Ini Asal-usul Nama 5 Jalan Istimewa di Kota Bandung

JabarPedia

Ini Asal-usul Nama 5 Jalan Istimewa di Kota Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 22 Mei 2022 09:00 WIB
Jalan-jalan bersejarah di Kota Bandung
Ruas jalan bersejarah di Kota Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Bandung tak hanya jadi kota yang mampu menyuguhkan beragam destinasi wisata dan kuliner. Kota kembang ini juga menyimpan banyak cerita sejarah yang menarik untuk dikulik.

Bukan tentang gedung atau pahlawan saja, tetapi sejarah di Bandung juga membawa asal usul terbentuknya nama suatu jalan. Salah satu Story Teller Guide di Bandung, yakni Femis Aryani, menceritakan dalam tur yang diampunya terkait asal usul nama jalan di Bandung. Berikut lima asal usul nama jalan di Bandung yang bersejarah:

1. Jalan ABC

Jalan-jalan bersejarah di Kota BandungJalan-jalan bersejarah di Kota Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Bahu Jalan ABC diisi oleh banyak pedagang reparasi jam dan elektronik. Namun nama jalan ini terbentuk bukan dari adaptasi suatu merek baterai. Rupanya, ABC adalah singkatan dari tiga etnis yang bermukim disana. Yakni Arabian (A), Bumiputra (B) dan Chinese (C). Kini, sepanjang Jalan ABC lekat dengan tempat orang berjualan kacamata, jam tangan, karpet, kain, dan kuliner.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Jalan Banceuy

Pada jaman penjajahan Belanda dulu, ketiadaan lahan pemakaman membuat masyarakat terbiasa memakamkan kerabat yang sudah meninggal pada halaman rumah masing-masing.

Selain membuat kediaman menjadi angker, juga membuat pemukiman berantakan. Kolonial Belanda pun akhirnya melarang warga untuk menguburkan jenazah di halaman. Terbangunlah komplek pemakaman untuk pribumi di Jalan Astana Anyar, sementara untuk etnis Eropa dan Tionghoa di Jalan Banceuy.

ADVERTISEMENT
Jalan-jalan bersejarah di Kota BandungJalan-jalan bersejarah di Kota Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Mulai menjamurnya pedagang Arab dan Tionghoa membuat makam Cina pun dipindah ke Cikadut, sementara makam Eropa di Kebon Jahe atau sekarang GOR Pajajaran.

Bekas makam di Jalan Banceuy digunakan untuk tempat rehat kuda yang mengantarkan surat dari Kantor Pos menggunakan kereta kuda. Para kusir mengambil air minum untuk kuda mereka dari Sungai Cikapundung. Mereka seringkali berteriak pada teman mereka, "Bantuan cai euy!" yang akhirnya disingkat dan dikenal sebagai Jalan Banceuy.

3. Jalan Otista

Saat revolusi sudah digemakan, pasukan sekutu masih ingin menduduki kota Bandung. Warga asli Bandung marah dan ingin mengusir para tentara Belanda. Mereka yang berjualan di sekitar Pasar Baru, sepakat tak mau menjualkan barang dagangannya pada sekutu Belanda.

Para pedagang tersebut rela bertaruh nyawa, karena tentara Belanda mulai marah dan menodongkan senjata untuk memaksa para pedagang mau menjual barang dagangannya.

Jalan Otista ditutup pasar baru Bandung sepiJalan Otista (Foto: Siti Fatimah)

Masalah semakin menjadi-jadi, akhirnya Otto Iskandar Dinata, salah satu keturunan bangsawan Sunda turun tangan untuk menengahi masalah. Ia berusaha menenangkan para pedagang agar bersedia menjualkan dagangan pada sekutu Belanda, sembari masalah dengan penjajah coba untuk diurai.

Akibat perannya tersebut, maka sekitar jalan di daerah Pasar Baru dinamai Jalan Otto Iskandar Dinata atau disingkat Jalan Otista.

4. Jalan Alkateri dan Gang Aljabri

Jauh sebelum masa kemerdekaan, sekitaran Jalan ABC disinggahi oleh pedagang Arab, Bumiputra, dan Cina. Pada zaman itu, ada tiga orang saudagar yang terkenal kaya raya yakni Alkateri, Aljabri, dan Aljuhri.

Diantara ketiganya, Alkateri jadi yang paling kaya. Karena kepopulerannya tersebut, sepanjang jalan tempat ia berdagang lebih dikenal dengan Jalan Alkateri.

Jalan-jalan bersejarah di Kota BandungJalan-jalan bersejarah di Kota Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Ada pula Gang Aljabri dan Gang Aljuhri, namun kini yang tersisa tinggal gang kecil dengan nama Aljabri. Gang ini dulunya merupakan pusat kios-kios yang menyuguhkan opium.

Pada saat itu, pejabat Belanda, priyayi, hingga masyarakat luas dilegalkan untuk teler dengan biji bunga Poppy yang diolah menjadi opium. Bahkan saat itu opium jadi suguhan tamu yang paling mewah. Saat dihisap, opium akan mengeluarkan efek yang mirip seperti narkoba.

Inilah yang menyebabkan banyak bangsawan hingga buruh kecanduan, bahkan sampai tahun 1970-an pun lokalisasi ini masih ada. Akhirnya, kios-kios tersebut ditutup dan Presiden Soeharto melarang penggunaan opium. Kini, Gang Aljabri dikenal sebagai gang pusat penjualan aneka barang-barang antik.

5. Jalan Tamim dan Gang Siti Basarah

Zaman dahulu di Pasar Basalamah, terdapat keluarga saudagar yang kaya raya. Beberapa diantaranya ada yang bernama Tamim, Siti Basarah, Tahuroji, nama-nama tersebut nampak menonjol karena bukan nama asli Sunda.

Mereka adalah para penjual pertama di pasar tersebut dan jadi kaya raya karena berdagang kain, hingga pasar basah seperti sayur dan daging. Kekayaannya terkenal karena kabarnya salah satu dari mereka adalah pemilik lahan sepanjang Jalan Otista hingga Lapangan Tegalega.

Mereka punya kebiasaan saling mengawinkan sesama saudagar yang kaya raya, sehingga harta dan usahanya tak habis-habis. Salah satu keturunannya ialah Haji Musri, suami pertama Inggit Garnasih.

(bbn/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads