Pemprov Jabar satu-satunya daerah yang memiliki pelayanan berbasis digital tentang prosedur dan informasi mengenai pekerja migran Indonesia (PMI), yakni Jabar Migran Service Center (JMSC). Aplikasi ini rupanya terinspirasi dari pengalaman Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebagai mantan PMI.
Di hadapan pejabat, pegawai Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan ratusan calon PMI yang hadir melalui virtual, Ridwan Kamil menceritakan pengalamannya selama menjadi PMI. Sebelum menjabat sebagai Wali Kota Bandung dan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil sempat menjadi PMI selama tujuh tahun.
"Dari tahun 1997 sampai 2004. Di Amerika dulu, sekitar 4,5 tahun. Kemudian ke Hongkong sekitar 2,5 tahun," kata Ridwan Kamil saat memberi sambutan dalam acara penandatanganan nota kesepakatan antara Pemprov Jabar dan BP2MI di Gedung Sate, Selasa (29/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ridwan Kamil pun menampilkan foto dirinya saat masih berstatus sebagai PMI di Amerika. Wajahnya nampak lebih kurus dibandingkan saat ini. Foto saat masih menjadi PMI itu, disandingkan dengan foto dirinya saat menjabat sebagai Gubernur Jabar.
Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, mengaku mendapatkan pengalaman yang tak mengenakan. Setahun setelah menetap di Amerika, Kang Emil di-PHK oleh perusahaannya. Saat itu, Indonesia tengah dilanda krisi ekonomi.
"Saat itu perusahaan tempat saya bekerja sudah tak ada proyek di Indonesia. Itu baru setahun saya berangkat ke Amerika," kata Kang Emil.
Kang Emil ogah menyerah. Ia tetap berjuang menyambung hidup di Negeri Paman Sam.
"Pilihannya ada dua. Pertama pulang sebagai pecundang, atau saya nekat. Waktu itu saya bilang ke kantor saya, saya akan lamar kerja apa saja. Jangan matikan dulu visa saya," ucap Kang Emil.
Setelah di-PHK, Kang Emil langsung melayangkan sekitar seratusan lamaran pekerjaan ke perusahaan di Amerika. Namun, hanya lima perusahaan yang memintanya untuk melakukan tes wawancara.
Orang nomor satu di Jabar ini mengaku sering mendapatkan pelecehan sebagai seorang migran. Direndahkan. Bahkan, desain gambar arsiteknya sempat dibilang buruk oleh perusahaan Amerika.
"Setelah melewati beberapa wawancara, akhirnya saya tahu kuncinya yaitu percaya diri. Waktu itu saya ditanya tentang komputer desain. Saya jawab, saya di Indonesia menjadi mentor untuk desain komputer," ucap Kang Emil.
Singkat cerita, Kang Emil selalu memegang teguh tentang kepercayaan diri. Baginya, percaya diri bisa membuatnya berkembang di Amerika. Ia fokus bekerja dan tak pernah menggubris rekan kerjanya yang merendahkan.
"Ada orang Belanda yang melecehkan secara verbal. Kemudian, kita ada proyek di Beijing. Perusahaan membagi dua tim, saya beda dengan orang Belanda. Ternyata gambar saya yang terpakai. Akhirnya saya ambil alih kerjaan orang Belanda itu," katanya.
"Proyek itu juga menang. Sekarang nama bangunanya Beijing Street Finance. Silakan cari saja di google," kata Kang Emil menambahkan.
Kang Emil menitipkan agar PMI tetap percaya diri dan tetap menjaga nama baik Indonesia saat bekerja di luar negeri. Selain itu, lanjut dia, PMI juga harus menebarkan aura positif.
Sempat Serabutan
Kang Emil tak hanya menceritakan tentang keberhasilannya bersaing dengan pekerja lainnya. Ia mengaku sempat mengalami masa sulit saat bekerja di luar negeri.
Selama menjadi PMI, ia bekerja di empat perusahaan. Namun, pengalaman buruk terjadi saat dirinya bekerja di perusahaan ketiga.
"Karena HRD waktu itu lupa untuk memperpanjang visa. Waktu itu seminggu lagi visa saya habis. Itu di New York," kata Kang Emil.
Saat itu, istrinya Atalia Praratya tengah mengandung delapan bulan. Sehingga, ia tak memiliki pilihan selain bertahan. Sebab, Atalia tak bisa naik pesawat karena terbentur aturan.
"Saya tak punya pesangon dan lainnya. Di Amerika, melahirkan itu butuh Rp 75 juta," kata Kang Emil.
Kang Emil bertahan hidup dengan bekerja sebagai tukang ukur bangunan. Saban hari pegang meteran. Upahnya berbeda jauh saat bekerja sebagai profesional.
"Setiap hari mengukur bangunan pakai meteran. Saya waktu itu jadi masyarakat miskin kota. Gaji saya ditulis di bawah UMR, agar Bu Cinta bisa melahirkan gratis di rumah sakit," kata Kang Emil.
"Jadi, anak pertana Gubernur Jabar itu lahir saat status saya masyarakat miskin kota," ucap Kang Emil menambahkan.
Kang Emil mengaku PMI harus mendapatkan perlindungan. Tak seperti dirinya dulu. Program pemerintah belum begitu banyak.
"Karena itu saya buat Jabar Migrant Service Center, agar PMI dapat perlindungan," kata Kang Emil.
Sementara itu, Kepala BP2MI Beny Rhamdani juga meminta agar cerita Kang Emil sebagai mantan PMI itu bisa dijadikan motivasi bagi masyarakat. Beny meminta izin agar cerita tersebut akan selalu ia bawa ketika menghadiri acara.
"Pak Gubernur adalah mantan PMI. Ini bisa menjadi inspirasi luar biasa. Dan, tentunya akan membantu banyak pihak. Mengubah cara pandang dan persepsi publik tentang PMI," kata Beny.
Sebelumnya, Beny mengatakan Jabar berada di urutan ketiga sebagai provinsi yang memberangkatkan PMI. Berada di bawah Jatim dan Jateng.
"Dalam kurun waktu lima tahun, sebanyak 200.280 PMI asal Jabar yang bekerja di luar negeri. Negara penempatan PMI terbanyak itu adalah Taiwan, Hongkong, Singapura dan Saudi Arabia," kata Beny dalam sambutannya saat acara penandatanganan nota kesepakatan antara BP2MI dan Pemprov Jabar di Gedung Sate, Selasa (29/3/2022).
Lebih lanjut, Beny mengatakan lima daerah di Jabar yang memberangkatkan PMI terbanyak adalah Kabupaten Indramayu, Cirebon, Subang, Karawang dan Majalengka. Beny menjamin penandatanganan nota kesepakatan ini sebagai bentuk dalam memberi perlindungan terhadap PMI yang diberangkatkan secara legal.
(tey/tey)