Empat Kilometer Terjang Banjir, Intan Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAI

Empat Kilometer Terjang Banjir, Intan Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAI

Devi Setya - detikHikmah
Selasa, 02 Des 2025 21:04 WIB
Empat Kilometer Terjang Banjir, Intan Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAI
Intan (kiri) Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAI Foto: Kemenag
Jakarta -

Di balik Olimpiade Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digelar di Ancol, Jakarta, tersimpan sebuah kisah yang lebih dalam dari sekadar keberhasilan menuju ajang kompetisi. Kisah ini datang dari seorang anak asal Sumatera Utara, Intan Syakira.

Perempuan yang akrab disapa Intan ini punya tekad yang kuat untuk melampaui batas alam, memecah keheningan malam, dan menembus derasnya banjir. Ini adalah cerita tentang keteguhan hati, cinta keluarga, dan mimpi yang dijaga dengan pengorbanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Rumah dan Harapan Terendam Air

Empat Kilometer Terjang Banjir, Intan Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAIEmpat Kilometer Terjang Banjir, Intan Berjuang dari Langkat ke Olimpiade PAI Foto: Kemenag

Bagi Intan Syakira, siswi kelas VII asal Kabupaten Langkat, persiapan menuju Olimpiade PAI tidak berjalan seperti yang dialami peserta lain. Alih-alih hari-hari tenang untuk berlatih, hujan yang tak berhenti membuat kampungnya berubah menjadi genangan luas. Air mula-mula menyelinap ke dalam rumah, lalu naik hingga setinggi dada orang dewasa.

Dalam keadaan genting itu, Intan tidak berhenti menghafal naskah pidatonya. Ia duduk di atas sofa sambil memegang teks yang menjadi modal lombanya, di tengah rumah yang sudah tak lagi aman.

ADVERTISEMENT

"Orang udah tidur semua, Intan masih ngapalin. Intan duduk di sofa, banjir masuk... Intan tetap hapalan," tuturnya pelan di Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Agama (Kemenag), Selasa (2/12/2025).

Rumah nenek yang mereka datangi pun ikut terendam. Pengungsian tidak membawa ketenangan, tetapi semangat Intan tak pernah mereda.

Komunikasi Terputus, Harapan Tak Hilang

Hujan yang semakin deras membuat komunikasi dengan pihak sekolah dan Kemenag Langkat terputus selama berhari-hari. Jalan-jalan tertutup banjir, dan banyak pihak pesimis Intan akan mampu berangkat. Namun, di tengah situasi yang serba tidak pasti itu, sesuatu yang tak pernah dibayangkan terjadi pada H-3 keberangkatan.

Ditemani ibu, sepupu, dan bantuan aparat TNI, Intan berjalan menerobos banjir sejauh empat kilometer hanya untuk menemukan titik sinyal, demi menyampaikan satu pesan penting:

"Ibu, anak saya berangkat. Tolonglah anak saya."

Malam yang gelap, arus air yang deras, listrik yang padam, dan lumpur tebal tidak menghalangi langkah mereka. Perjalanan itu menjadi bukti bahwa tekad mampu menembus batas-batas yang tampak mustahil.

Di tangan Intan tergenggam erat plastik kecil berisi uang Rp600.000, satu-satunya bekal untuk perjalanan panjang menuju lomba nasional.

Tidak ada mobil yang berani menembus arus deras. Intan dan keluarganya berganti-ganti angkutan; naik bak kendaraan, turun, berjalan, lalu naik lagi. Semua dilakukan dalam kondisi pakaian basah, penuh lumpur, dan tubuh yang tak pernah sempat beristirahat.

Ketika akhirnya tim dari Seksi PAI Kabupaten Langkat bertemu Intan, mereka tak kuasa menahan haru.

"Badannya penuh lumpur, kakinya luka-luka, beberapa hari tidak ganti pakaian. Perjalanan yang biasanya setengah jam jadi hampir satu hari. Kami menangis melihatnya..." kata Siti Aminah.

Malam itu pukul 22.00, para pembina dan staf Kemenag serta Dinas Pendidikan berkeliling mencari toko yang masih buka. Mereka ingin menyediakan pakaian bersih untuk Intan. Tindakan sederhana yang menjadi simbol kepedulian dan dukungan kepada seorang anak yang telah menempuh rintangan luar biasa.

Dari Lumpur Menuju Pesawat: Saat Mimpi Mulai Terbang

Ketika Intan akhirnya menginjakkan kaki di pesawat menuju Jakarta, perjalanan itu bukan sekadar perpindahan lokasi. Itu adalah puncak dari perjuangan panjang yang menyimpan keberanian, keteguhan, dan doa yang terus dipanjatkan. Bagi Intan, panggung lomba pidato di PAI Fair bukan hanya tempat menunjukkan kemampuan, melainkan wujud harapan bahwa mimpi tetap bisa diraih dalam keadaan apa pun.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa bencana tidak selalu mampu menghentikan langkah. Dalam gelap dan gulungan air, tekad manusia sering kali mampu memunculkan cahaya. Tidak ada mimpi yang terlalu jauh bila diperjuangkan bersama.

Pelajaran Besar dari Langkat: Bencana dan Lingkungan

Di balik kisah heroik itu, ada pesan penting yang disampaikan Ibu Siti, bahwa banjir bukan hanya peristiwa alam semata. Ada tangan manusia yang ikut memperparah keadaan, kebiasaan membuang sampah sembarangan, merusak alam, menebang hutan tanpa kendali.

"Ekoteologi dan kesadaran menjaga bumi harus ditanamkan sejak dini," tambahnya.




(dvs/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads