Mendengar Tanjakan Emen tentunya sudah tidak asing lagi di masyarakat khususnya masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Ciater Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Pasalnya, di ruas jalan Tanjakan Emen yang berada di perbatasan dari Kabupaten Subang dengan Kabupaten Bandung Barat itu kerap terjadi kecelakaan maut yang menelan banyak korban.
Sebagai bentuk peringatan dan imbauan, petugas pun memasang Tugu Emen dengan bangkai mobil minibus sebagai ornamen utamanya. Tujuannya agar pengendara bisa lebih berhati-hati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kali ini, detikJabar akan sedikit mengulas lebih dalam asal usul dari Tugu Emen tersebut.
Kepada detikJabar, Kasat Lantas Polres Subang, AKP Lucky Martono menceritakan, tugu mobil minibus ringsek yang berada di Tanjakan Emen tersebut dipasang bekerja sama oleh pihak Jasa Raharja dan pihak kepolisian pada tahun 2013.
"Sebetulnya yang dipasangnya Tugu Emen dengan mobil ringsek itu hasil kerjasama pihak kepolisian sama Jasa Raharja Purwakarta, dulu kan belum ada Kantor cabang Jasa Raharja di Subang," ujar Kasat Lantas Polres Subang AKP Lucky Martono, Jumat (20/5/2022).
Fakta Mobil di Tugu Emen
Menurutnya, meskipun terpasang Tugu Emen dengan mobil minibus yang terlihat ringsek, faktanya mobil tersebut tidak berasal dari mobil yang mengalami kecelakaan di Tanjakan Emen, namun diambil dari mobil yang ditabrak kereta di Cupunagara, Subang pada 2013 lalu.
Pada kecelakaan mobil minibus yang bernomor polisikan B 8828 KA tersebut, menewaskan tiga orang yang merupakan satu keluarga asal Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
"Jadi begini, memang tidak ada hubungannya sama Tanjakan Emen, soalnya mobil ringsek yang dijadikan tugu itu merupakan bekas kecelakaan minibus ditabrak kereta tahun 2013 di Cupunagara," katanya.
![]() |
Terlepas dari fakta tersebut, tujuan dibangunnya tugu yakni untuk memperingatkan kepada masyarakat yang melintas di Tanjakan Emen untuk lebih berhati-hati dan tidak menjadi korban seperti mobil minibus yang terpasang di atas tugu.
"Tujuan dipasangnya Tugu Emen dengan memperlihatkan mobil minubus ringsek karena ingin memberikan peringatan kepada masyarakat yang hendak melintasi jalur Tanjakan Emen untuk lebih berhati-hati," ucapnya.
SEmentara itu, berdasarkan data yang didapatkan detikJabar dari Unit Laka Lantas Polres Subang, dalam lima tahun terakhir ini hanya terdapat satu kejadian kecelakaan besar yaitu pada tahun 2018 silam.
Tragedi Besar Terjadi Pada 2018
Tidak lain kecelakaan tersebut melibatkan Bus yang mengangkut rombongan dari Tangerang Selatan yang terguling dan menabrak sepeda motor, hingga menyebabkan 27 korban terdiri dari 26 penumpang bus dan seorang lagi pengendara sepeda motor. Kecelakaan tersebut menorehkan catatan duka dan sejarah di Tanjakan Emen Subang itu.
"Tanjakan Emen terakhir kecelakaan tahun 2018 bus maut pariwisata 27 tewas. Setelah itu tidak ada kecelakaan mencolok atau menyebabkan meninggal dunia," ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Tanjakan Emen sudah tidak menjadi Black Spot kecelakaan karena tidak adanya insiden kecelakaan besar.
"Tanjakan Emen sudah tidak menjadi Black spot kecelakaan di Subang. Saat ini Black spot adanya di wilayah Subang Utara atau Pantura," tuturnya.
Kendati demikian, pada kesempatan kali ini juga, pihak kepolisian meminta kepada pihak terkait seperti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang untuk lebih memperhatikan fasilitas di jalur Tanjakan Emen, seperti halnya pemasangan lampu jalan serta meminta satu mobil derek khusus yang ditempatkan di wilayah Subang Selatan.
"Kami sudah ada di pasang baligho imbauan. Ya kalo kami minta pemerintah supaya standby kan mobil derek di sekitaran tanjakan Emen jadi kalo misalkan ada kecelakaan penanganan tidak terlalu lama. Saat ini kendaraan derek masih meminta bantuan ke Purwakarta sehingga dalam penanganan misalnya kecelakaan lama menunggu," kata Lucky menambahkan.
Asal Usul Nama dan Mitos Tanjakan Emen
Setidaknya kepercayaan itu sudah ada sejak tahun 1950-an. Pengendara yang melintas di Tanjakan Emen, biasanya melemparkan sebatang rokok dan membunyikan klakson saat melintas di jalan tersebut. Tujuannya agar bisa selamat dari gangguan gaib.
"Dulu dipercaya seperti itu, katanya harus lempar rokok dan bunyikan klakson biar selamat, tapi ah bukan begitu," kata H Sarman (64), warga Desa Ciater saat ditemui, Minggu 19 Januari 2019.
Menurut Sarman, sekitar tahun 1956, ada seorang sopir oplet jurusan Lembang-Subang yang bernama Taing. Julukan nama Emen melekat kepadanya, karena memiliki ketertarikan pada permainan cEmen di Terminal Mandarin Lembang saat menunggu penumpang.
![]() |
Taing atau Emen, tak meninggal di lokasi kejadian saat oplet berpenumpang 12 orang yang dikemudikannya mengalami kecelakaan hingga terbakar pada 1956. Ketika itu, Emen tengah menarik oplet ke arah Subang.
"Penumpangnya meninggal di lokasi, tapi pak Emen meninggal di rumah sakit Ranca Badak (sekarang RSHS). Dimakamkan di Lembang, saya kenal anak-anaknya Emen," tutur Sarman.
Sarman meluruskan berbagai spekulasi dan mitos yang selama ini berkembang luas soal penyebab kecelakaan. Menurutnya turunan yang panjang, belokan yang curam dan ketidakhati-hatian yang menjadi pemicu kecelakaan maut di Tanjakan Emen.
"Anak-anaknya juga ada yang menjadi sopir elf Lembang-Subang juga, ada yang masih muda. Alhamdulillah selama ini baik-baik saja mereka," katanya.
Ia pun mengimbau, sebaiknya pengendara yang melewati Tanjakan Emen membacakan surat Al Fatihah dan Al Ikhlas sebagai 'hadiah' bagi Emen yang kini telah berada di alam baka. "Ya jadi jangan melempar rokok atau recehan, kasihan keluarganya, banyak mitos yang salah," ucap Sarman menegaskan.
(yum/yum)