.
Logo Aksi Cepat Tanggap (Foto: Istimewa)
Bandung - Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar mengaku memotong donasi yang dikumpulkan sebesar 13,7% untuk keperluan operasional. Pernyataan itu dilontarkan Ibnu dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (4/7/2022).

"Kami sampaikan bahwa kami rata-rata operasional untuk gaji karyawan atau pegawai di ACT dari 2017-2021 rata-rata yang kami ambil 13,7 persen. Kepatutannya gimana? Seberapa banyak kepatutan untuk lembaga mengambil untuk dana operasional?" ujar Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers seperti dikutip dari detikNews, Senin (4/7/2022).

Menurutnya, dalam konteks lembaga zakat maka dana yang dihimpun adalah dana zakat. Secara syariat diperbolehkan mengambil 1/8 (seperdelapan) atau 12,5 persen untuk kebutuhan operasional.

"Secara syariat (zakat) dibolehkan diambil 1/8 atau 12,5%. Sebenarnya patokan ini yang dijadikan sebagai patokan kami, karena secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya berapa yang boleh diambil untuk operasional lembaga," katanya.

Lalu berapa besaran maksimal potongan donasi yang diatur pemerintah ?

Dikutip dari situs Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Berdasarkan PP ini, pembiayaaan usaha pengumpulan sumbangan paling banyak 10% saja dari total donasi.

Berikut adalah pasalnya :

(1) Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.

Teknis pengumpulan sumbangan pun diatur dalam peraturan tersebut yang diatur dalam pasal 5. Diantaranya dengan mengadakan pertunjukn, bazar, penjualan barang secara lelang, penjualan kartu undangan menghadiri suatu pertunjukan, penjualan perangko amal, pengedaran daftar (les) derma, menjual kupon sumbangan, penempatan kotak sumbangan, penjualan barang/bahan atau jasa dengan harga atau pembayaran yang melebihi harga yang sebenarnya, pengiriman blangko poswesel untuk meminta sumbangan, dan permintaan secara langsung kepada yang bersangkutan tertulis atau lisan.

Bicara Kepatutan

Sebelumnya laporan majalah Tempo yang berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat' membongkar soal gaji 'fantastis' yang diterima oleh para petinggi ACT.

Dalam laporan itu tertulis gaji petinggi ACT seperti Ketua Dewan Pembina yang kala itu dijabat Ahyudin lebih dari Rp 250 juta per bulan. Kemudian Senior Vice President (SVP) Rp 150 juta per bulan, VP Rp 80 juta per bulan, direktur eksekutif Rp 50 juta per bulan, dan direktur Rp 30 juta per bulan.

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) dan Staf Pengajar FEUI Yusuf Wibisono mengungkapkan terkait isu gaji pimpinan ACT yang fantastis terkait kepatutan dan kepantasan.

"Ini adalah isu kepatutan dan kepantasan, selayaknya memang lembaga sosial-kemanusiaan seperti ACT, meskipun sudah besar dan berstatus sebagai lembaga kemanusiaan level dunia, tetap harus memperhatikan rasa kepatutan dan keadilan publik," kata dia saat seperti dikutip dari detikFinance, Selasa (5/7/2022).

Dia menyebutkan meski tidak melanggar aturan, namun tentu gaji tinggi pimpinan lembaga sosial seperti ACT bertabrakan dengan kepantasan. "Bahwa lembaga sosial seharusnya berkhidmat penuh pada kesejahteraan orang miskin," jelas dia.

Menurut Yusuf, bahwa pekerja sosial berhak mendapat kesejahteraan yang baik adalah keharusan.

"Namun standar gaji yang terlalu tinggi tentu akan konflik dengan tujuan lembaga yang berfokus pada kesejahteraan orang miskin," jelas dia. (yum/yum)



Hide Ads