Wali Kota Tasikmalaya M Yusuf meminta pihak RSUD membenahi permasalahan terkait kerjasama operasional (KSO) di RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya.
"Tadi sudah saya panggil Direktur RSUD, saya sudah minta ketegasan direktur dalam menjalankan tugasnya. Dia harus berani untuk memangkas semua hal yang banyak merugikan rumah sakit," kata Yusuf, Jumat (22/4/2022) malam.
Dia juga membenarkan adanya rekomendasi dari DPRD Kota Tasikmalaya terkait permasalahan di RSUD, salah satunya terkait beberapa KSO yang dianggap memghilangkan potensi pendapatan. "Ya itu jadi bagian dari rekomendasi DPRD, dan itu akan kami tindaklanjuti," kata Yusuf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait KSO sendiri Yusuf mengakui RSUD dr Soekardjo memiliki banyak keterbatasan baik sarana prasarana, anggaran dan SDM. Sehingga untuk beberapa layanan harus bekerjasama dengan pihak swasta.
"Tapi yang namanya KSO itu harus sama-sama menguntungkan. Terkait yang disoroti DPRD mungkin itu direksi lama ya, yang jelas ini harus kita tindaklanjuti," kata Yusuf.
Dia juga mengaku sudah menekankan agar manajemen rumah sakit saat ini bisa solid dalam membenahi masalah yang ada. Direksi dan semua jajaran di RSUD diimbau berada dalam satu visi dan misi, untuk menjadikan rumah sakit lebih baik.
"Direksi yang sekarang kan baru ya, mungkin masih "malapah gedang" (merunut) membereskan permasalahan. Nah ini harus dibantu oleh wakil-wakil direktur dan seluruh jajarannya dalam mencari solusi," ujar Yusuf.
Selain itu Yusuf juga meminta Dewan Pengawas RSUD dr Soekardjo lebih proaktif membantu masalah-masalah di layanan kesehatan milik pemerintah itu. "Kan sekarang sudah ada Dewas (Dewan Pengawas). Dewas itu kan mata dan telinga kami di rumah sakit. Saya minta lebih proaktif memonitor kondisi di rumah sakit," kata Yusuf.
Sebelumnya dalam audiensi pihak DPRD dan RSUD, mencuat sorotan terhadap sejumlah KSO. Pihak DPRD menilai RSUD kehilangan potensi pendapatan ratusan juta rupiah dari sejumlah KSO.
"Kemarin kami audiensi dengan RSUD, salah satu yang kami soroti adalah beberapa KSO (kerjasama operasional) dengan swasta," kata Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Murjani, Jumat (22/4/2022).
Menurut Murjani selama ini RSUD dinilai banyak kehilangan potensi pendapatan akibat KSO tersebut. "KSO harus ditinjau ulang semua, rumah sakit kecil sekali bagiannya. Losing (kehilangan potensi pendapatan) sampai ratusan juta rupiah per bulan. Rumah sakit rata-rata hanya dapat 15 atau 20 persen dari KSO-KSO itu," kata Murjani.
Dia menjelaskan setidaknya ada 5 layanan di rumah sakit yang operasionalnya dikerjasamakan dengan pihak swasta. "Ada beberapa KSO seperti hemodialisa, transfusi darah, laboratorium klinik, oksigen dan lainnya," kata Murjani.
Dia mengatakan sudah meminta rumah sakit melakukan evaluasi terhadap kesepakatan-kesepakatan KSO yang dianggap merugikan. Entah itu diputuskan lalu cari mitra baru atau dilakukan negosiasi ulang.
"Bahkan ada yang masa kerjasamanya sudah berakhir tapi operasionalnya masih jalan. Nah kalau masalah-masalqh KSO ini dibenahi maka akan ada potensi kenaikan pendapatan sampai ratusan juta rupiah per bulan," kata Murjani.
Dia menambahkan dalam waktu dekat hendak memanggil kembali manajemen RSUD dan Dinas Kesehatan untuk membahas lebih lanjut masalah ini. "Untuk yang KSO sudah berakhir tapi masih jalan, nanti kita dalami lagi lebih jelasnya," kata Murjani.
Informasi yang dihimpun detikJabar, salah satu kerjasama operasional yang diatas kertas sudah berakhir namun masih berjalan adalah kerjasama layanan laboratorium klinik.
Pada tahun 2011 lalu RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya bekerjasama dengan sebuah perusahaan swasta untuk operasional layanan laboratorium klinik.
Kerjasama disepakati selama 5 tahun atau sampai tahun 2016. Pihak RSUD mendapatkan porsi pendapatan sebanyak 30 persen sementara swasta mendapat 70 persen. Itu karena pihak RSUD hanya menyediakan tempat, sementara peralatan disediakan swasta. Tapi dalam kesepakatan tercantum setelah kerjasama 5 tahun maka alat milik swasta itu akan dihibahkan kepada RSUD.
Namun selepas tahun 2017 sampai sekarang, pihak RSUD diketahui tidak membuka seleksi kembali atau membuat kesepakatan baru terkait operasional laboratorium klinik tersebut. Padahal masa kerjasama sebelumnya sudah berakhir.
Di sisi lain operasional layanan laboratorium klinik itu terus berlanjut. Nilai transaksi dari layanan laboratorium klinik ini berada di kisaran Rp 6 miliar per tahun. Pihak RSUD hanya mendapat 30 persen, padahal kini semua fasilitas sarana prasarana laboratorium sudah milik RSUD.*
(yum/bbn)