Pembahasan mengenai perubahan dari pandemi COVID-19 ke endemi semakin hangat dibicarakan. Pemerintah Kota Sukabumi mengaku sudah mendapatkan pesan dari pemerintah pusat terkait transisi tersebut.
"Pemerintah pusat kan sudah menyampaikan ya pesan-pesan kepada daerah bahwa dari pandemi ini akan dialihkan ke endemi. Tentunya kami di daerah siap dengan keputusan pemerintah pusat tersebut," kata Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi, Rabu (9/3/2022).
Menurutnya, sudah ada indikator-indikator yang disiapkan untuk menanggapi perubahan ke endemi itu. Meski demikian, dia meminta agar masyarakat tetap tidak meninggalkan protokol kesehatan (prokes).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indikator-indikatornya juga sudah kami persiapkan dan juga kita berharap ketika kemudian menjadi endemi, maka warga masyarakat lebih leluasa beraktivitas tanpa meninggalkan prokes," ujarnya.
Tak hanya mengubah pola penanganan, endemi dinilai akan sangat berpengaruh pada peningkatan ekonomi yang selama ini tertekan. "Karena kan sekarang dalam ketidakpastian, buka-tutup buka-tutup fluktuatif sifatnya, kalau nanti sudah ke endemi akan lebih pasti," sambung Fahmi.
Juru Bicara Satuan Gugus Tugas (Satgas) COVID-19 Kota Sukabumi Wahyu Handriana mengungkapkan, kasus COVID-19 di Sukabumi masih dapat dikendalikan seiring dengan penurunan level PPKM.
Senada dengan Walkot Fahmi, dia juga mengatakan Kota Sukabumi telah siap memasuki masa endemi. Alasannya karena tingkat vaksinasi warga sudah di atas 70 persen.
"Sebetulnya kita kan mengikuti arahan pemerintah pusat saja, kalau dari pusatnya sudah menyatakan endemi ya kita siap. Kota Sukabumi siap karena vaksinasi sudah di atas 70 persen," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga telah menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan strategi untuk mengubah pandemi menjadi endemi.
Meski protokolnya sedang disiapkan, pihaknya tidak akan terburu-buru mengubah status pandemi menjadi endemi, meski kasus COVID-19 disebut sudah semakin menurun.
"Tak bisa hanya pertimbangan kesehatan dan saintifik saja yang digunakan," bebernya dikutip dari detikHealth.
(ors/bbn)