Pelestarian Penyu di pantai Batuhiu, Desa Ciliang, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran tetap berjalan meski tak ada bantuan anggaran untuk pengelolaan.
Sejak digagas pada tahun 2003 pelestarian Penyu di Batuhiu hanya dikelola kelompok relawan pecinta biota laut warga setempat.
Menurut informasi masyarakat setempat, pada tahun 1980an habitat penyu di pantai Batuhiu masih terlihat bebas dan berkeliaran ditepian pesisir pantai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantai Batuhiu menjadi kawasan hidupnya para penyu hingga tahun 1990an. "Terakhir banyak terlihat itu renggang antara tahun 1990-2000an masih banyak terlihat," kata Ai Giwang pelestari Penyu yang kelola Yayasan Pelestarian Penyu di Batuhiu kepada DetikJabar. Sabtu (21/5/2022).
Menurutnya penyu bisa hidup di pantai Batuhiu karena karakteristik lautannya banyak karang-karang, sehingga mudah untuk mencari makan.
Seiring berjalannya waktu penyu perairan pantai batuhiu mulai langka terlihat sekitar tahun 2000an. Karena adanya eksploitasi, kurang pemahaman masyarakat soal penyu, bahwa hewan tersebut dilindungi dan hampir punah.
"Jadi dulu itu banyak penyu yang diburu dan kemudian dijual dagingnya sampai dikonsumsi. Bahkan dijual-belikan," kata Giwang.
Giwang mengatakan, dahulu almarhum ayahnya yang merintis adanya kelompok pelestari biota laut. "Bapak waktu itu berpikir, bahwa apabila penyu tidak dilestarikan dengan baik, maka akan cepat hilang," katanya.
Meskipun menjalani pelestariannya sebagai relawan, keluarga Giwang merawat Penyu dengan penuh keikhlasan.
"Pengelola penyu dikelolah keluarga saya dengan tujuan ingin membangunkan kesadaran masyarakat akan kelestsrian penyu sebagai hewan langka dan dilindungi," ucapnya.
Menurut Giwang, Penyu merupakan hewan liar langka yang seumuran dengan hewan purba. Bahkan disebut sebagai angkatan dinosaurus yang masih ada hingga saat ini.
Pada tahun 2003 keluarga Giwang dan masyarakat pantai Batuhiu yang peduli akan penyu membentuk sebuah pelestarian biota laut khusus Penyu. Namun hanya berjalan selama 3 tahun, karena tahun 2006, lokasi pelestarian penyu dihantam ombak Tsunami.
Kemudian Giwang kembali mengelola pelestarian penyu pada tahun 2008 setelah mendapatkan bantuan tsunami berupa bangunan.
"Saat ini pelestarian penyu sudah berbentuk yayasan dengan nama Yayasan Raksa Bintana. Untuk pengelolaanya masih bersifat relawan," katanya.
Konservasi Penyu di pantai Batuhiu Foto: Aldi Nur Fadillah |
Untuk menyambung kehidupah pelestarian penyu, Giwang mengandalkan dari kunjunyan wisatawan dan para peneliti yang datang. "Kami tidak tarif retribusi, seiklasnya. Karena memang sudah diniatkan untuk melestarikan saja," ucapnya.
Di Pelestarian penyu di pantai Batuhiu tidak ada mengawinkan penyu. Tetapi setiap musim telur, menunggu induk penyu yang bertelur di pesisir pantai.
"Kami hanya menetaskan telur saja, agar tidak semua dimakan predator, kami siapkan penangkaran penyu sampai menetas. Proses peneluran penyu selama 52 hari sampai 60 hari, setelah menetas baru kami urus sampai layak untuk dilepaskan," ucapnya.
Ada 2 jenis penyu yang tersisa saat ini di penangkaran diantaranya penyu hijau dan penyu sisik. "Harusnya ada 5 jenis. Cuman karena sebagian di lepaskan ke laut. Karena pelestari jangan banyak banyak memelihara," katanya.
Untuk memberi makan para penyu, Giwang menyediakan ikan segar yang dibeli setiap dua kali sekali. "Karena makannya setiap hari harus jangan kelewat," ucapnya.
Giwang mengatakan selama pandemi pada 3 tahun terakhir ini sama sekali lenglang tidak ada kunjungan. "Kami pakai uang pribadi untuk memberi makan mereka, karena ini janji almarhum papah untuk rawat penyu jangan sampai terputus," katanya.
Sementara saat ini Giwang bekerja sebagai seorang advokat. "Mengelola penyu ini soal kepuasaan dan kelestarian turun temurun dari keluarga. Mau ada ataupun gak ada pengunjung kita tetap berjalan," ucapnya.
(tey/tya)












































Konservasi Penyu di pantai Batuhiu Foto: Aldi Nur Fadillah