Toleransi di Jabar Rendah, Aturan Kebebasan Beragama Disorot

Toleransi di Jabar Rendah, Aturan Kebebasan Beragama Disorot

Rifat Alhamidi - detikJabar
Selasa, 15 Mar 2022 15:16 WIB
Ilustrasi Toleransi
Foto: Edi Wahyono/detikcom).
Bandung -

Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei yang menyatakan toleransi umat beragama di Jabar rendah. Sejumlah aturan pun disorot khususnya mengenai kebebasan beragama yang berimbas pada rendahnya indeks toleransi tersebut.

Sorotan itu datang dari Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB). Mereka menilai pemerintah daerah belum mampu membuat regulasi yang mengatur hak dan kebebasan beragama warga di Jawa Barat.

"Kultur masyarakat Jawa Barat atau Sunda itu toleran, silih asah, silih asih, silih asuh. Maka kontradiktif jika di Jabar ada kasus intoleransi. Kita bisa melihat di Jawa Barat sampai sekarang masih ada gereja, rumah ibadah yang tidak bisa digunakan atau disegel oleh pemerintah," kata Koordinator Divisi Advokasi Sobat KBB Usama Ahmad Rizal saat dikonfirmasi detikJabar via telepon, Selasa (15/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan catatannya, ia menemukan warga non muslim di Jawa Barat yang masih belum leluasa untuk beribadah. Belum lagi, fobia masa lalu terhadap kelompok muslim Ahmadiyah masih terjadi karena adanya Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2011.

"Kebijakan diskriminatif masih terbit di beberapa kota dan Kabupaten di Jawa Barat. Di Tasikmalaya, Cianjur, Kuningan, Bogor, Bekasi dan Bandung, itu masih ada gereja atau rumah ibadah agama lain yang masih disegel. Terbaru di Garut, ada Surat Edaran Pelarangan Aktivitas dan Pembangunan Masjid Ahmadiyah," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

"Nah karena adanya regulasi ini, kadang masyaratnya merujuk ke aturan tersebut. Sehingga masyarakat kita menjadi intoleran dan tidak mampu menghargai perbedaan, ini ada peran dari pemerintah juga yang terlibat dalam hal intoleransi tersebut," tuturnya menambahkan.

Mirisnya, ia menemukan fakta aksi-aksi intoleran di Jabar itu kerap muncul menjelang agenda-agenda tertentu. Paling sering, isu-isu tersebut bermunculan menjelang tahun politik.

"Ini bukan asumsi, bisa dicek di lapangan. Karena sebetulnya masalah agama itu tidak bersifat ideologi, tapi ini masalah temporer dan kerap direaktivasi untuk kepentingan tertentu. Seolah-olah punya kalendernya sendiri," paparnya.

Rizal berharap toleransi beragama di Jawa Barat bisa membaik. Ia mendorong pemerintah harus segera bergerak karena banyak kasus intoleransi lama di Jabar yang dibiarkan tanpa ada penyelesaian dari negara.

Koordinator Nasional Sobat KBB Abdurahman Wahid menambahkan rendahnya toleransi di Jabar harus segera direspons pemerintah.

Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) merespons hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang menyatakan toleransi umat beragama di Jawa Barat Sangat rendah.

Sobat KBB memandang bahwa survey itu mestinya bisa dikaji dan direspon secara baik oleh pemerintah Jawa Barat. Salah satu yang ia sorot adalah kebijakan terkait kehidupan beragama yang masih dan belum memihak kepada minoritas agama kepercayaan.

"Pergub Jabar tentang pelarangan aktivitas Ahmadiyah, pelarangan pendirian gereja harus dicabut. Pemerintah juga harus menjamin pendidikan yang inklusif bagi kelompok minoritas agama dan kepercayaan. Letakkan hasil survei tersebut sebagai momentum untuk membenahi produk kebijakan yang ada dalam konteks kebebasan beragama," pungkasnya.

(ral/mso)


Hide Ads