Cerita dari Persimpangan, Asa Badut Cilik Jalanan

Cerita dari Persimpangan, Asa Badut Cilik Jalanan

Sudirman Wamad - detikJabar
Selasa, 05 Apr 2022 09:51 WIB
Badut cilik jalanan di Kota Bandung
Badut cilik jalanan di Kota Bandung. (Foto: Sudirman Wamad)
Bandung -

Menjadi badut jalanan adalah pilihan. Getir memang, tapi masa depan harus diperjuangkan. Begitulah arti sorot mata dari sekumpulan bocah yang jadi badut jalanan.

Seperti peribahasa ada gula, ada semut. Begitulah makna lain dari lampu lalu lintas persimpangan jalan, selain mengatur lalu lintas. Salah satunya persimpangan Taman Tegalega Kota Bandung. Saban hari sejumlah orang mengadu nasib di persimpangan Taman Tegalega Kota Bandung.

Lampu lalu lintas di Taman Tegalega Bandung menuntun sejumlah orang untuk mengais rezeki. Salah satunya, Bo, bukan inisial sebenarnya. Bocah 13 tahun yang dibesarkan kerasnya jalanan. Bo, badut jalanan cilik di persimpangan Taman Tegalega Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat lampu lalu lintas berwarna hijau, Bo menepi atau beristirahat sejenak median jalan. Matanya selalu awas memantau perubahan warna lampu lalu lintas.

Saat lampu lalu lintas berganti dari hijau ke merah, Bo langsung beraksi. Bocah berkostum badut karakter Tigger dalam kartun Winnie the Pooh itu langsung menyapa pengendara. Menggerakkan tangan kirinya selayaknya menyapa. Sementara itu, tangan kanannya memegang celengan plastik yang telah dimodifikasi. Celengan tempat menampung uang dari hasil menjadi badut Tigger.

ADVERTISEMENT
Badut cilik jalanan di Kota BandungBadut cilik jalanan di Kota Bandung Foto: Sudirman Wamad

Lagi-lagi, matanya selalu awas terhadap perubahan warna lampu lalu lintas. Bo langsung bergerak menepi atau median jalan saat lampu lalu lintas berwarna hijau. Meski belum mendapatkan uang dari pengendara, Bo harus mematuhinya. Sebab, keselamatan adalah utama.

Bo, bocah putus sekolah yang terpaksa mengadu nasib di jalanan. Bo memilih hidup di jalanan sejak usianya masih tujuh tahun. Sebelum menjadi badut Tigger, Bo pernah menjadi pengamen cilik. Padahal, ia tak mengerti soal kunci gitar atau chord.

"Pernah pakai gitar kecil. Saya ngasal saja mainnya. Yang penting bunyi dan menyanyi. Dulu mah begitu," kata Bo saat berbincang dengan detikJabar di Taman Tegalega Bandung, Senin (4/4/2022).

Bo putus sekolah saat masih berseragam SD. Semenjak orang tuanya tiada, Bo tinggal bersama tantenya. Tetapi, Bo harus tetap berjuang menjalani hidupnya. Tak ada pilihan lain bagi Bo, turun ke jalanan mencari cuan.

"Uangnya buat bibi dan saya," kata bocah asli Bandung itu.

Bo selalu menyempatkan diri untuk beristirahat di Taman Tegalega. Sebagai anak-anak, ia tetap memiliki hasrat bermain. Bo bersama anak-anak lainnya, yang juga mencari rezeki di persimpangan Taman Tegalega selalu bermain bersama. Siang itu, Bo bersama temannya bermain kelereng.

"Kalau main bola tidak bisa. Tidak ada waktu. Paling kelereng saja, karena mainnya bisa di taman (Taman Tegalega)," ucap kata bocah yang tak tamat SD itu.

Sejatinya, bermain adalah dunia anak-anak. Namun, tak semua anak-anak beruntung mendapatkannya. Bo dan badut cilik jalanan lainnya adalah buktinya. Membeli mainan hanyalah impian.

Sejak pagi Bo nangkring di lampu lalu lintas Taman Tegalega Bandung. Ia mulai beraksi sekitar pukul 09.00 WIB. Siang hari, sekitar bakda zuhur itu istirahat.

"Nanti mulai lagi sampai sore. Pulang kadang sampai malam," kata Bo.

Bo mengaku membeli kostum badut seharga Rp 750 ribu. Ia kumpulkan uang hasil mengamen dan menjadi badut. Sebelumnya, Bo juga sempat menyewa kostum badut. Harga sewanya mencapai Rp 30 ribu per hari.

"Jalanan sudah seperti keluarga sendiri. Aman-aman saja di sini. Selama ini tidak ada yang resek," ucap Bo.

Setiap hari Bo rata-rata mampu mengantongi Rp 80 ribu. Bo kadang juga membawa uang yang sedikit dari hasil menjadi badut jalanan.

Bo hanya terdiam saat ditanya cita-cita. Ia seakan malu. Ia menganggap badut jalanan adalah satu-satunya pilihan. "Sekarang mah enak jadi badut di jalanan," kata Bo.

Badut cilik jalanan di Kota BandungBadut cilik jalanan di Kota Bandung Foto: Sudirman Wamad

Tetap Sekolah

Lain halnya dengan, Gi, bocah berumur 13 tahun yang juga jadi badut jalanan. Persahabatan Bo dan Gi terjalin karena kerasnya kehidupan. Keduanya terlihat akrab. Siang itu, Gi tak memakai kostum badut.

"Istirahat. Sudah dari kecil di sini, ya pernah mengamen juga. Sekarang mah badut," kata Gi.

Gi mengaku dibesarkan dari getirnya jalanan. Orang tuanya menjadi badut jalanan. Untuk sementara, Gi membantu kedua orang tuanya jadi badut. Namun, ia tetap memperjuangkan pendidikannya.

"Sekolah masih. Saya SMP. Kalau pulang sekolah ke sini, ya jadi badut," kata Gi.

Gi punya alasan sendiri untuk tetap bersekolah. Badut cilik bermimpi bisa bekerja di perusahaan. Ia percaya masa depannya bisa berubah lebih cerah. Sama halnya dengan Bo, Gi hanya tersenyum saat ditanya soal cita-cita.

"Enaknya di sini banyak teman. Kalau sekolah itu penting katanya buat gede. Pengin jadi pekerja (pegawai perusahaan)," kata Gi seraya tersenyum.




(sud/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads