Pengendara motor gede (moge) tengah menjadi sorotan akibat kasus kecelakaan yang menewaskan bocah kembar di Kabupaten Pangandaran beberapa waktu lalu.
Pengendara moge dianggap arogan di jalanan karena kerap memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Selain itu, suara knalpot menggelegar seolah tak bisa dipisahkan dari mereka. Alhasil, cap arogan kerap disematkan warga pada pengendara moge.
Namun di balik kesan arogansi itu, pengendara moge juga memiliki sisi humanis dan dekat dengan masyarakat. Ketua Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Bandung Glenarto mengungkapkan, kegiatan anggota moge bukan hanya touring atau event seputar dunia sepeda motor belaka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang ingin saya jelaskan bahwa kegiatan HDCI Bandung bukan hanya touring atau event. Selama pandemi kita melakukan hampir tiap tahunnya 80-90 kegiatan sosial, mendekati masyarakat yang terdampak pandemi, memberikan bantuan alat medis kepada rumah sakit seperti APD," kata Glenarto saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
"Ini bukan hanya HDCI Bandung, tapi seluruh Indonesia. Kemudian saat terjadi erupsi (Gunung) Semeru kita memberikan donasi hampir sekian miliar dari HDCI kepada Basarnas di sana," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, banyak kegiatan sosial lain yang dilakukan anggota HDCI Bandung. Saat ini Ia mengklaim memiliki kurang lebih 40 anak yatim piatu yang diasuh HDCI Bandung.
"Kemudian kita juga rutin menyantuni anak yatim dan anak yatim yang kita asuh sebanyak 40 orang, ada SD, SMP, SMA bahkan ada yang mau lulus kuliah," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Glenarto berharap masyarakat tidak melihat pengendara moge dari sudut pandang di jalanan, namun juga dari sisi kemanusiaannya.
"Ini yang sedang digalakkan kepada teman-teman, bagaimana bisa berkontribusi dan diterima oleh masyarakat," ujar Glenarto.
Ia juga menjelaskan mengenai penggunaan patwal dan rotator ketika pengendara moge melakukan perjalanan. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk sekadar memberi tahu pengguna jalan lainnya jika rombongan moge sedang melintas.
Sebab, dengan kapasitas mesin dan bobot motor yang besar, membuat cara menggunakan moge di jalanan berbeda dari sepeda motor biasa.
"Pengendara jalan itu yang kadang suka berseliweran, kadang tiba-tiba suka ke kanan ke kiri dan berhenti mendadak. Kenapa kita pakai patwal? Yaitu memberikan tanda agar mereka prepare membuka jalan, jadi rombongan lewat itu dapat jalan," jelasnya.
"Kalau tidak dikasih jalan, dengan bobot motor yang ratusan kilo, dengan kecepatan tertentu, itu akan menimbulkan efek yang bisa luar biasa bahaya kalau berhenti mendadak," tuturnya.
Meski begitu, Glenarto memastikan setiap kegiatan moge di jalanan selalu menerapkan SOP dan protap yang telah disiapkan sedemikian rupa agar perjalanan pengendara mereka tidak membahayakan pengguna jalan lain. Hal ini juga dilakukan untuk mencegah pengendara moge celaka.
(bba/ors)